Sudah jadi semacam tradisi yang diam-diam kita sepakati: sekolah-sekolah menaruh papan nama para alumni yang diterima di kampus negeri, lengkap dengan nama kampus dan jurusan yang—jika memungkinkan—dibumbui embel-embel keren. Bahkan bila bisa, dipasang juga fotonya, dengan seragam SMA, senyum bahagia, dan caption berbunyi:
“Selamat kepada Fulanah diterima di Psikologi UI”
Yang tidak ada dalam daftar itu? Banyak. Mungkin ratusan. Tapi karena tidak “masuk negeri”, mereka dianggap tak cukup membanggakan untuk dibagikan di feed Instagram resmi sekolah.
Sungguh lucu jika dipikir-pikir, bagaimana kita membangun ilusi bahwa keberhasilan hanya memiliki satu warna. Seperti menonton film hitam-putih di zaman sudah layar OLED. Padahal kenyataannya, para siswa punya jalan masing-masing, cita-cita masing-masing, dan rejeki masing-masing. Tapi semua itu tak ada harganya jika tak bisa memenuhi standar tunggal yang disembah sekolah: kampus negeri, luar negeri, atau CPNS.
PTS tak dianggap
Ada satu sekolah di Jawa Tengah yang cukup keras kepala soal ini. Tiap tahun, yang masuk ke PTS dibiarkan tenggelam dalam senyap. Seolah-olah mereka ini bukan bagian dari keluarga besar sekolah. Padahal, ada yang diterima di Kedokteran kampus swasta dengan biaya sendiri, perjuangannya juga luar biasa. Tapi tetap, tak muncul di media sosial sekolah. Alasannya sederhana: bukan negeri.
Yang bikin ngilu adalah kenyataan bahwa sekolah-sekolah ini jarang sekali membuat survei menyeluruh tentang ke mana saja para alumninya pergi. Data yang mereka kumpulkan nyaris selalu berat sebelah. Mereka hanya memotret yang bersinar terang, lalu menampilkan hasilnya di galeri, sementara yang lain dibiarkan tetap redup. Padahal dalam dunia pendidikan, seharusnya tak ada istilah redup—yang ada adalah cahaya yang sedang mencari bentuknya sendiri.
Kadang saya bertanya-tanya, apakah benar sekolah kita ini sedang mendidik manusia, atau sedang mencetak pamflet promosi? Karena kalau tujuannya untuk mencetak manusia, seharusnya semua capaian, sekecil apa pun, dihargai. Seorang siswa yang bekerja sebagai barista dan belajar kuliah malam di kampus swasta juga layak diberi selamat, karena ia belajar bertanggung jawab pada hidupnya. Tapi entah kenapa, yang seperti ini tak menarik untuk diunggah.
Baca halaman selanjutnya: Hanya karena luar negeri, lalu disembah…




















