Ada kalimat lama yang bilang “Pikir dua kali sebelum ke Kebumen.” Dulu, kalimat itu bukan sekadar bercanda. Itu peringatan serius.
Saya ingat betul masa-masa itu. Saat ditanya asal, jawaban “Kebumen” sering disambut dengan senyum simpati. “Oh, ya… jauh ya ke sana?” atau “Jalan ke sana masih rusak kan?” Bahkan ada yang lebih blak-blakan, “Emang ada apa di sana?”
Pertanyaan-pertanyaan itu memang menyakitkan, tapi jujur saja, sulit dibantah. Kebumen memang kota yang… ya begitulah. Bukan kota besar seperti Semarang, nggak happening seperti Jogja, dan nggak punya industri sekuat Cilacap. Kami hanya kota kecil yang dilalui orang dalam perjalanan ke tempat lain.
Akses transportasi? Jangan ditanya. Jalan menuju Kebumen berlubang sana-sini. Kalau mau ke Jogja atau Purwokerto, siap-siap mental menghadapi perjalanan yang melelahkan.
Titik balik Kebumen yang nggak terduga
Tapi lima tahun terakhir ini, Kebumen berubah drastis. Dan saya nggak lebay.
Transformasi dimulai dari hal paling mendasar, yaitu infrastruktur jalan. Pemkab mulai serius membenahi kondisi jalan.
Tahun 2022, anggaran perbaikan jalan mencapai Rp113 miliar. Bukan main-main. Tahun 2025 ini, pembangunan jalan mencapai 48,05 kilometer yang tersebar di 59 titik di 23 kecamatan dengan anggaran Rp138 miliar.
Yang lebih penting lagi, semua proyek jalan sekarang menggunakan konstruksi beton, bukan aspal. Kenapa? Karena jalan-jalan di kabupaten ini banyak yang melewati daerah pegunungan dan dilalui kendaraan berat. Beton lebih tahan lama. Ini bukan solusi tambal sulam lagi, tapi pembangunan yang benar-benar sustainable.
Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) juga dipasang di 399 titik dengan anggaran lebih dari Rp4,6 miliar. Dulu, malam di sini gelap gulita. Sekarang? Jalan-jalan utama terang benderang. Orang jadi lebih berani keluar malam, ekonomi malam mulai bergerak.
Game changer: UNESCO Global Geopark Kebumen
Tapi yang benar-benar mengubah nasib Kebumen adalah pengakuan UNESCO Global Geopark pada April 2025. Jadi, Geopark Kebumen, yang dijuluki “The Glowing Mother Earth of Java,” resmi menjadi bagian dari UNESCO Global Geoparks.
Ini bukan prestasi sepele. Indonesia hanya punya 12 geopark yang diakui UNESCO, dan Kebumen salah satunya.
Geopark ini mencakup 22 dari 26 kecamatan, dengan 42 geosite, 9 tangible culture site, 15 intangible culture site, dan 8 biosite. Mulai dari Karangsambung dengan batuan tertua di Pulau Jawa, Gua Jatijajar yang eksotis, hingga Pantai Menganti yang sekarang jadi ikon wisata Jawa Tengah.
Pengakuan UNESCO ini langsung mengangkat citra Kebumen. Tiba-tiba, Kebumen jadi destinasi wisata yang disegani. Bukan lagi sekadar “kota yang dilalui,” tapi “kota yang dituju.”
Ekonomi tumbuh, kuliner berkembang
Dampak paling nyata adalah pertumbuhan ekonomi. Tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Kebumen mencapai 5,74% atau tertinggi se-Jawa Tengah. Angka kemiskinan juga turun di tahun 2025.
Sektor kuliner dan ekonomi kreatif berkembang pesat. Kapal Mendoan pusat kuliner dua lantai di Alun-alun Kebumen dibangun dengan anggaran Rp4,3 miliar untuk menampung 170 PKL. Alun-alun yang dulu serabutan sekarang rapi dan tertata.
Di Gombong, kafe-kafe kekinian mulai bermunculan. Kopi Klotok, Kafe Urban Vibes, hingga Ndalem Singo Kafe dan Resto yang mengusung konsep tempo dulu dan budaya Jawa. Bukan cuma tempat nongkrong, tapi juga jadi spot foto yang instagramable.
