Saya Kini Curiga dengan Rumah Makan Murah, dan Saya Nggak Asal Omong

Saya Kini Curiga dengan Rumah Makan Murah, dan Saya Nggak Asal Omong

Saya Kini Curiga dengan Rumah Makan Murah, dan Saya Nggak Asal Omong (Pixabay.com)

Belakangan ini sikap saya terhadap makanan yang harganya kelewat murah mulai berubah. Kalau dulu saya suka banget makan di tempat-tempat yang harganya sangat terjangkau. Terlebih ketika masih jadi anak kuliahan, saya cenderung mengutamakan untuk makan di rumah makan murah. Lebih spesifik lagi, yang paling murah, sekali pun jaraknya jauh dari kost.

Sekarang, saya malah ragu-ragu dengan tempat makan yang harganya kelewat murah. Mungkin perubahan sikap ini karena kondisi ekonomi yang membaik. Ditambah tempat domisili saya saat ini di Sulawesi rata-rata harga makanannya lumayan mahal. Jauh berbeda dengan harga makanan di tempat saya kuliah dulu yaitu Semarang, yang masih agak banyak santapan dengan harga terjangkau.

Keraguan saya ini bukan bermaksud menuduh apalagi fitnah. Biar kamu juga nggak berprasangka macem-macem terhadap keraguan saya, izinkan saya menceritakan latar belakang keraguan pribadi terhadap tempat makan yang kelewat murah.

Rasa menu rumah makan murah yang mencurigakan

Dulu, sewaktu masih kuliah, saya sama sekali nggak peduli soal rasa makanan. Asal murah dan nggak kadaluwarsa, saya bakal sikat itu makanan. Mengingat dulu mulut dan perut saya kayak karung rombeng. Apa saja bisa masuk. Makanya, rumah makan murah selalu jadi pilihan saya.

Akan tetapi, sekarang saya sedikit lebih concern terhadap rasa makanan. Daripada saya mengkonsumsi makanan dengan rasa biasa aja apalagi nggak enak di luaran, mending saya masak sendiri di rumah. Sudah jelas sesuai selera serta lebih hemat.

Oke, ini masih debatable, lagian masak di rumah jelas lebih terkontrol, jadi argumennya agak nggak valid. Tapi, yang selanjutnya mungkin bisa lebih masuk akal.

Kualitas bahan baku

Di masa lampau, saya lebih mementingkan kuantitas dan harga makanan ketimbang bahan baku pembuatannya. Buat apa bahan baku makanannya berkualitas, kalau harganya mahal dan kuantitasnya sedikit. Nggak bikin kenyang perut saya. Lagi-lagi, rumah makan murah jadi tujuan utama dan satu-satunya.

Tetapi, kini saya mulai menyadari pentingnya tau bagaimana kualitas makanan yang kita telan. Pasalnya, segala makanan yang masuk ke mulut dapat memengaruhi kesehatan manusia. Ini kita udah kerja lho, badannya diremuk-remuk kerjaan, masak masih dikasih asupan yang bikin remuk juga? Yo ra wangun to.

Kebersihan

Kebersihan merupakan salah satu hal vital dalam dunia kuliner. Ini kebersihan dalam bentuk apa pun ya. Termasuk alat makan, meja makan, sampai tempat cuci tangan atau toiletnya. Basically, seluruh unsur rumah makan wajib bersih. Makanya Gordon Ramsay itu selalu ngamuk jika kebersihan dapur dan bahan makanannya nggak dijaga. Liat aja di Kitchen Nightmares, semua resto yang problematik pasti dapurnya kotor parah.

Sayangnya, tak sedikit oknum penjual makanan kurang memperhatikan kebersihan. Memang kurang resiknya nggak sampai bikin perut saya mules-mules. Cuma makanannya akan terasa lebih higienis dan menggugah selera bila sang pedagang memperhatikan pula kebersihan semua sarana dagangnya. Menu murah nggak bikin kalian malas bersih-bersih kan?

Kenyamanan tempat

Terus terang, kenyamanan tempat bukan prioritas utama yang saya perhatikan. Kendati demikian, banyak pembeli yang memperhatikan betul kenyamanan rumah makan. Kalau bisa malah bukan hanya nyaman saja. Harus instagrammable pula.

Hal seperti ini yang agak kurang dilihat penjual makanan yang harganya kelewat terjangkau. Kadang mereka terlalu selalu fokus pada harga makanan doang. Bukan pada pengalaman makan di sana. Padahal, pengalaman makan yang unik, menyenangkan, dan menarik dapat mendorong pembeli untuk repeat order.

Lagi-lagi, debatable. Bagaimanapun, pembeli nggak akan menuntut banyak pada rumah makan murah. Tapi kalau nyaman juga nggak ada salahnya to?

Baca halaman selanjutnya

Cari untung apa cari pahala sih?

Ada untungnya nggak sih rumah makan murah tuh?

Saking murahnya beberapa tempat makan yang pernah saya kunjungi, saya jadi bertanya-tanya dalam hati, ini penjualnya ada untungnya nggak ya. Mengingat harga-harga barang mulai merangkak naik. Bukan malah turun.

Atau, jangan-jangan para penjual makanan kelewat murah ini aslinya bukan pedagang. Melainkan orang dermawan berkedok penjual makanan. Jadi, mereka sebenarnya setiap harinya jual rugi. Tindakan ini dilakukan guna menutupi kedermawanannya.

Khawatir dengan gaji pegawai rumah makan murah 

Rumah makan murah umumnya nggak mempekerjakan karyawan. Hanya sang pemilik yang memasak sampai melayani pembeli. Paling sedikit-sedikit dibantu anaknya. Tentu keputusan ini dilakukan agar dapat menekan biaya produksi.

Tetapi, ada pula tempat makan yang harganya kelewat murah mempekerjakan karyawan. Saya khawatir karyawannya digaji dengan kurang layak atau ada tindakan semena-mena lain dari pemilik. Maklum, saya ini berkaca pada pabrik es krim murah meriah yang banyak didemo dan dituntut karyawan serta eks pekerjanya karena berbagai kasus.

Begitu sekiranya latar belakang yang membuat saya kini agak ragu makan di rumah makan murah. Ketahuilah harga bukan satu-satunya pertimbangan dalam menentukan keputusan membeli. Ada perkara-perkara lain yang tak kalah penting.

Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 3 Alasan Nasi Padang Jadi Makin Murah Dibanding Nasi Warteg

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version