Menyusuri saluran air kuno di Magelang, Boog Kotta-Leiding, merupakan rute saya dan istri untuk olahraga pagi. Saluran irigasi warisan Belanda itu cocok untuk olahraga santai seperti jalan kaki dan jogging. Sepanjang perjalanan kalian akan disajikan pemandangan bangunan kuno dan bersejarah. Tentu olahraga kalian akan semakin menyenangkan kalau memahami kisah sejarah di baliknya.
Kami memulai olahraga santai dari titik awal saluran air legendaris ini. Hulunya berada di sebuah pintu air kecil di sisi kanan saluran irigasi Kali Manggis, Kelurahan Kedungsari. Dari hulu kami berjalan ke arah Menowo. Di lokasi ini sebenarnya ada semacam jogging track. Rutenya membentang dari atas taman kota sepanjang Jalan Ahmad Yani Kebonpolo sampai sebelah kantor PDAM Kota Magelang.
Akan tetapi, kami memilih melanjutkan jalan santai dengan menelusuri saluran air ke arah selatan. Jalanan relatif mulus dan bersih. Pohon-pohon besar di sepanjang saluran yang selama ini memberikan kesan gelap dan singup sudah dirapikan. Di kanan dan kiri saluran terlihat beberapa rumah tua model kolonial yang masih terjaga keaslian dan kebersihan bangunannya.
Selepas samping kantor PDAM Kota Magelang kami tak bisa lagi menyusuri saluran air ini karena terhalang tembok kompleks Balai Diklat Depkeu dan PT Telkom. Perjalanan harus dilakukan dengan memutar melewati trotoar samping Panti Mandala dan lanjut sebelah belakang bangunan Masjid Agung Kauman.
Kondisi yang memprihatinkan
Mulai dari titik itu, saluran air berbelok ke belakang Bank Jateng. Di situlah kondisi saluran air mulai terlihat memprihatinkan. Saluran tidak terisi air mengalir, justru sampah dan limbah rumah tangga mengapung disana-sini. Selain pemandangan yang kurang menyenangkan, bau tidak sedap menyebar dan menyengat. Otomatis saya dan istri mempercepat langkah agar daerah ini segera terlewati.
Saluran yang sangat bersih di hulu ternyata semakin buruk di sisi selatan. Itul yang kami lihat ketika menyusuri Plengkung ke-3 di daerah Ngarakan, belakang pecinan Magelang. Di sana banyak kami temui bangunan semi permanen didirikan di atas saluran. Pokonya, kondisinya semakin tidak kondusif untuk berjalan kaki. Akhirnya kami memutuskan mengakhiri kegiatan di selatan Plengkung ke-3.
Saluran air kuno Magelang yang sangat disayangkan
Pemandangan selama menyusuri Boog Kotta-Leiding sebenarnya sangat seru. Tentu saja pemandangan saluran air itu sebelum semakin ke selatan ya. Banyak sekali bangunan tua dan bersejarah. Misalnya saja, kami melihat menara sirine yang terbuat dari plat baja. Ada sebanyak 3 menara sirine yang kami temui sepanjang jalan, tepatnya di sekitar Potrobangsan, Poncol, dan Kemirikerep. Konon, pada masa penjajahan Belanda dahulu, sirine ini berfungsi sebagai tanda bahaya untuk mengantisipasi antisipasi bencana Gunung Merapi. Namun pada masa penjajahan Jepang, sirine diatas menara-menara ini dialihfungsikan sebagai tanda pemberlakuan jam malam dimulai.
Sebenarnya saya sangat menyayangkan kondisi di beberapa titik saluran air legendaris di Magelang begitu tidak terawat. Bahkan, menyebabkan bau menyengat yang mengganggu. Coba kalau sepanjang jalur itu terawat, pasti sangat nyaman untuk berolahraga santai seperti jalan kaki, jogging, atau bersepeda. Bukan tidak mungkin jalur ini menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara olahraga besar yang sedang populer saat ini. Lho, siapa tau, toh jalur ini sebenarnya punya pemandangan menarik dan nilai sejarah.
Penulis: Fatoni Rahman
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Magelang yang Menyenangkan, Sekaligus Mengecewakan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.