Event-event besar juga rutin digelar. Kebumen International Expo (KIE) yang diadakan selama delapan hari berturut-turut mendatangkan ratusan ribu pengunjung dari berbagai daerah. Kebumen Fest 2025 yang mengusung tema “Kebumen to the World” bahkan kebanjiran pendaftar UMKM target 100 booth, yang mendaftar 200 booth.
Tol Cilacap-Jogja: Masa depan yang cerah
Tapi yang paling bikin excited adalah proyek tol Cilacap-Jogja yang konstruksinya dimulai dari Kebumen sejak 2024. Tol sepanjang 171,25 kilometer ini akan punya 3 interchange di Kebumen, antara lain IC Gombong, IC Kebumen, dan IC lainnya.
Proyek dengan investasi Rp38,47 triliun ini akan menghubungkan kami dengan Jogja, Cilacap, bahkan sampai Jawa Barat lewat Tol Getaci. Bayangkan, perjalanan Kebumen-Jogja yang dulu butuh 3-4 jam, sebentar lagi mungkin bisa cuma 1,5 jam.
Sebanyak 53 desa di 15 kecamatan terdampak pembangunan tol ini. Daerah-daerah yang dulu terisolasi tiba-tiba jadi strategis. Harga tanah naik, investor mulai lirik, peluang usaha terbuka lebar.
Reaksi orang luar yang kaget melihat perubahan Kebumen
Yang paling memuaskan adalah reaksi orang-orang dari luar yang baru datang sekarang. Mereka shocked.
“Kebumen sekarang udah kayak gini?”
“Kok bersih banget sih jalanannya?”
“Ada kafe kekinian juga di sini?”
Bahkan teman saya yang orang Jogja sempat bilang, “Saya mikir sini tuh masih kampung. Ternyata sekarang jadi lebih rapi ya.”
Stigma lama perlahan terkikis. Generasi muda yang dulu pengen cepat-cepat kabur ke kota besar, sekarang mulai mikir dua kali. “Kayaknya di Kebumen juga oke nih.”
Bahkan ada yang memilih balik setelah merantau bertahun-tahun. Peluang kerja mulai terbuka, biaya hidup lebih murah, tapi kualitas hidup nggak kalah dari kota besar.
Bukan tanpa PR
Tentu saja, Kebumen nggak langsung jadi perfect. Masih banyak PR. Transportasi publik masih terbatas. Beberapa daerah masih perlu perbaikan infrastruktur. Kemiskinan masih jadi fokus utama RPJMD 2025-2029.
Tapi yang jelas, mindset sudah berubah. Dulu, Pemkab cuma bisa meratapi nasib. Sekarang, mereka aktif bikin kebijakan dan program yang konkret. Event demi event digelar untuk menggerakkan ekonomi lokal. Pembangunan infrastruktur bukan lagi janji kosong.
Yang paling penting, masyarakat sendiri sekarang lebih bangga dengan kotanya. Nggak lagi malu bilang “Saya orang Kebumen.” Malah dengan bangga bilang, “Iya, saya dari Kebumen. Udah main ke Geopark belum? Ke Pantai Menganti kapan?”
Redemption arc yang nyata
Kalau ada yang bilang, “Kota itu nggak bisa berubah dalam waktu singkat,” kami adalah bukti nyata bahwa itu salah.
Tujuh tahun yang lalu, Kebumen adalah kota yang jarang disorot. Sekarang, kami adalah kota yang diincar. Dari “Pikir dua kali sebelum ke Kebumen” menjadi “Kapan ke Kebumen lagi?”
Transformasi ini bukan keajaiban. Ini hasil kerja keras pemerintah daerah, dukungan masyarakat, dan timing yang tepat dengan berbagai proyek nasional. Kami nggak lagi jadi kota pinggiran yang cuma jadi jalur transit. Kami adalah destinasi.
Dan yang paling bikin bangga? Kami sekarang disejajarkan dengan Jogja dan Purwokerto. Bukan karena kami jadi sama persis dengan mereka, tapi karena kami punya identitas dan keunggulan sendiri.
Dulu malu bilang orang Kebumen. Sekarang? Bangga setengah mati.
Penulis: Alifia Putri Nur Rochmah
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
