Sudah 3 minggu lebih sejak saya menginjakkan kaki dan menetap di Semarang. Selain masyarakatnya ramah, makanannya juga enak-enak. Ruang publik yang ada juga menyenangkan. Misalnya Lapangan Pancasila Simpang Lima yang semakin asyik ketika kita menikmatinya pada malam hari.
Selain spot foto yang instagenic, suasana Simpang Lima juga kian meriah dengan adanya sepeda hias, becak, dan scooter. Mereka menghiasinya dengan lampu LED warna-warni. Jika pembaca adalah seperti saya yang sering mencari tempat untuk melepas penat, kawasan Simpang Lima adalah tempat yang sangat saya rekomendasikan.
Namun, kerlap-kerlip lampu sepeda rental di Simpang Lima kok rasanya masih belum bisa ya. Maksud saya, belum bisa untuk mengobati rasa getir dan jengah di hati. Khususnya ketika melihat begitu banyaknya warna-warni atribut partai bertebaran di sepanjang jalanan Semarang.
Silakan menyusuri Jalan Letnan Jenderal S Parman, misalnya. Kamu bisa melihat dengan jelas bendera-bendera partai berbagai warna berkibar di dan merusak pemandangan kota. Bukan hanya bendera partai, kita juga bisa dengan mudah menemukan ratusan baliho berukuran raksasa dengan foto pejabat daerah yang tersenyum kering bak rengginang di seantero Kota Semarang.
Baca halaman selanjutnya: Promosi diri itu tentu boleh. Tapi, apa kualitas diri mereka benar-benar ada?
Emang boleh ya sepede itu?
Yang bikin saya semakin nggak habis pikir, foto-foto pejabat daerah ini betul-betul ada di mana-mana! Di sepanjang jalan, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, bahkan warung-warung makan.
Memang sih, memasang foto-foto pejabat daerah di spanduk dan baliho sudah cukup lazim dan menjadi budaya aparatur pemerintahan di negara kita. Namun, setiap melewati baliho-baliho ini, saya toh tetap tidak bisa menahan diri untuk bergumam usil dalam hati, “Emang boleh ya sepede itu?”
Bukannya julid, tapi Semarang yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah tentu memiliki beragam objek wisata dan kuliner autentik yang bisa ditawarkan. Daripada mengisinya dengan foto “mesam-mesem” kaku ala pejabat daerah, alangkah baiknya jika spanduk dan baliho-baliho segede gaban itu kita maksimalkan sebagai media untuk mempromosikan objek wisata atau kuliner khas Semarang. Kan pada akhirnya dapat membantu menggenjot sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di kota ini.
Ajang promosi pejabat daerah Semarang
Terlepas dari semua itu, saya paham betul bahwa pemasangan bendera-bendera partai, spanduk, dan baliho yang menampilkan foto-foto pejabat daerah ini dimaksudkan sebagai sebuah ajang promosi. Suatu strategi politik yang keliru dan sebetulnya (agak) narsis. Asumsi saya, hal ini dilakukan untuk menumbuhkan simpati dan rasa hormat rakyat terhadap pemimpinnya. Namun jujur saja, saya (dan masyarakat pada umumnya) tidak peduli.
Jika ingin mendapatkan simpati dari rakyat, jadilah kepala daerah yang berorientasi pada rakyat. Libatkan publik dalam semua tahap kebijakan publik (perencanaan, implementasi, dan evaluasi) supaya kebijakan betul-betul sesuai dengan kebutuhan publik. Setelahnya, buka lebar-lebar transparansi kebijakan tersebut kepada masyarakat. Terutama dalam hal keuangan agar masyarakat tahu bagaimana penggunaan, perhitungan, dan tolak ukur dampak dari alokasi anggaran keuangan tersebut.
Begitu pula jika ingin mendapatkan rasa hormat dari rakyat. Jadilah pemimpin yang memang pantas untuk kita hormati. Jadilah pemimpin yang memiliki adab dan ilmu yang benar, supaya lahir pemerintahan yang baik dan berintegritas.
Tunjukkan teladan dalam bentuk kesederhanaan kepada rakyat Semarang agar disparitas kesenjangan tidak timpang. Perilaku dan gaya hidup sederhana yang ditunjukkan oleh pemimpin adalah penting, karena hal ini menunjukkan pemimpin tidak hidup enak-enakan diatas penderitaan rakyatnya, melainkan akan senantiasa berjuang dan berkorban demi kepentingan rakyatnya.
Demikianlah hal-hal yang saya uraikan di atas menjadi perihal yang menurut saya pantas direnungkan ulang. Khususnya sebagai bahan overthinking malam hari sebelum tidur bagi yang terhormat para pejabat daerah Semarang yang gemar tebar pesona dengan cara perang baliho. Jika beberapa kualitas tersebut sudah terpenuhi, narsis-narsis dikit boleh lah!
Penulis: Aneke Desiana
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Jalan Semarang-Demak, Jalan Paling Bikin Emosi di Jawa Tengah