Sekarang ini tontonan kita sebagian besar dikuasai oleh film atau drama dari Korea Selatan. Hal ini mau tak mau mengubah mindset di benak kita bahwa pria idaman itu yah kurang lebih kayak oppa-oppa Korea. Bermata agak sipit, kulit kuning, tubuh sedang (nggak kurus banget tapi nggak perlu berotot juga), dan dengan budaya khas Asia banget. Kurang lebih yah kayak Hyun Bin, Gong Yoo, Le Min Ho, Kim Soo Hyun, dan lain-lain.
Padahal jauh sebelum demam drama Korea ini ada, kita terlebih dahulu dicekoki dengan drama-drama khas telenovela. Para emak-emak yang mungkin hari ini kecanduan drama Korea, bisa jadi mereka-mereka ini merupakan alumni penonton setia telenovela di masa lalu. Seingat saya, drama Korea itu mulai laris manis di Indonesia sekitar tahun 2000 ke atas. Kemunculan drama Korea ini juga yang memutuskan rantai kejayaan telenovela di Indonesia.
Dulu sekitar tahun 90-an bisa dibilang telenovela ini menjadi poros tontonan setiap harinya bagi para emak-emak dalam menemani pekerjaan rumahnya. Ibu saya dulu bahkan tiap pagi sudah otewe pasar pagi-pagi dan lalu buru-buru pergi ke sawah, sehingga jam 10 teng, beliau bisa sampai rumah dan duduk anteng menyimak telenovela. Kadang juga ibu saya itu suka memindahkan sayuran dan bumbu dapur di depan TV hanya karena nggak mau ketinggalan adegan telenovela kesayangannya, tapi juga tetap harus masak untuk keluarga. Sesekali ibu juga memindahakan lapak setrikaannya di depan TV. Pagi itu adalah waktu kekuasan bagi ibu. Jangan harap bisa mengganti chanel lain saat ada jadwal telenovela.
Mau tak mau kehadiran telenovela ini akhirnya juga memengaruhi sugesti dalam pikiran kita, kalau pria idaman di masa lalu itu yah para bule-bule Meksiko dengan wajah tampan, tubuh atletis, dan rambut pirang. Makanya tak heran kan kenapa dulu banyak orang yang suka foto sama bule. Padahal mah, kalau bicara soal bule, bukankah sejak zaman penjajahan, para bule sudah berkeliaran di Indonesia? Kok mereka masih gumunan minta foto, jal?
Mengenang masa lalu tentu kita masih ingat beberapa telenovela yang cukup populer kala itu, ada Maria Mercedes, Rosalinda, Esmeralda, Marimar, Maria Cinta yang Hilang, Betty La Fea, Amigos X Siempre, Carita De Angel, atau Maria Belen. Dari beberapa deretan judul telenovela ini membuktikan bahwa peminat telenovela ini tidak sebatas para emak-emak saja, tapi para remaja dan anak-anak pun ikutan kecanduan dengan tontonan khas Amerika Latin ini. Dulu nih, saat SD teman-teman saya pada heboh setiap hari soal Amigos X Siempre. Mereka bahkan hafal semua lagu di telenovela yang satu ini.
Sebenarnya telenovela ini tak jauh berbeda dengan sinetron khas Indonesia. Episodenya cukup panjang sekitar 150-an episode, ceritanya berbelit-belit, tema yang diangkat biasanya seputar kisah percintaan si kaya dan si miskin, si tokoh protagonis selalu teraniaya, dan tokoh antogonis jahatnya nggak ketulungan. Kadang nonton telenovela ini akan membuat kita menangis sambil emosi secara bersamaan.
Saya masih ingat sekali dengan tokoh Soraya Montengro dalam telenovela yang berjudul Maria Cinta yang Hilang. Ini wanita jahatnya minta ampun. Rasa-rasanya tiap kali nonton itu pengin banget melempar sandal ke TV. Kalau dia ada di zaman sekarang, mungkin akun media sosialnya juga bakal di-bully sama netizen Indonesia kayaknya. Hehehe.
Meski waktu berlalu ternyata kenangan tentang telenovela di benak masyarakat kita itu tak benar-benar hilang. Nyatanya belum lama ini, tengah viral kembali sebutan Pulgoso. Bagi pencinta telenovela tentu sudah kenal sekali sama Pulgoso ini. Ia adalah anjing yang selalu menemani Marimar si gadis pantai yang cinta dengan lelaki kaya bernama Sergio Santibanez. Beberapa acara talkshow di TV, juga beberapa kali menggunakan nama Ciripa sebagai guyonan. Yah, Ciripa, anjing mungil nan lucu milik si kecil Dulce Maria dalam film Carita De Angel.
Tak hanya itu saja, Ruben Onsu, suami sarwenda itu pun mengaku kalau dia memberi nama anak perempuannya dengan nama Thalia itu tak lain karena terinspirasi oleh si ratu telenovela yaitu Thalia. Saya setuju banget sih, sosok Thalia itu emang telenovela banget. Si tante yang satu ini cantiknya nggak ketulungan. Bahkan saat saya sudah beranjak dewasa seperti sekarang ini dan beliau sudah semakin tua, tapi tetep saja cantiknya nggak memudar, bahkan tambah cantik saja. Saya curiga kecantikan Thalia ini sepertinya diformalin, sehingga tetap awet meski sudah tua sekalipun.
Pada akhirnya, tontonan itu bisa mengubah midset penontonnya. Selera pun juga ikutan berubah. Semoga kelak sinetron Indonesia bisa mengambil alih kejayaan tontonan di negerinya sendiri.
BACA JUGA Tips Tetap Sehat Saat Nonton Drama Korea On Going dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.