Beberapa waktu yang lalu saya memiliki masalah dengan sebuah noda—agak kekuningan—yang menempel di baju koko saya. Masalahnya baju ini sering sekali saya pakai terutama saat ke Jumatan dan pernah juga saya pakai untuk salat eid. Sebagai seorang yang sepakat dengan jargon “kebersihan adalah sebagian dari iman”, saya dengan segala kemampuan saya berusaha agar noda tersebut bisa hilang. Sekali mencucinya, dua kali, tiga kali, dan noda tersebut masih tetap setia menempel di baju koko saya.
Lantas pada sekali waktu mencuci, dengan kepasrahan diri karena sudah tidak bisa membersihkan di noda ini, saya berdoa “Ya Allah, hilangkanlah noda di baju dan hati saya”. Percaya tidak percaya, kemarin—hari Jumat—setelah saya hendal memakai lagi baju koko tersebut nodanya sudah tidak ada. Saking tidak percayanya saya, beberapa kali saya bolak balik baju koko saya itu. Dan memang nodanya sudah tidak ada. Ajaib—kataku dalam hati.
Saya tidak tahu persis apa penyebab dari hilangnya noda di baju saya secara ekplisit. Apakah noda tersebut karena deterjen yang saya gunakan? Apakah karena air cucian saya beda? Waktu mencuci saya? Atau karena saya berdoa? Namun saya bisa pastikan, diantara banyaknya pertanyaan yang menjejeli kepala saya, berdoa adalah salah satu jawaban yang berusaha saya terima walau sedikit tidak masuk akal.
Ya, hasil dari doa saya memang agak sepele. Semua orang bahkan tertawa saat saya ceritakan kejadian ini. Kenapa tertawa? Karena mereka atau kita berpikir ini terlalu sepele untuk memahami kekuatan sebuah doa. “Mbok ya kalo doa yang terkabul itu ketika kamu berdoa segera dipertemukan calon istri dan segera menikah gitu lho”, celetuk seorang teman. Dan saya juga setuju dengan temanku ini. Haha.
Tapi kita melupakan bahwa doa adalah ikhtiar kita yang paling akhir setelah ikhtiar-ikhtiar yang lain telah kita laksanakan. Dan doa saya terkait noda baju saya ini adalah ikhtiar terakhir saya setelah beberapa kali saya “gagal” menghilangkannya.
Bahwa doa sebagai “last hope” harusnya menjadi usaha pamungkas kita setelah semua hal telah kita usahakan. Bahwa ada juga yang berdoa sejak awal usahanya itu sebagai sebuah penanda bahwa usaha yang dilakukannya itu sebisa mungkin sebagai bentuk kepasrahannya sejak awal kepada Yang Maha Segala Maha.
Dalam sebuah artikel saya pernah membawa tentang sebab terkabulnya doa. Pertama, bahwa keihklasan, konsisten dan menghindari kemusyrikan (menyekutukan Allah). Kedua, berdoa hendaknya bersungguh-sungguh bahwa akan terkabul. Karena kita percaya doa kita akan dikabulkan Allah. Ketiga, kita berdoa hendaknya menyebutkan nama atau sifat Allah. Dan yang Keempat, kita juga harus terbiasa dengan berdoa pada waktu-waktu yang istimewa akan terkabul doanya menurut pandangan agama.
Dari keempat hal diatas, terkait dengan noda baju dan kekuatan sebuah doa, hampir semua tahap telah saya alami. Saya berusaha konsisten membersihkan baju saya san tentu saja secara ikhlas walau saya tidak tahu apakaha saya musyrik atau tidak. Saya juga bersungguh-sungguh berdoa dalam usaha terakhir saya. Benar-benar pasrah memberikan segalanya. Tidak ada lagi, tapi ini, tapi itu, dan tapi-tapi yang lain. Selanjutnya, saya berdoa dengan menyebut “Ya Allah”. Dan yang paling terakhir saya melakukan doa dan kegiatan mencuci saya (yang menghilangkan noda baju saya) pada hari jumat. Sehingga terpenuhi semua sebab terkabulnya doa.
Dari sedikit uraian diatas, kita bisa mempercayai sesuatu hal. Bahwa doa adalah hal dogmatis. Maka hal-hal yang terjadi setelahnya tentu adalah sebuah hal yang kadang di luar nalar kita sebagai mahluk rasional. Saya beikhtiar dengan mencuci, lantas ada terselip doa disana. Sebagai mahluk yang berpikir logis, apa istimewanya doa saya. Toh doa atau tidak doa, tetap saja harusnya cukup dengan ikhtiar mencuci saja noda di baju saya bisa hilang. Beda ketika hanya berdoa tanpa ikhtiar, lantas saya berharap noda di baju saya bisa hilang.
Banyak dari kita sekarang ini terlalu menyepelekan kekuatan doa. Mereka lebih memilih berikhtiar sebesar-besarnya namun tidak ada selipan doa macam apapun didalamnya. Atau banyak juga yang berdoa tapi melupakan esensi dari berikhtiar.
Kita bisa belajar dari usaha saya ingin menghilangkan noda dengan dia dan ikhtiar saya. Bahwa seharusnya berdoa dan berusaha bisa berjalan berbarengan. Tidak ada yang paling depan atau paling belakang. Doa dan ikhtiar seharusnya adalah sebuah kesatuan. Dan kita juga harus mempercayai kesatuan keduanya.