Selain Viennetta, Roti Tawar Dioles Selai di Sinetron Juga Jadi Impian Masa Kecil

Roti Tawar Mentega Tabur Gula Pasir Adalah Menu Sarapan yang Nikmatnya Abadi terminal mojok.co

Roti Tawar Mentega Tabur Gula Pasir Adalah Menu Sarapan yang Nikmatnya Abadi terminal mojok.co

Es krim Viennetta muncul lagi. Semua orang dewasa yang masa kecilnya tidak bisa membeli es krim itu mempunyai kesempatan membalaskan dendam masa kecil dengan membeli es krim Viennetta. Selain es krim Viennetta, ada satu makanan yang bikin saya penasaran saat kecil dulu dan jadi salah satu impian masa kecil saya, yaitu roti tawar dioles selai yang sering muncul saat adegan sarapan di sinetron Indonesia.

Mimpi membeli es krim Viennetta adalah impian anak kecil dari keluarga dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah. Sarapan roti dan selai juga bukan kebiasaan keluarga kurang mampu di Indonesia, apalagi jika melihat situasi Indonesia di akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an. Herannya, hampir semua sinetron Indonesia menampilkan adegan keluarga kaya sarapan di meja makan dengan masing-masing orang sibuk mengolesi roti mereka dengan selai. Jus jeruk dan susu juga tersedia di hadapan mereka.

Mereka memakan roti tawar itu dengan menggunakan garpu dan pisau. Walaupun terbit keheranan saya kala itu dan bertanya-tanya: Apakah orang kaya selalu menggunakan garpu dan pisau setiap kali memakan apa saja? Jika ada anggota keluarga yang bergaya urakan, biasanya ia memakan roti tawar itu langsung dengan tangan kosong. Lantas kita bakal tahu kelanjutannya, akan ada anggota keluarga yang tergesa-gesa pergi dan hanya menggigit satu kali rotinya.

Adegan itu sebetulnya aneh karena di luar kebiasaan masyarakat kebanyakan di Indonesia yang terbiasa memakan nasi. Meski demikian, waktu kecil dulu tepatnya di awal tahun 2000-an, saya ingin sekali sarapan seperti itu: memakan roti yang diolesi selai dan meminum susu di pagi hari. Di bayangan saya, perpaduan itu sungguh sangatlah nikmat. Beberapa kali saya merengek ke ibu dan meminta menu sarapan “mewah” itu, tapi hasilnya sia-sia belaka.

Bukan karena keluarga saya pencinta nasi putih garis keras yang mengharamkan roti menjadi menu sarapan kami, tapi keluarga saya memang keluarga yang bisa dikatakan kurang mampu. Sebenarnya roti tidak mahal-mahal amat dan kami bisa membelinya, tapi harga selai dan lain-lainnya itu bagi ibu saya cukup menguras anggaran belanja keluarga yang memang sudah sangat minim. Belum lagi bagi orang yang sudah terbiasa memakan nasi, memakan roti sering kali tidak membuat kenyang untuk waktu yang cukup lama. Uang untuk membeli roti lebih baik dialihkan ke lauk pauk.

Keinginan yang menggebu-gebu pada saat masih kecil itu mungkin disebabkan kontrasnya menu sarapan saya dan adegan sarapan roti di sinetron itu. Saya biasanya memakan nasi putih dan lauk sisa kemarin, seperti ikan goreng atau tempe. Kadang ibu saya mengiris bawang merah dan cabe dan tomat kemudian diremas bersama suwiran ikan goreng. Menu yang kami sebut sambal bawang itu berpadu dengan nasi putih, rasanya akan melampaui semua makanan terenak di dunia. Beberapa kali jika cukup beruntung saya sarapan dengan mie instan yang dibarengi dengan nasi putih. Atau nasi putih dan telur goreng atau rebus.

Dari cerita di atas keluarga saya tampaknya tergolong lumayan terjaga untuk makanan. Orang tua saya memang sangat mementingkan urusan makanan kami. Urusan lainnya seperti sandang dan papan, bisa ditepikan.

Meski demikian, roti yang diolesi selai senantiasa terngiang-ngiang di pikiran saya. Saya bertekad untuk bisa segera memakan roti berisi selai. Pernah suatu kali saat saya masih SD, ketika tidak sempat sarapan di rumah, saya memilih sarapan di kantin sekolah. Jangan membayangkan kantin SD di kampung sebagai sebuah kantin yang mewah—sebenarnya lebih layak disebut warung, makanan yang dijual juga sangat murah. Bahkan uang jajan sebanyak Rp500 rupiah saat itu sudah bisa untuk traktir teman-teman.

Saat itulah saya berpikir memiliki kesempatan sarapan roti dioles selai. Di kantin hanya ada roti seharga Rp100 seukuran kepalan tangan, bukan roti tawar sih, tapi memang tak ada isian di dalamnya. Saya membeli semacam pasta cokelat seharga Rp50 sebagai pengganti selai. Sebelum memakannya saya sudah membayangkan kelezatan roti itu, pasti bakal enak. Ternyata setelah saya gigit, roti itu keras dan selainya seperti gula kelas terendah yang diberi perwarna cokelat. Saya misuh-misuh dan memutuskan segera membuang racikan roti itu ke sumur tua di belakang sekolah.

Roti tawar dengan selai tetap menghantui masa kecil saya sampai beranjak remaja. Makanan yang terlihat mewah di mata anak kecil kampung ini sulit dihilangkan dari benak saya. Soalnya, satu-satunya hiburan saya adalah TV di kampung yang ditonton beramai-ramai dengan menumpang di rumah keluarga atau tetangga. Saluran TV saat itu hanya sedikit, praktis hanya SCTV dan RCTI saja yang gambarnya cukup bagus. Kedua saluran TV itu pasti menayangkan sinetron di jam-jam tayang utama atau prime time. Otomatis adegan makan roti tawar saat sarapan sering muncul, yang semakin membuat saya geregetan pengin makan roti tawar dengan selai.

Hingga akhirnya ketika dewasa dan memiliki penghasilan sendiri, saya bisa menuntaskan keinginan masa kecil itu. Saya jadi sering membeli roti tawar dan beragam jenis selai. Namun semuanya tentu saja berbeda, ketika dulu tidak bisa membeli roti tawar dan selai, tapi ada kehangatan orang tua saat kami sarapan seadanya. Kini, saya bisa membeli makanan apa saja, tapi tidak bisa menghadirkan kenangan bersama orang tua, karena mereka telah tiada.

Kita bisa membeli apa saja, tapi kita tidak bisa membeli kenangan. Merayakan pembalasan dendam dengan membeli keinginan masa kecil yang sulit dicapai, bukanlah masalah dan memang sebaiknya dilakukan, hidup hanya sekali sepatutnya jangan disia-siakan. Kembalinya es krim Viennetta, setidaknya bisa menghadirkan kembali kenangan di masa lalu, kenangan ketika hanya mampu menatap nanar iklan es krim itu di TV. So, mari kita memburu es krim itu….

BACA JUGA Bukan Viennetta, Ini Daftar Jajanan Masa Kecil yang Bikin Saya Kangen! atau tulisan Atanasius Rony Fernandez lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version