Saya masih ingat bagaimana jiwa bocil saya bergelora saat melihat Bryan balapan dengan Dominic. Di film pertama dari Fast And Furious, kehidupan jalanan Amerika yang mirip seperti di gim GTA masih terasa kental, membuat saya terbuai dan terpana. Keren, gahar, liar, mbiying, semua disajikan dengan sangat baik. Mobil-mobil keren dengan mesin yang ganas, mampu membuat mata saya terbelalak, milik seperti di gim balapan PS2 yang saya mainkan.
Tapi, semua itu tiba-tiba berubah setelah Tokyo Drift. Seri Tokyo Drift sudah membuat saya kurang puas dan nggak terlalu asyik, lebih asyik nonton si anak penjual tahu dengan AE-86 miliknya, ketimbang nonton versi KW-nya itu. Meski harus saya akui, kematian Han adalah salah satu adegan terpenting, meski ternyata cuma tipu-tipu. Setelah Tokyo Drift, cerita dan alurnya mulai ngembrah ra karuan. Yang tadinya berkisah tentang kehidupan jalanan dan penuh aksi balap mobil, tiba-tiba berubah jadi film ala James Bond dan Mission Impossible.
Memang aksi-aksinya keren, bintang-bintang yang nimbrung juga bukan aktor dan aktris murahan dan modal terkenal doang. Tapi, jalan ceritanya agak terlalu dipaksakan kalau menurut saya. Seperti halnya saat saya menonton PPT (Para Pencari Tuhan) dan Big Bang Theory. Yang mau komen “sana bikin sendiri!” atau “emang lo bisa bikin?” Saya perbolehkan dengan senang hati, kula sumanggaaken
Selain cerita yang terkesan terpaksa dipanjang-panjangin, sisi action yang ditampilkan terkesan berlebihan. Kalau mau ngomong nggak masuk akal, saya nggak bisa. Soalnya sinetron Si Doel lebih nggak masuk akal, masa orang kayak Dul bisa diperebutkan cewek-cewek cantik. Tapi, saat melihat adegan-adegan balapan yang ajaib triknya, ledakan dari tank, alat-alat canggih, misi-misi rahasia, saya merasa film ini sudah terlalu jauh melenceng dari jati dirinya. Agak-agak sesat begitu.
Jalan cerita Fast And Furious sudah nggak sekuat dulu, seperti lebih menguatkan sisi CGI dan ledakan saja. Mungkin, kepergian Paul Walker juga berpengaruh besar pada jalan cerita. Tapi, setelah seri yang ke-4, saya sudah banyak menemukan alur cerita yang terlalu dipaksakan. Pokoknya tiap tahun makin ajaib, makin wow, makin ngembrah kemana-mana. Seolah-olah, yang terpenting adalah berantem, tembak-tembakan, ledakan, CGI, pokoknya kita hanya disuguhi kekerasan yang dibungkus dengan sangar dan keren.
Saya takut nanti film ini bernasib sama dengan sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Awalnya, saat masih FTV, menggetarkan hati, lama kelamaan jadi ruwet dan berlebihan. Saya takut makin lama ceritanya makin ngawur dan ruwet. Dom yang tadinya kita pikir hanya mas-mas suburban di California, yang kebetulan jadi semacam penguasa wilayah, ternyata berasal dari keluarga yang sangar, mafia, dan penjahat yang berkelas internasional.
Bisa jadi di masa depan, Dominic Toretto ternyata adalah putra alien dari galaksi yang jauh. Lalu alien jahat datang untuk menginvasi bumi. Untung Dom punya bapak alien yang merupakan mafia kelas alam semesta, sehingga ia dibantu. Lalu mobil Mustang milik Dom bisa berubah jadi robot yang kuat, pun mobil kawan-kawannya. Akhirnya alien jahat kalah, Dom dan kawan-kawan menjadi pahlawan bumi.
Siapa tahu juga, Dom ternyata mati, terus punya kembaran. Eh, ternyata dia nggak mati, dia pulang tapi hilang ingatan. Namanya juga film, bisa saja hal seperti itu terjadi, tinggal kita siap atau nggak melihat adegan semacam itu muncul di film Fast And Furious. Kalau saya pengin film ini rampung. Saya suka nonton film aksi, tapi nggak yang terlalu ngembrah juga. Saya cinta film Fast And Furious, karena itulah saya nggak mau film ini di-milking sampai akhirnya nanti tinggal ampas, dan hanya tersisa tembak-tembakan dan ledakan saja sepanjang film.
BACA JUGA 5 Lokasi Shooting Sinetron Indonesia yang Monoton atau tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.