Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Sekolah Hanya Bangga pada Muridnya yang Keterima di Kampus Negeri, Sisanya Remah-remah, Dianggap Saja Tidak!

Andi Azhar oleh Andi Azhar
10 Juni 2025
A A
Sekolah Hanya Bangga pada Muridnya yang Keterima di Kampus Negeri, Sisanya Remah-remah, Dianggap Saja Tidak!

Sekolah Hanya Bangga pada Muridnya yang Keterima di Kampus Negeri, Sisanya Remah-remah, Dianggap Saja Tidak!

Share on FacebookShare on Twitter

Hanya karena luar negeri, lalu disembah

Saya punya teman yang anaknya diterima di universitas luar negeri, tapi cuma universitas kecil. Tidak ada beasiswa, tidak ada prestise. Tapi karena embel-embel “luar negeri”, sekolahnya buru-buru memasang di IG resmi dengan judul: “Internasional!” Padahal yang kuliah di kampus swasta nasional unggulan, yang secara akreditasi dan mutu lebih terjamin, tidak diangkat sama sekali. Seolah-olah “internasional” otomatis berarti lebih mulia.

Yang paling membuat saya menepuk jidat adalah betapa keras kepala sekolah-sekolah kita dalam mempertahankan pola pikir ini. Bahkan ketika ada wali murid yang mencoba mengingatkan agar menghargai capaian lain, jawabannya adalah: “Nanti kita bias, Pak. Nanti siswa malah jadi tidak termotivasi untuk masuk kampus negeri.” Seakan-akan motivasi itu cuma bisa dibangun lewat glorifikasi sempit dan bukan lewat pengakuan atas kerja keras.

Di sisi lain, saya merasa gembira karena tahun ini saya membaca kabar yang menggembirakan dari sebuah sekolah swasta di Lubuk Linggau. Mereka membuat postingan resmi tentang alumninya yang bekerja sebagai kasir Alfamart dan Indomaret. Bahkan ada sekolah di Medan yang memposting alumninya yang jadi peternak babi di Jepang sebagai TKI. Dan mereka semua diberi ucapan selamat. Tanpa embel-embel kampus. Tanpa kode negeri. Hanya satu alasan: mereka bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.

Ini langkah kecil yang terasa seperti lompatan jauh. Karena selama ini, tangga sosial kita terlalu kaku. Tangga itu dibangun dari batu bata bernama PTN, CPNS, dan embel-embel luar negeri. Yang tidak memijak batu itu akan jatuh ke pinggiran. Tidak dianggap bagian dari kisah sukses. Padahal hidup tak pernah linear. Sukses pun tak pernah seragam.

Kampus negeri adalah kunci

Kalau boleh jujur, saya lelah melihat sekolah menjadikan keberhasilan sebagai pameran. Bukan lagi sebagai proses tumbuh. Bayangkan seorang anak yang mencoba masuk kampus negeri, gagal, tapi berhasil masuk ke kampus swasta unggulan dan menemukan jalannya di sana. Bukankah ia layak mendapatkan penghargaan yang sama? Tapi sayangnya, ia tak cukup layak masuk IG sekolah.

Saya juga kasihan dengan anak-anak yang bekerja selepas lulus. Mereka langsung mencari kerja karena harus membantu keluarga. Ada yang jadi kurir, ada yang jadi penjaga toko, ada pula yang jadi sopir online. Tapi sekolah mereka bahkan tak menoleh. Tak ada spanduk ucapan selamat. Tak ada status Instagram. Seolah kerja jujur itu tak cukup mulia untuk dipamerkan.

Kita lupa bahwa pendidikan bukanlah ajang kompetisi satu arah. Pendidikan seharusnya adalah upaya menemani manusia menemukan jalannya, bukan memaksa semua orang masuk lorong yang sama. Tapi sayangnya, banyak sekolah masih lebih bangga pada poster prestasi dibanding cerita perjuangan.

Dan yang lebih menyedihkan, masyarakat kita pun ikut mengamini standar ini. Coba saja bicara dengan tetangga soal anak yang baru diterima kuliah. Pertanyaan pertama hampir selalu: “Masuk mana? Negeri apa swasta?” Kalau jawabannya negeri, ekspresi mereka langsung berubah bangga. Tapi kalau jawabannya swasta? Biasanya langsung disusul kalimat: “Nggak apa-apa, yang penting kuliah.”

Baca Juga:

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Kampus negeri padahal bukan segalanya

Ini bukan soal iri hati. Ini soal narasi. Narasi yang terus diulang bahwa kampus negeri adalah segalanya. Bahkan ketika faktanya sudah berubah. Bahkan ketika kampus swasta mulai berjaya di level internasional, bahkan ketika lulusan swasta banyak yang jadi inovator. Tapi tetap saja, negeri adalah mahkota. Sisanya adalah penghibur.

Ironisnya, banyak dari kampus negeri itu bahkan tak punya akreditasi internasional. Banyak pula yang fasilitasnya kalah jauh dari kampus swasta. Tapi itu tidak penting. Yang penting namanya negeri. Mungkin karena ada rasa bangga semu yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sejenis feodalisme pendidikan, yang menyembah simbol dan bukan substansi.

