Saya Beralih ke Tri Gara-gara Muak dengan Kelakuan Telkomsel yang Makin Lama Makin Nggak Masuk Akal

Dear Telkomsel, Kamu Memang Baik tapi Lebih Baik Kita Putus. Setia sama Kamu Sama Aja Rela Bangkrut! tri

Dear Telkomsel, Kamu Memang Baik tapi Lebih Baik Kita Putus. Setia sama Kamu Sama Aja Rela Bangkrut! (unsplash.com)

Kesabaran manusia, pada akhirnya, akan menemui batasnya. Itu yang saya rasakan terhadap Telkomsel, dan akhirnya beralih ke Tri.

Saya akhirnya muak dan tidak menjadikan kartu ini sebagai kartu utama setelah hampir satu dekade. Ini semua gara-gara kebijakan masa aktif yang menurut saya tololnya minta ampun. Sudah paketannya mahal, nambah masa aktifnya pelit, rasanya saya kayak diakali oleh Si Merah.

Sekarang bayangin, saya selalu beli pulsa 200 ribu. Niatnya, biar nambah masa aktifnya panjang, yaitu 90 hari. Toh paketan internet yang biasa saya pakai harganya 110 ribu. 90 sisanya bisalah untuk langganan Vidio dsb. Masalahnya, saya kira nambahnya bakal 90+90 kayak gitu tiap bulan. Ternyata, tidak. Masa aktifmu diitung dari kamu beli.

Misalnya nih, Januari kamu beli pulsa 200 ribu, kamu dapat perpanjangan 90 hari. Harusnya Januari-Februari-Maret. Nah, kamu beli pulsa lagi 200 ribu di bulan Februari. Lumrahnya nih di mana-mana, masa aktif tambahannya diitung dari Maret kan? Nah ini nggak. Kalau Telkomsel, ya diitungnya dari Februari, dari kamu beli pulsa. Ngerasa goblok nggak bacanya?

Oke, saya masih agak nggak masalah. Ya saya tidak bermasalah karena ya terpaksa aja aing pake ini nomor. Udah telanjur lama, banyak orang menghubungi saya pakai nomor Telkomsel ini. Kalau pindah, jadi masalah besar.

Tapi suatu hari, saya iseng daftar e-sim Tri. Kebetulan di kampung saya, yang bagus justru Tri, bukan Telkomsel. Ketika saya tahu harga paketan dan total pertambahan masa aktifnya benar-benar masuk akal, saya putuskan untuk tidak lagi menggunakan nomor Si Merah.

Baca halaman selanjutnya: Liat paketan Tri jadi ngerasa goblok…

Liat paketan Tri, jadi ngerasa goblok

Saya merasa bodoh ketika melihat harga paketan Tri. Gimana nggak merasa bodoh, dengan paketan seharga 47 ribu, saya dapat kuota totalnya 24 GB. Meski tidak pas 30 hari, tapi menurut saya itu murah banget. Lagian tinggal beli pulsa 100 ribu, nanti otomatis perpanjang. Perpanjangan masa aktifnya juga lumayan. Saya isi pulsa 100 ribu, harusnya sih cuman dapat 30 hari perpanjangan. Tapi setelah saya lihat masa aktif, Januari 2025. Padahal saya beli pulsanya September.

Lah, ini mah Telkomsel lewat, kalah jauh.

Untuk harga yang sama, di Telkomsel saya cuman dapet kuota dengan masa aktif seminggu. CUK SEMINGGU, NGGO NGOPO. Terlebih nomor saya nomor dengan umur yang lama, katanya sih, makin tua kartunya, makin mahal paketannya. Kalau itu terbukti benar, orang yang memutuskan kebijakan ini wajib kita sumpahi.

Hal lain yang bikin saya beralih ya perkara sinyal. Menurut saya, nggak masuk akal kalau ada daerah yang sinyal Telkomselnya jelek. Nggak masuk akal. Wong plat merah lho, infrastrukturnya ya mesti jauh lebih kuat ketimbang yang lain.

Tapi nyatanya, di kampung saya, yang nggak jauh dari pusat kota (nggak sampe 10 kilometer), sinyal Telkomsel kayak ada dan tiada. Malah Tri, provider yang kerap dianggap sebagai provider orang miskin yang punya sinyal bagus.

Coba, apa nggak aneh?

Telkomsel jangan gini-gini amat

Sekarang, saya sudah mempercayakan internet pada Tri. Lagian perbedaan kecepatannya juga nggak sejauh itu. Kayak nggak ada lagi alasan untuk pakai Telkomsel, setidaknya bagi saya. Ya apesnya saya aja yang udah telanjur lama pakai ini nomor. Mau pindah, urusan jadi runyam, jadi yang saya lakukan tiap bulan tinggal isi pulsa aja.

Kalau bisa pindah full mah, aing pindah sekarang.

Telkomsel mau nggak mau harus berbenah. Setidaknya ya jangan gini-gini amat lah nyari untungnya. Apalagi untuk para pengguna setia, bukannya dapet privilege, malah kayak dianggap sepele. 

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Telkomsel, Provider Seluler yang Diskriminatif

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version