Melihat dan memegang langsung dua produk ponsel lipat Android besutan Samsung sebelumnya, Galaxy Fold dan Galaxy Z Flip, saya sedikit kecewa. Fold memiliki bobot yang tidak ringan dengan layar luarnya yang kecil dibandingkan ruang yang tersedia, bahkan di menu hanya muat ikon untuk tiga baris. Z Flip tampil cantik dengan dimensi dan bobot yang menarik, tetapi ada bagian engsel yang sedikit tajam dan mungkin mengganggu. Belum setahun rasanya menyambut kedatangan mereka berdua, Samsung sudah meluncurkan penerus Fold yaitu Galaxy Z Fold 2.
Penamaan produk ini memang tergolong tepat. Kemampuan konversi instan dari ponsel ke tablet dan sebaliknya ala Fold bersatu dengan keindahan estetis dan kemampuan melipat sembilan puluh derajat dari Z Flip, jadilah Galaxy Z Fold 2.
Ketika dilipat secara penuh, tampak bak Galaxy Note20
Layar depan kini bisa memaksimalkan ruang yang tersedia demi tampilan yang nyaman layaknya ponsel pintar Android pada umumnya, hanya saja engsel jelas terlihat khususnya bagi pengguna unit dengan warna mystic bronze. Terdapat punch hole kecil di tengah layar untuk meletakkan kamera selfie, sama seperti Galaxy Note20. Bodi belakangnya juga menyerupai Galaxy Note 20, termasuk susunan kamera belakang yang sama-sama terdiri dari tiga lensa.
Penampilan dan dimensi yang tidak berbeda jauh ini sesungguhnya juga signifikan dalam angka. Note20 menggunakan layar 6,7 inci beresolusi 2400×1080 (dengan aspect ratio 20:9) alias sudah memenuhi standar full HD, sedangkan Galaxy Z Fold 2 menggunakan layar 6,23 inci beresolusi 2260×816 (dengan aspect ratio 25:9) yang tampil lebih meninggi dan hanya bisa memaksimalkan kemampuannya pada konten beresolusi HD (720p). Refresh rate-nya sama, mentok di 60 Hz.
Ketika dibuka lipatannya, muncullah sebuah tablet
Ketika “Note20” ini dibuka lipatannya, muncullah sebuah tablet dengan layar berukuran 7,6 inci dengan resolusi 2208×1768 yang bisa digunakan untuk membuka tiga aplikasi sekaligus. Dimensinya kurang lebih setara Galaxy Tab 2 7.0 dan masih lebih tipis bedanya (6,9 mm di Z Fold 2 vs 10,5 mm di Tab 2). Ukuran layar yang lebih besar ini disebabkan bezel Z Fold 2 yang lebih tipis dan penggunaan punch hole sekali lagi di bagian tengah layar sebelah kanan. Ruang yang termakan memang jauh lebih kecil dibandingkan notch untuk dua kamera selfie yang diletakkan di pinggir kanan layar tablet milik Fold, tetapi entah mengapa saya justru lebih suka Fold.
Penempatan notch milik Fold memudahkan penggunanya ketika hendak melakukan selfie di mode tablet, baik dalam posisi portrait maupun landscape. Tampilan yang hilang juga ada di pinggir sehingga tidak terkesan aneh. Bagaimana dengan notch milik Galaxy Z Fold 2 yang di tengah tidak dan di pojok pun tidak? Agak janggal dan mengganggu sih.
Ketika dilipat sembilan puluh derajat, mengingatkan kita akan Nokia Communicator
Dengan ponsel pintar biasa, mengedit dokumen Word terasa kurang nyaman jika dilakukan di mode landscape karena sebagian ruang pada layar dihabiskan oleh keyboard virtual. Mengikuti webinar atau video call dengan kamera menyala juga sulit dilakukan tanpa terus memegang perangkat atau menggunakan alat bantu. Banyak pihak memilih penggunaan laptop sebagai solusi, tetapi haruskah laptop sebesar itu?
