Sejarah May Day, Hari Raya Kaum Buruh yang Berlumuran Darah

Sejarah May Day, Hari Raya Kaum Buruh yang Berlumuran Darah Terminal Mojok

Sejarah May Day, Hari Raya Kaum Buruh yang Berlumuran Darah (Shutterstock.com)

Setiap tanggal 1 Mei, selalu saja ada yang bertanya, “Kenapa sih tiap 1 Mei selalu demo?” Banyak yang berpendapat, May Day seyogyanya dirayakan dengan sukacita dan hura-hura. Kan May Day boleh disebut sebagai hari rayanya kaum buruh, tapi kenapa dirayakan dengan membuat macet jalan sambil long march?

Pemahaman demikian juga didukung banyak perusahaan. Sering kali setiap May Day datang, para buruh diajak untuk darmawisata atau fun gathering. Seolah-olah para bos ingin memanjakan kaum buruh di hari spesial mereka. Atau sebenarnya itu salah satu cara agar para pekerja ini tidak demo saat May Day? Hanya Tuhan dan para bos yang tahu.

Kalau kata punk, don’t forget your roots. Kalau kata Pak Karno, jas merah alias jangan sekali-kali melupakan sejarah. Mengapa May Day diperingati dengan demo? Ya karena May Day lahir dari demo. Sejarah panjang perjuangan kelas pekerja ini sebenarnya bisa ditarik jauh ke belakang.

Ilustrasi darmawisata (Shutterstock.com)

May Day sebagai hari libur sudah diperingati sejak era Romawi kuno, tepatnya saat festival Dewi Flora, dewi bunga orang Romawi. Umat Katolik juga menjadikan bulan Mei sebagai hari devosi kepada Bunda Maria yang diawali pada tanggal 1. Bangsa Eropa juga memperingati festival Queen of May yang mirip-mirip Dewi Flora tadi.

Tapi ketika bicara kaum buruh, maka May Day lebih tepat merujuk pada insiden Haymarket. Sebuah demonstrasi berakhir penyerangan aparat pada 1 Mei 1886 di Chicago, Amerika Serikat. Demo ini menuntut aturan maksimal bekerja 8 jam, kenaikan upah dan kesejahteraan, hak berserikat, serta menuntut pengusutan terbunuhnya beberapa buruh di hari sebelumnya. Jadi, kalau Anda bertanya mengapa hari ini ada standar kerja 8 jam, May Day sumbernya.

Sebenarnya tuntutan ini sudah disuarakan jauh-jauh hari dan sudah ada. Tetapi, aksi pada 1 Mei ini adalah demonstrasi terbesar. Tuntutan yang diajukan adalah resolusi dari American Federation of Labor pada 1884. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana tuntutan ini sudah lama disuarakan dan tidak pernah mendapat perhatian.

Aparat keamanan melakukan tindakan represif terhadap semua aksi tuntutan yang terjadi termasuk pada saat 1 Mei 1886. Pada tanggal ini, para buruh menuntut 8 jam kerja harus sudah berlaku. Pada tanggal ini, ribuan pekerja melakukan demonstrasi di berbagai kota di Amerika. Kebetulan, tanggal 1 Mei 1886 adalah hari Sabtu dan para pekerja sedang libur.

Para anarkis ambil bagian dalam gerakan ini. Baik didasari oleh tuntutan personal sebagai buruh, maupun sebagai bentuk solidaritas melawan penindasan. Di Michigan, aksi ini digawangi oleh seorang anarkis bernama Albert Parsons dan keluarganya. Aksi ini tidak mendapat perhatian sama sekali. Begitu pula yang terjadi di Chicago.

Di Chicago sendiri, anarkis August Spies, Albert Parsons, dan Samuel Filden diminta untuk memberi orasi didepan para buruh. Dan tentu, Spies membakar semangat para buruh untuk jangan menyerah pada bos dengan janji-janji manisnya. Dimulai dari tanggal 1 Mei, semua cerobong asap pabrik di Chicago berhenti mengepul. Pada saat orasi, otoritas menyerang para pekerja agar kembali ke pabrik (pada hari Senin).

