Sebenarnya ini harusnya saya tulis sekitar 8-10 tahun yang lalu, tapi nggak apa-apa lah, toh masih relate sampai sekarang. Mungkin ini dosa saya kenapa baru kenal Mojok, terutama Terminal Mojok pada 2021. Jadi saya pernah mengenyam pendidikan di salah satu sekolah menengah atas negeri di Kota Malang. Nah, sekolahku ini salah satu tempat pendidikan yang nggak dikelola langsung oleh Dinas Pendidikan Kota Malang, tapi dianggap negeri, tahu sendiri lah di mana.
Ciri khasnya, sekolah ini mengunggulkan peserta didiknya yang punya potensi atau jadi langganan lomba, terutama olimpiade. Nah, olimpiade yang sering diikuti sekolah saya adalah akademik, nggak terlalu banyak yang non akademik. Sekolah saya ini paling suka kalo ada olimpiade sampai untuk mengeluarkan izin atau dispensasi saja mudah banget.
Intinya, sekolah saya ini memfasilitasi dengan mudah buat siswa yang ikut olimpiade, entah atas kemauan sendiri atau diminta pihak sekolah. Kalo berhasil juara atau masuk juara favorit, siswa yang ikut lomba ini diumumkan di lapangan tiap Senin atau tanggal 17 tiap bulannya (karena ikut keputusan pemerintah). Ada seremoni yang meriah setelah upacara hari tersebut, diberi bonus atau diberi ucapan selamat sama kepala sekolah.
Selain seremoni, sekolah juga memajang daftar perlombaan yang dimenangkan oleh sekolah saya, kadang lengkap dengan foto peserta lombanya. Pasti ada tulisan “ini termasuk karunia dari Tuhanku” di atas foto atau daftar pemenang lomba olimpiade.
Yang bikin melongo, posternya dicetak dan dipajang kurang lebih sebesar gerbang masuk dan diletakkan di dekatnya. Sudah begitu, lokasi sekolah saya persis di jalan raya yang cukup besar dan sering dilalui banyak jalan raya.
Kebiasaan pamer yang aneh
Sampai lulus 8 tahun yang lalu, saya nggak paham dengan apa yang dipikirkan oleh pihak sekolah soal pajangan itu. Saya pikir hanya SMA saya yang kelewat seneng pamer ketimbang SMA lain di Malang.
Sebut saja semua SMA di kawasan Tugu, nggak ada yang memajang kayak begitu, apalagi segede Gaban. Dan sampai saat ini, kebiasaan “pamer” ini masih dipelihara dan jadi tradisi rutin di sekolahku ini.
Mohon maaf, bukannya nggak bangga, tapi saya malah minder dengan pajangan prestasi tentang perlombaan.
Pertama, minder karena saya sebenarnya nggak pintar-pintar amat, sering remedial, bahkan ranking saya ada di posisi 18 dari 24 siswa. Dengan prestasi begitu, mustahil buat saya untuk mengejar prestasi agar setara dengan mereka. Ya emang ini personal banget sih, tapi saya tahu, hal tersebut dilakukan agar siswa lain termotivasi. Nyatanya, hal tersebut justru gagal, setidaknya, untuk saya.
Kelewat bangga
Kedua, maaf banget, saya agak risih dengan tradisi seperti ini. Menurut saya, ini terkesan pamer dan (kelewat) membanggakan diri. Seolah, sekolah saya berkata “ini loh sekolah para juara, punya segudang prestasi” di depan seluruh SMA atau sederajat di Kota Malang. Seperti haus validasi, pengin dianggap superior ketimbang SMA lain di Malang.
Saya tahu ini untuk menarik minat calon siswa baru, tetapi tolong lah, nggak segitunya. SMA lain nggak kayak gitu. Bahkan yang sudah dikenal sebagai sekolah terbaik di Kota Malang saja nggak terlalu mengumbar prestasi seperti itu.
Padahal sekarang nggak ada lagi sekolah favorit, semua dibuat setara melalui sistem zonasi dan berbagai kebijakan lainnya. Namun, saya jadi merasa kasihan dengan sekolah lain yang prestasinya biasa saja, bahkan nggak pernah ikut olimpiade akademik.
Pamer prestasi ini menurut saya lebih baik nggak terlalu diumbar demi menjaga perasaan sekolah lain. Alih-alih bikin bangga, bisa jadi orang lain menganggap hal itu justru malu-maluin. Cukup di brosur pendaftaran atau website resmi saja untuk publikasi prestasi, itu pun nggak perlu sampai mencolok.
Penulis: Mohammad Faiz Attoriq
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Siswa yang Menang Lomba, Sekolah yang Dapat Piala