Kemampuan Galaxy Z Fold 2 untuk dilipat tepat sembilan puluh derajat mengingatkan saya pada era Nokia Communicator. Kita bisa menggunakannya untuk mengetik dengan satu layar sebagai penampil dokumen dan satu layar lagi sebagai keyboard. Memang sih, keyboardnya tetap virtual dan bukan fisik seperti si Communicator atau laptop, tetapi ini memberikan pengalaman lebih baik dibandingkan mengetik dalam mode landscape di ponsel pintar lainnya.
Mengikuti webinar serasa di laptop tanpa perlu intervensi alat bantu atau dipegangi terus menerus juga bisa. Di sinilah peran penempatan punch hole yang sebelumnya dikatakan aneh itu terjadi. Setelah dilipat, kamera selfie tepat terletak di tengah layar yang menghadap ke arah pengguna sehingga cara menggunakannya sama saja seperti ponsel pada umumnya dengan kamera selfie di tengah dan pada mode landscape.
Tablet Android gahar dengan refresh rate layar di 120 Hz, ukuran layar yang tidak terlalu besar, dan prosesor Qualcomm Snapdragon 865+
Kita sering dibuat kecewa dengan ponsel seri S dan Note besutan Samsung yang datang resmi ke Indonesia karena prosesor yang dipilih adalah Exynos. Sama seperti Fold dan Z Flip, Z Fold 2 tidak main-main dan datang dengan prosesor terbaik dari Qualcomm saat ini, Snapdragon 865+. Ya, per tulisan ini ditulis, penggunanya yang datang resmi ke Indonesia baru Galaxy Tab S7 dan S7+, Galaxy Z Fold 2, dan ASUS ROG Phone 3.
Layar 120 Hz di tablet memang sudah ada sejak iPad Pro edisi 2017, tetapi bagi pengguna Android memang baru ada di Galaxy Tab S7 dan S7+. Ukurannya pun jumbo, 11 inci untuk S7 dan 12,4 inci untuk S7+. Z Fold 2 menjawab keinginan Anda untuk bermain game di tablet (bukan mode ponselnya ya) dengan refresh rate tinggi, prosesor terbaik, dan layar tidak sebesar dua tablet itu. Perlu dicatat, jika Anda ingin menggunakan refresh rate setinggi itu di mode ponsel, kesalahan besar telah terjadi dan lebih baik melirik ROG Phone 3 dengan refresh rate yang lebih tinggi yaitu 144 Hz. Kapan lagi bisa punya tablet yang enak diajak gaming dan bisa dengan cepat dikonversi menjadi ponsel yang tampil elegan serta tetap profesional untuk digunakan sehari-hari, ya kan?
Prosesor sama-sama Snapdragon 865+, RAM sama-sama 8GB, ROM sama dengan Tab S7+ (256GB) dan unggul dari ROG Phone 3 yang hanya berbekal 128GB, terlihat menjanjikan di atas kertas. Begitu melihat kapasitas baterainya, Galaxy Z Fold 2 dengan ukuran layar tablet di 7,6 inci hanya memiliki 4500mAh alias setara ponsel flagship biasa dan ROG Phone 3 dengan layar berukuran 6,6 inci dibekali dengan baterai 6000mAh. Bedanya? Jelas, jangan berharap bermain game di Z Fold 2 bisa selama di ROG Phone 3 ya dan memang segmennya sudah berbeda. Menurut GSMArena, endurance rating Z Fold 2 di mode tablet dengan refresh rate layar 120 Hz mencapai 81 jam ketika ROG Phone 3 dengan refresh rate layar 144 Hz mencapai 120 jam.
GSMArena juga mencatat bahwa Galaxy Z Fold 2 rentan terhadap thermal throttling alias performa menjadi tidak maksimal. Hasil pengujian AnTuTu pada unit mereka dengan RAM 12GB (di Indonesia hanya 8GB) membukukan skor sedikit lebih rendah dibandingkan Tab S7+ (tergolong wajar mengingat ukuran layar yang jumbo) dan lebih rendah sekitar sepuluh persen dibandingkan ROG Phone 3. Setidaknya, tetap lebih baik dibandingkan sebagian besar tablet dan ponsel pintar Android di pasaran.