Ilustrasi May Day pada tahun 2018 silam di Jakarta (Dhodi Syailendra/Shutterstock.com)

Kerusuhan yang terjadi menewaskan sekurang-kurangnya 1 buruh dan melukai 6 orang lainnya. Spies pun segera menuju kantor Arbeiter-Zeitung (surat kabar anarkis) dan menyebarkan panggilan bagi seluruh pekerja yang mungkin belum ikut dalam aksi untuk ambil bagian dalam protes. Pada awalnya, edaran yang disebarkan sangat tendensius, tapi Spies meminta kata-kata “balas dendam” dihapuskan. Tentu karena Spies tidak ingin para buruh tergerak hanya karena balas dendam, melainkan berfokus pada awal perjuangan.

Pada malam 4 Mei, aksi dan pemogokan berlanjut di Haymarket. Pada pukul 22.30 malam, saat Fielden selesai berorasi, polisi datang dalam formasi menuju para demonstran. Polisi melakukan penyerangan dan memaksa demonstran untuk bubar. Banyak pekerja yang terluka dan terbunuh. Para demonstran berusaha untuk bertahan. Pada saat inilah sebuah dinamit dilemparkan ke arah polisi.

Ledakan terjadi. Bom itu adalah dinamit di dalam kontainer besi yang rapuh. Pecahannya begitu tajam seperti peluru. Bom ini menewaskan satu polisi dan melukai 6 polisi lain. Kebetulan yang hebat, mengingat jumlah korban yang jatuh dari pihak demonstran beberapa hari sebelumnya. Polisi pun makin brutal melakukan penyerangan. Polisi menembaki para demonstran yang kabur

Sedikitnya ada 4 orang demonstran tewas dan 70 lainnya luka parah. Demonstran pun tetap melawan. Beberapa sudah menyiapkan senjata api. Insiden setelah ledakan menewaskan 7 polisi dan melukai 70 polisi.

Pasca-insiden ini, pembersihan besar-besaran terjadi di Chicago. 8 anarkis dihakimi dan dijatuhi hukuman mati, di antaranya Albert Parsons, August Spies, George Engel, dan Adolph Fischer. Pada saat eksekusi di tahun 1887, George Engel berteriak untuk terakhir kalinya

“HURRRAAAH FOR ANARCHY!” (Hore untuk anarki).

Meskipun Peristiwa Haymarket terjadi pada tanggal 4-5 Mei, namun seluruh pekerja mengamini tanggal 1 Mei sebagai peringatan untuk peristiwa ini. Bagaimanapun, Peristiwa Haymarket terjadi dalam satu rangkaian aksi 1 Mei. Nestor Makhno pun menaruh penghormatan tinggi pada peristiwa ini.

Tugu peringatan Peristiwa Haymarket (D Guest Smith/Shutterstock.com)

Pada kongres internasional kedua, berdasarkan ajuan dari Raymond Lavigne, demonstrasi internasional untuk memperingati Peristiwa Haymarket ditetapkan. Kongres sosialis internasional 1904 di Amsterdam menyatakan 1 Mei sebagai hari bagi mereka untuk menuntut keadilan secara internasional.

May Day tidak lahir dari aksi hura-hura. Tidak lahir dari kegiatan darmawisata apalagi gathering kantor. May Day lahir dari sebuah gerakan masif yang menuntut hak para pekerja. Dan hari ini, May Day terus dikenang sebagai hari menuntut keadilan pekerja dunia.

Jadi, mari rayakan May Day dengan aksi langsung menuntut hak sebagai pekerja. Dengan long march, menyebar poster, atau aksi-aksi lain demi menggoyang pemangku keputusan. Rayakan May Day semampumu, sekuatmu, dan semaumu!

Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Buruh Belum Sejahtera, tapi Kemenaker Bilang Upah Minimum Kita Terlalu Tinggi.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version