Kita juga tidak menghitung kontribusi. TKI yang bekerja di Jepang atau Hongkong, misalnya, mereka menyumbang devisa yang sangat besar bagi negara. Tapi coba lihat, apakah ada sekolah yang memposting alumninya yang jadi TKI dengan bangga? Jarang. Karena kerja seperti itu dianggap rendah. Padahal, itu pekerjaan halal dan bermanfaat besar bagi keluarga dan negara.

Lalu kita bertanya-tanya, kenapa anak-anak muda sekarang banyak yang merasa gagal hanya karena tak masuk negeri. Jawabannya ada di kita sendiri. Kita ciptakan narasi sempit, kita ulang setiap tahun, kita sebarkan lewat poster dan spanduk. Kita katakan bahwa hanya ada satu bentuk keberhasilan. Dan sisanya, hanyalah pelengkap.

Padahal dunia tak selebar brosur SNMPTN. Hidup tidak berhenti di pengumuman SBMPTN. Bahkan, hidup justru baru benar-benar dimulai setelah itu. Tapi sekolah-sekolah kita terlalu sibuk membuat pamflet kemenangan hingga lupa bahwa mereka seharusnya ikut merayakan semua bentuk perjalanan, bukan hanya yang terlihat mencolok.

SK CPNS dan SNMPTN bukan ukuran hidup

Saya selalu membayangkan, betapa indahnya jika suatu hari nanti, sekolah bisa membuat kolom “Jejak Alumni” yang benar-benar adil. Yang menampilkan semua jenis pencapaian. Yang memberi tempat untuk pengusaha kecil, buruh migran, pekerja sosial, bahkan ibu rumah tangga yang memilih fokus membesarkan anak. Karena semua itu adalah keputusan besar yang layak dirayakan.

Dan untuk mencapainya, kita butuh lebih dari sekadar kebijakan. Kita butuh keberanian. Keberanian untuk melawan tradisi yang tak sehat. Keberanian untuk mengatakan bahwa tidak semua hal harus diposting karena alasan popularitas. Dan keberanian untuk mengatakan bahwa anak-anak kita bukan bahan promosi.

Kalau sekolah benar-benar peduli pada masa depan muridnya, seharusnya mereka juga peduli pada prosesnya, bukan cuma hasil akhirnya. Bahkan kalaupun ada alumni yang belum jelas pekerjaannya, sedang mencoba ini-itu, sedang belajar lagi, itu pun patut untuk didampingi dan diberi semangat. Bukan diabaikan.

Karena pada akhirnya, kita tak bisa mengukur hidup dengan pengumuman SNMPTN atau SK CPNS. Kita hanya bisa mengukur hidup dengan pertanyaan: apakah kita sedang tumbuh, dan apakah kita bisa membuat orang lain ikut tumbuh? Kalau jawabannya ya, maka itu adalah capaian yang layak diberi ucapan selamat. Bahkan kalau ia hanya kasir Alfamart.

Jadi, marilah kita mulai menata ulang cara pandang kita. Jangan hanya karena satu warna lebih sering dipajang, kita lupa bahwa pelangi tak akan pernah utuh jika satu warna saja yang dipeluk. Mari rayakan semua capaian, sekecil apapun. Karena tiap langkah maju, sekecil apa pun, adalah bentuk keberanian yang layak dihargai.

Penulis: Andi Azhar
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Biaya Perguruan Tinggi Negeri yang Mahal: Katanya Pendidikan Adalah Hak untuk Setiap Warga, tapi Kenapa Biayanya Nggak Masuk Akal?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 11 Juni 2025 oleh

Tags: kampus negeriSekolahsma
Andi Azhar

Andi Azhar

ArtikelTerkait

Namanya doang Study Tour, Aslinya Lebih Banyak Jalan-jalan daripada Studinya Mojok.co

Demi Kesehatan Mental Guru, Sebaiknya Study Tour Nggak Usah Diadain Aja

5 Februari 2025
Membeli Sepatu Itu Nggak Selalu Mudah, Sering Rumitnya

Membeli Sepatu Itu Nggak Selalu Mudah, Sering Rumitnya

23 November 2019
Mengenang RSBI di Masa SMA yang Bikin Kasta dalam Sistem Pendidikan terminal mojok.co

Mengenang RSBI di Masa SMA yang Bikin Kasta dalam Sistem Pendidikan

8 November 2020
Derita Lulusan S2 Jogja, Dikasihani dan Ditolak Puluhan Sekolah (Unsplash)

Lulusan S2 Kesulitan Cari Kerja di Jogja: Ditolak Puluhan Sekolah karena NU dan Tidak Punya KTA Muhammadiyah Sampai Nggak Tega Ngasih Gaji Kecil

3 Agustus 2025
Kasta Merek Sepatu Anak-anak Sekolah Zaman Dahulu Mojok.co

Kasta Merek Sepatu Anak-anak Zaman Dahulu

18 Agustus 2024
7 Keunggulan yang Ditawarkan UNS, Kampus Lain Nggak Punya

7 Keunggulan yang Ditawarkan UNS, Kampus Lain Nggak Punya

5 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia Mojok.co

Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia

13 Desember 2025
Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

15 Desember 2025
Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas Mojok.co

Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas

13 Desember 2025
Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.