Walau sempat belajar ilmu mustika perihal bagaimana cara menulis tubir yang baik dan benar kepada Prabu Yudianto, pada akhirnya saya nggak sepakat juga. Melalui tulisan blio yang berjudul “Jogja Rasa Ubud Sampai Korea Adalah Marketing Wisata Paling Goblok” blio nggak setuju cara marketing kota ini yang terlalu bertumpu kepada objek wisata kota lain. Lantas, katanya, hal ini menggerus potensi wisata Jogja yang asli.
Ketika membaca tulisan Prabu Yudianto, saya hanya bisa mrengut sambil berpikir keras: memang di Jogja ada wisata “asli” Jogja selain Tugu dan Malioboro-nya? Bukankah selama ini segalanya yang indah, ketika diberi plang “Selamat Datang” dan lampu neon berbentuk bundar, sudah dianggap objek wisata?
Di kota ini, amat mudah membuat objek wisata. Coba, kalau niat, Bilangan Babarsari juga bisa jadi objek wisata, yakni Las Vegas-nya Jogja.
Namun, setelah saya melalui malam yang panjang dan singup tenang, akhirnya saya melihat beberapa potensi wisata yang—mbok menowo—dilirik oleh pemerintah setempat. Potensi wisata Jogja ini nggak main-main, lho. Bisa jadi, Jogja adalah pelopor wisata model seperti yang akan saya sampaikan di bawah ini.
#1 Wisata air lindhi
Bosan nggak sih kalian wisata air kalau nggak curug, pantai, ya waduk? Jogja harusnya sigap dalam melihat kebosanan masyarakat akan wisata air yang mainstream ini. Pemerintah setempat juga harus ambil langkah sigap. Nah, kalau buntu, nih saya kasih tahu salah satu potensi wisata air yang indie banget, yakni wisata air lindhi.
Air lindhi atau leachate adalah air hujan yang bercampur dengan sampah yang menggunung. Potensi wisata ini bisa ditemui di Piyungan. Kurang syahdu apa, ketika hujan tiba, air menggulung dari puncak pegunungan sampah berupa air lindhi tadi.
Wisatawan nanti bisa keceh di air lindhi yang berhulu di pegunungan sampah piyungan. Atau mau renang juga boleh. Oleh-olehnya nanti bukan berupa cinderamata atau foto-foto estetik yang bisa dipajang di Instagram kamu. Oleh-oleh khas wisata air lindhi ini adalah kudis, kurap, dan panu. Buah tangan yang cukup anti-mainstream, kan?
Nah, kalau bisa, di puncak pegunungan sampah, bikin sky view. Yakni pemandangan sekitar yang penuh dengan sampah berserakan. Ah, memang selalu ada sesuatu di Jogja, ya? Siapa tahu lho, jika sukses mem-wisata-kan gunungan sampah ini, Bantargebang di Bekasi nun jauh di sana juga bikin hal-hal serupa. Nanti mereka bikin tag-line: Piyungan-nya Bekasi.
#2 Wisata adrenalin keluar malam-malam
Naik kora-kora itu mboseni. Kamu hanya naik, kapal goyang kanan-kiri, sampingmu teriak-teriak nggak jelas. Kalau dapat jackpot, sih, ya sampai ada yang mukok. Apanya yang wisata pemacu adrenalin? Kalau adrenalinnya itu muncul karena takut sampingmu naik kora-kora muntah, sih, iya.
Sedang Jogja punya semua. Tanpa harus memaksa dibuat wisata ala-ala, tanpa membeli alat-alat yang kelewat mahal, wisata adrenalin khas Jogja ini cukup murah. Beri nama saja, wisata adrenalin menghindari klitih.
Nggak perlu keluar biaya, kamu cukup keluar saat malam menggunakan motor, lewat jalan-jalan nadi maupun arteri Jogja yang sepi. Saya jamin kamu nggak hanya merasa terpacu adrenalinnya, melainkan juga merasakan hal-hal yang ajaib semisal kepising, kepuyuh, hingga kemecer.
Wisata ini memang penuh dengan wahana di dalamnya. Bisa saja kamu dipukul tongkat baseball dari belakang, dibentak-bentak di jalan, atau dipepet. Kamu juga bisa meningkatkan skill mengendara motor dalam situasi seperti ini. Bagaimana? Tertarik?
Jangan sebut sebagai San Pedro Sula-nya Jogja karena bisa saja San Pedro Sula di Honduras, lah, yang meniru Jogja ketika malam.
Itulah potensi wisata yang harusnya dibangun dan diperhatikan oleh pemerintah. Kalau mau bikin Ubud, Ha Long, atau bahkan Paris-nya Jogja itu juga nggak masalah. Namun, ketika ada potensi khas yang Jogja banget, mosok to harus dilewatkan dan nggak diperhatikan?
Eh, potensi wisata Jogja yang diperhatikan itu kan jobdesk-nya revitalisasi Tugu yang dilakukan tiap bulan Desember thok ding, yha? Memang benar Jogja itu istimewa. Sayangnya, yang istimewa hanya pusat kota. Panjang umur kaum urban.