Royal Plaza adalah salah satu mal paling terkenal di Surabaya. Pasalnya, mal ini dibangun khusus untuk kalangan ekonomi menengah sehingga nggak heran apabila dijuluki sebagai mal sejuta umat. Gerai-gerai pakaian maupun makanan di sana nggak pernah membuat pengunjung enggan mampir. Beda banget sama Tunjungan Plaza atau Pakuwon Mall yang bikin kelas menengah takut sekadar curi-curi pandang ke beberapa gerai pakaian.
Selain itu, Royal Plaza juga relatif lebih lengkap dibandingkan mal kelas menengah lainnya di Kota Pahlawan. Tapi entah kenapa makin ke sini, titel mal sejuta umat sudah nggak cocok lagi dengan Royal Plaza Surabaya. Lha gimana, makin lama mal ini malah makin diperuntukkan bagi kalangan menengah ke atas.
Royal Plaza Surabaya memperluas hegemoni kekuasaan
Pada tahun 2020, Royal Plaza nampaknya ingin mematahkan (atau memperluas) titel mal sejuta umatnya dengan membangun Food Society. Mungkin Royal Plaza harus tetap mengikuti standar mal-mal Pakuwon Group meski targetnya bukan untuk kelas atas. Area yang terletak di lantai LG ini bisa dibilang merupakan foodcourt alternatif bagi mereka yang ingin suasana baru. Hanya saja, produk-produk yang dijual terbilang cukup eksklusif. Pasalnya, harganya relatif kurang bersahabat bagi yang ekonominya pas-pasan.
Saya nggak menyebutkan harga, tapi kalau kalian mendengar jenama seperti Reddog, Crunchaus, Marugame Udon, dan Kimukatsu pasti sudah tahu kalau itu bukan makanan murah. Saya kira eksperimen mal ini hanya berhenti di makanan. Namun dugaan saya salah ketika mendengar gerai iBox, This Is April, hingga The Palace Jewellery mau buka di mal sejuta umat ini. Wah, Royal Plaza Surabaya benar-benar mau naik kelas, nih!
Memang inovatif, tapi sudah nggak ramah kelas menengah
Kabar mengenai Royal Plaza Surabaya yang gencar membuka gerai brand kelas atas membuat saya bertanya-tanya. Mal ini sebenarnya masih pantas nggak dibilang mal sejuta umat?
Mungkin ada yang setuju kalau kita artikan secara harfiah, sejuta umat mencakup keseluruhan kelas. Tapi bagi saya dan mungkin warga Surabaya lainnya, mal sejuta umat memiliki kriteria dan makna berbeda.
Mal sejuta umat berarti ramah kalangan menengah. Kriterianya meliputi parkir motor layak, tokonya lengkap, dan yang terpenting murah terutama makanan di foodcourt-nya. Royal Plaza memiliki itu semua.
Tapi dengan Food Society diikuti gerai-gerai kelas atas, esensi mal sejuta umat ini mulai bergeser. Area Food Society saja dibuat eksklusif dan mewah, bergaya mal Pakuwon Group banget sehingga tanpa sadar menciptakan diskriminasi buat pengunjungnya.
Pengunjung yang mulanya bisa jalan-jalan bebas di semua lantai, kini terpaksa ada yang nge-skip karena merasa nggak layak ke situ. Padahal titelnya mal sejuta umat, seharusnya siapa pun bisa ngemal tanpa jaim apalagi sungkan. Atmosfernya juga sudah berbeda, nggak ada bau-bau middle class-nya. Lain dengan Plaza Surabaya yang masih terasa ekonomisnya.
Saya masih nggak percaya gerai seperti Kimukatsu ada di Royal Plaza Surabaya. Belum lagi ketambahan iBox yang umumnya juga ada di mal mewah. Kalau buka cabang di Royal Plaza, bukankah menyiratkan mal ini mau naik kelas?
Saya bukannya menolak perubahan. Saya cukup suka perubahan ini, terutama Food Society-nya lantaran bisa makan enak tanpa jauh-jauh ke TP. Tapi jujur, kalau Royal Plaza Surabaya mencoba ekspansi seperti ini, kelasnya makin nggak jelas. Dibuat kelas menengah terlalu mahal, tapi dibilang kelas atas masih ndeso. Gimana menurut kalian?
Penulis: Bella Yuninda Putri
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Keistimewaan Royal Plaza Surabaya yang Bikin Pengunjung Membeludak Jelang Lebaran.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.