Catatan lain yang perlu diperhatikan bahwa dalam mode tablet, Z Fold 2 ini tergolong sedikit lebih tebal dibandingkan iPad Mini (2019) dengan ukuran layar yang tidak berbeda signifikan, tepatnya produk Apple itu memiliki ketebalan hanya 6,1 mm. Z Fold 2 memang lebih ringan secara bobot (283 gram, versus iPad Mini yang melebihi 300 gram), tetapi tebalnya mungkin memainkan peranan yang signifikan. Ketika saya hands-on Fold dengan tebal saat tidak dilipat yang juga 6,9 mm dan bobot 263 gram, rasanya lebih berat dibandingkan si iPad Mini dan bahkan terhadap Galaxy Tab 2 7.0 dengan bobot mencapai 345 gram.
Hal-hal yang disayangkan
Galaxy Z Fold 2 didesain menjadi sentralnya berkomunikasi, bekerja, dan bermain sekaligus. Idealnya, baterai bisa bertahan betul-betul selama sehari penuh. Akan tetapi, hal ini sulit tercapai karena ketebalannya ketika dilipat sudah mencapai 16,8 mm, hanya selisih kapasitas baterai sebesar 120 mAh dari Fold yang memiliki baterai berkapasitas 4300 mAh dan ketebalannya 15,5 mm.
Jika dibuat lebih tebal lagi, ponsel menjadi berat dan tidak enak digenggam. Mengejar Energizer P18K dengan ketebalan 22 mm? Kapasitas baterai paling hanya naik ke sekitar 5000mAh dan saya tidak yakin ada yang mau membeli ponsel lipat premium setebal itu. Maka, kebingungannya adalah, mengapa Samsung hanya memberikan fast charging berdaya 25W? Huawei Mate Xs, sesama ponsel lipat, bisa memberikan daya hingga 55W. Jika kapasitas baterainya kecil tetapi mengisinya cepat, tentu masalah tidak sedemikian besarnya.
Perlu dicatat juga bahwa meski tampilan luarnya mirip Galaxy Note20 dan performanya segahar Galaxy Tab S7+, penggunaan ultra thin glass untuk layar Z Flip 2 membuatnya tidak bisa digunakan bersama S Pen. Jadi, bagi kalian yang senang menulis dan menggambar bak seperti di atas kertas, ponsel lipat ini juga bukan pilihan yang tepat bagi kalian.
Pukulan lain adalah memori RAM dan ROM Galaxy Z Fold 2 (masing-masing 12GB dan 512GB) yang kompak lebih kecil dari Fold (masing-masing 8GB dan 256GB). RAM ponsel bukanlah sesuatu yang upgradable, demikian pula dengan tidak adanya kemampuan ekspansi memori berbasis kartu microSD di ponsel ini.
Toh, bagaimanapun juga, Z Fold 2 diklaim tetap menarik minat masyarakat “the have” di Tanah Air. Biar kata preorder terjadi di tengah masa pandemi COVID-19 seperti sekarang ini dan harga peluncurannya mencapai hampir Rp34 juta alias Rp3 juta lebih mahal dari harga peluncuran Fold, penjualan diklaim tetap memuaskan bagi pihak Samsung. Tentunya, standar akan berbeda dengan target penjualan untuk ponsel Samsung seri A atau S ya.
Sekian pandangan saya mengenai Z Fold 2. Saya tidak akan menyarankan Anda untuk lebih baik membeli satu ponsel dan satu tablet tipe tertentu karena rasanya berbeda dengan satu perangkat yang bisa menjadi ponsel dan tablet sekaligus. Tapi, harganya memang super mahal dan sudah lebih dari cukup untuk memboyong pulang sebuah motor baru. Memboyong pulang Galaxy Z Fold 2 mirip rasanya dengan Nokia Communicator di masa jayanya (terkhusus E90), memang untuk orang-orang “the have” yang punya demand lain.
Sumber gambar: Samsung.com
BACA JUGA Redmi 9C, Ponsel Murah Baru Saingan Realme C Series dan tulisan Christian Evan Chandra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.