Layaknya anak muda masa kini, saya juga sering mengalami overthinking ketika saya sudah siap terlelap di malam hari. Hal aneh yang menjadi topik overthinking saya malam itu, yaitu tentang mobil keluarga saya. Saat ini mobil keluarga saya adalah Toyota Kijang seri LSX keluaran 2004. Mobil ini telah menemani keluarga kami semenjak sembilan tahun silam. Lantas hal apa yang menjadikan sebuah mobil keluarga tiba tiba ada di pikiran saya saat itu?
Jika produsen mobil lain telah berinovasi dengan menambahkan fitur-fitur canggih, tidak dengan Toyota. Saya berasumsi bahwa sepertinya Toyota menanamkan sesuatu pada seri mobil Kijang yang mereka produksi. Bukan GPS atau sensor parkir melainkan susuk.
Seperti yang sedang ramai dibicarakan di media sosial, susuk merupakan jimat yang konon bisa meningkatkan daya tarik penggunanya. Wujud dari susuk sendiri adalah sebuah jarum yang biasanya terbuat dari logam mulia yang kemudian ditanamkan oleh dukun ke beberapa spot tertentu. Namun hal itu berlaku untuk manusia, lalu bagaimana dengan sebuah mobil?
Entah apa yang menjadi pertimbangan bapak ketika memilih mobil. Kijang selalu menjadi opsi utama dari banyaknya mobil keluarga lainnya. Bagaimana tidak, keluarga saya sudah pernah memilliki empat seri mobil Kijang. Dari seri kotak sampai kapsul yang saat ini kami gunakan.
Hal ini juga dikuatkan dengan argumen bahwa Toyota terkenal bandel dan perawatannya mudah. Tak jarang ketika saya sedang membawa mobil ini kerumah teman atau bahkan di kampus sekalipun para “orang tua” selalu memuji bahwa Kijang adalah mobil yang bagus.
Komentar dari bapak-bapak yang paling sering saya terima adalah jika mengendarai Kijang yaitu “Tumpakane penak”. Saya sendiri pun mengakui, memang seenak itu saat dikendarai. Handling-nya anteng, mesinnya halus, respon gas yang stabil, dan yang pasti bertenaga.
Beberapa kali kakak saya sempat membawa pulang mobil dagangan dengan seri yang berbeda-beda, di antaranya ada Avanza, Honda Jazz, Terios, dan Grand Livina. Namun, setiap kali bapak mengendarai mobil tersebut, hanya satu komentarnya, yaitu “penakan mobile Bapak” yang merujuk kepada si Kijang. Sepertinya bapak sudah terlanjur nyaman dan enggan untuk berpaling ke lain mobil atau memang benar adanya jika Toyota menanamkan susuk pada mobil seri Kijang.
Jika dilihat dari jejak digital bapak di komputer pribadi saya, dapat ditemukan keyword yang paling banyak dicari oleh beliau di forum jual beli hingga ke YouTube adalah Kijang. Ada pengalaman yang membuat keluarga saya geleng kepala yaitu ketika bapak menjual mobil pick up yang mana mobil itu adalah Kijang kotak atau sering dijuluki Kijang Doyok tahun 1986. Mobil tersebut secara umum kondisinya masih bagus dan tidak rewel.
Selang dua hari setelah laku terjual bapak langsung membawa pulang mobil dengan jenis yang sama, dengan harga yang sama. Yang jadi pertanyaan adalah untuk apa beliau repot-repot menjual jika pada akhirnya kembali membeli mobil yang serupa dengan harga dan kondisi yang sama?
Untuk kekurangan dari Kijang seri LSX tahun 2004 mungkin hanya ada di fitur penunjangnya. Mulai dari tidak adanya sensor parkir, head unit bawaan yang sudah terlalu kuno untuk saat ini karena tidak ada fitur bluetooth, kekedapan kabin yang tidak terlalu baik, dan desainnya yang tidak anak muda banget.
Sejatinya fitur-fitur itu tidak terlalu diperlukan karena kebanyakan para pengguna Kijang umumnya adalah orang tua. Untuk apa sensor parkir jika mereka sudah sangat fasih dan hapal betul bentuk dan dimensinya. Head unit bluetooth? Tidak berpengaruh selama radio MBS FM mengudara dan penjual CD campursari bajakan masih banyak dijumpai.
Namun, demikian saya ingin berterima kasih kepada Kijang karena telah menemani saya dan keluarga saya dari masa ke masa. Akan sangat mengesankan jika di masa depan saat saya sudah berkeluarga tetap memilih Kijang sebagai garda depan segala urusan transportasi sama seperti bapak saya.
BACA JUGA Mobil Kijang LGX: Tetap Nyaman meski Ketinggalan Zaman