Perlu beberapa kali mencoba
Jangankan wisatawan, saya yang asli orang Lamongan saja perlu beberapa kali mencoba sampai di fase menikmati kuliner ini. Iya, pertama saya mencoba, jujur saja, saya tidak suka. Saya merasa aneh dengan perpaduan bumbunya. Ada terlalu banyak varian rasa yang membuat saya kurang bisa menikmatinya.
Dalam sebuah percakapan, teman saya juga sempat mengatakan hal yang sama. Dia juga kurang suka ketika mencobanya pertama kali. Setelah agak lama, baru ia mau mencobanya lagi, itu pun menurutnya hanya sekadar enak saja, bukan yang nikmat banget.
Selain hanya dijual di Lamongan, ada satu fakta menarik lain, yakni Sego Boran ini hanya dijual oleh perempuan. Disclaimer, ini tidak ada hubungannya dengan feminisme, kesetaraan gender, atau konsep perempuan mandiri, ya.
Hal tersebut karena, konon di zaman dulu, para perempuan mengantar nasi boran ke suami-suami mereka yang sedang bekerja. Dari sana, perempuan dan sego boran memang menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Semacam menjadi branding tersendiri kalau sego boran memang harus disajikan oleh perempuan.
Meski demikian, sekali lagi, sego boran ini bukan kuliner yang cocok untuk semua wisatawan. Tapi, kalau memang penasaran, nggak ada salahnya juga dicoba. Paling tidak, kalian bakal dapat cerita setelah mencicipinya.
Btw, kalau mau merasakan sensasi mencicipi kuliner ini yang otentik, cobalah di sekitar Plaza Lamongan, atau di sisi selatan alun-alun. Kedua lokasi tersebut punya beberapa penjual yang masih menggunakan resep yang otentik. Lengkap dengan desain lesehan dan wadah nasi (boran) yang masih digunakan.
Ya, mampirlah saja. Tapi, kencangkan sabuk pengamanmu, sebab jalan di Lamongan setara dengan ujian hidup yang susah dilalui dan tidak pernah mulus.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 Dosa Penjual Pecel Lele yang Mengaku Asli Lamongan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.