Sebegitu Pentingkah Jenis Kelamin Lucinta Luna bagi Kemaslahatan Bersama?

Sebegitu Pentingkah Jenis Kelamin Lucinta Luna bagi Kemaslahatan Bersama?

Setelah dilakukan pemeriksaan atas beberapa dokumen terkait identitas Lucinta Luna, Kamis (13/02) berdasar surat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akhirnya Polda Metro Jaya melalui Kombes Yusri Yunus selaku Kabid Humas menegaskan bahwa Lucinta Luna akan ditempatkan di sel (khusus) perempuan. Bagaimana saudara sebangsa sepengangguran, apakah sudah cukup puas?

Apa yang dilakukan oleh kepolisian serta tentu kebanyakan warga negara +62 lainnya dalam menanggapi kasus yang menjerat Lucinta Luna membuat saya terserang batuk flu dalam tiga hari terakhir. Sekarang coba Anda klik di Google dan ketik: Kasus Lucinta Luna, niscaya akan muncul beragam pemberitaan dari berbagai media nasional. Namun lucunya, rata-rata berita yang diangkat justru lebih fokus untuk  mengungkap identitas asli dari Lucinta Luna (bener-bener perempuan atau bukan?). Sehingga topik utama yang menyangkut motif Lucinta menggunakan obat-obatan terlarang tersebut menjadi tidak penting sama sekali.

Sebegitu pentingkah identitas gender Lucinta bagi Anda? Apakah dengan mengetahui siapa sebenarnya Lucinta (laki-laki atau perempuan) hutang-hutang negara bakal lunas beserta bunga-bunganya? Apakah dengan memastikan bahwa Lucinta itu ternyata perempuan jejadian, kiamat bakal di-cancel dalam durasi waktu yang tidak ditentukan? Atau apa mungkin dengan mengonfirmasi bahwa ternyata Lucinta adalah laki-laki bernama asli Muhammad Fatah harga barang-barang pokok seketika turun? Tidak juga.

Dari pihak kepolisian menuturkan bahwa pemeriksaan gender dilakukan demi memudahkan penentuan sel bagi Lucinta Luna. Kalau jelas berjenis kelamin perempuan, maka akan ditempatkan di sel perempuan. Begitu sebaliknya, kalau ternyata berjenis kelamin laki-laki, maka Lucinta akan ditempatkan di balik jeruji laki-laki. Katanya sih demi kenyamanan dan menghindari potensi terjadinya bullying.

Akan tetapi, dalih tersebut toh malah semakin menunjukkan bahwa pola pikir kepolisian kita memang dari sononya sudah ruwet. Perkara gampang digawe angel. Buktinya setelah rilis surat putusan bahwa Lucinta adalah perempuan, Lucinta justru diisolasi di sel khusus yang kabarnya jauh dari sel yang lain dan memang bakal ditempati Lucinta seorang diri. What the hell? Kenapa nggak dari awal saja langsung dijeboloskan ke sel khusus tersebut? Kenapa harus bingung nentuin jenis kelaminnya dulu kalau ujung-ujungnya sel yang bakal ditempati Lucinta bukan untuk satu jenis gender tertentu. Ah ya muspro Jenderal, musprooo.

Dari rilis surat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyebutkan kalau Lucinta Luna memang adalah perempuan transgender. Surat-surat pengajuan berpindah kelamin dari laki-laki ke perempuan juga sudah diterima dan disetujui sejak Desember 2019 lalu. Iya, si Lucinta itu perempuan jejadian. Kenapa? Apa salahnya bagi Anda? Coba inget-inget ke belakang. Apakah proses operasi kelamin yang dilakukan Lucinta di Thailand merugikan Anda secara finasial? Apakah Lucinta sempat ke rumah Anda untuk ngutang uang buat bayar tiket pesawat? Tidak juga.

Sebagaimana kita, Lucinta adalah manusia. Dia berhak memilih jalan apapun untuk dirinya sendiri. Dan kita nggak punya hak apa pun buat mengadili dia. Sangat disayangkan ketika dalam kasus ini media kita malah menggiring opini ke permasalahan gender; pilihan pribadi yang nggak semestinya kita perangi. Bagi saya, yang patut diperangi dari kasus Lucinta adalah narkoba sebagai musuh bersama, sebagai konsumsi yang jelas-jelas dilarang negara dan agama.

“Loh, Mas, berpindah jenis kelamin itu kan juga dilarang agama?”

Dalam Alquran memang dijelaskan mengenai larangan laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya, perempuan menyerupai laki-laki. Dijelaskan juga dalam Hadis bahwa larangan-larangan tersebut menyangkut atribut yang mewakili gender tertentu. Misalkan, laki-laki berarti tidak boleh pakai anting, make up, dan atribut-atribut yang umumnya dikenakan perempuan. Tapi yang saya garis bawahi, larangan tersebut merujuk larangan menyerupai lawan jenis. Maka Lucinta nggak bisa dibilang laki-laki yang menyerupai perempuan dong seharusnya, karena secara fisik dan barangkali kepribadian Lucinta sudah bertransformasi menjadi perempuan.

Istilah “menyerupai lawan jenis” barangkali ditujukan untuk para waria. Tapi nggak ada yang salah juga dengan waria. Sebab pada dasarnya manusia diciptakan dengan dua sifat bawaan: femninin dan maskulin, tergantung sifat dasar mana yang paling dominan. Dari ceramah Cak Nun saya memperoleh informasi: Alquran ternyata hanya mengkategorisasi manusia ke dalam dua jenis gender, yaitu laki-laki dan perempuan saja. Nggak ada ayat yang menyebut waria secara spesifik. Maksudnya apa? Cak Nun menegaskan bahwa untuk hal-hal yang di luar apa yang tercantum dalam Alquran, maka itu sepenuhnya urusan Allah. Manusia nggak punya hak apa pun untuk menghakimi. Benar atau salah, itu semua di luar kuasa kita.

Sekarang bayangkan saja, betapa bingungnya malaikat kalau menghadapi waria atau seorang transgender yang rajin ibadah. Mau dimasukkan neraka kok ya rajin ibadah, mau dimasukkan surga tapi kok ya melanggar agama. Pada akhirnya malaikat akan kembali menghadap Tuhan untuk meminta pertimbangan. Itu malaikat, loh, yang jelas-jelas dekat sama Tuhan. Kita ini memang hamba yang nggak tahu diri. Suka sok-sok menghukumi sendiri untuk hal-hal yang kita nggak ngerti sama sekali.

Alasan yang paling tidak masuk akal lagi adalah merasa terganggu dengan kehadiran orang-orang semacam Lucinta. Katanya bikin jijik, bikin bergidik. Kalau alasannya seperti itu, solusinya malah simple saja: ya nggak usah dilihat tho, gitu aja kok repot. Tapi ya dasar warga +62, bilangnya jijik tapi kalau lagi di kosan suka scroll Instagram Lucinta Luna. Kan, aneh. Ibarat bilang benci tapi rindu.

Tapi kembali, sebegitu pentingnya ya, status kelamin Lucinta Luna? Kasus Lucinta semakin mempertegas bahwa di hadapan kelamin kita semua sama saja.

BACA JUGA Apa Salahnya Belajar dari Lucinta Luna? atau tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version