Rowo Jombor Klaten yang Semakin Meresahkan dan Membahayakan Pengunjung yang Ingin Menikmati Wahana Air

Bendungan Rowo Jombor Klaten Membahayakan Pengunjung (Unsplash)

Bendungan Rowo Jombor Klaten Membahayakan Pengunjung (Unsplash)

Beberapa waktu lalu saya mengunjungi salah satu bendungan yang direvitalisasi menjadi kawasan rekreasi. Tepatnya di Bendungan Rowo Jombor, Klaten, Jawa Tengah. Lokasi bendungan tersebut tidak jauh dari rumah. Cuma beda kabupaten dengan waktu tempuh sekitar 1 jam perjalanan naik kendaraan pribadi. 

Kamu bisa menikmati 2 area di kawasan Bendungan Rowo Jombor Klaten. Pertama, Rowo Jombor sendiri. Kedua, Bukit Sidoguro yang menghadap ke bendungan. Saya mengunjungi keduanya, namun hanya akan membahas mengenai objek wisata di area bendungan yang merupakan peninggalan sejak era kolonial Belanda.

Mengunjungi Bendungan Rowo Jombor Klaten

Rowo Jombor terletak di Dukuh Jombor, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat yang memiliki luas sekitar 198 hektar dengan kedalaman mencapai 4,5 meter. Area ini menyajikan beberapa spot yang menarik. Misalnya, kamu bisa menemukan spot mancing, warung makan apung, perahu tradisional, hingga speedboat yang akan memacu adrenalin. 

Sekeliling rawa juga terdapat banyak rumah makan, kaki lima, dan pedestrian yang cukup nyaman untuk sekadar berjalan-jalan. Tidak ada tiket masuk, pengunjung hanya perlu bayar parkir mulai dari 2 ribu rupiah. 

Untuk naik perahu dan speedboat, ada cukup banyak pilihan tempat persewaan. Tarifnya mulai dari 10 ribu rupiah per orang untuk naik perahu tradisional dan 70 ribu rupiah per orang untuk speedboat. Sesuai namanya, perahu tradisional di sini merupakan perahu rakitan sederhana yang terbuat dari bambu dan kayu. Kebanyakan terdiri dari 2 geladak yang bisa memuat lebih dari 10 penumpang. Perahu juga dilengkapi dengan ayunan dan karangan bunga yang instagramable.

Baca halaman selanjutnya: Mau main wahana air, tapi kok nggak aman rasanya.

Aspek keamanan yang terasa sangat kurang

Meski terbilang murah dan sederhana, saya merasa pengelola Bendungan Rowo Jombor Klaten belum memperhatikan aspek keamanan secara serius. Mau bagaimana, wisata air itu tetap mengandung risiko. 

Sejak pertama kali menjelajahi aspal yang mengitari rawa untuk mencari tempat parkir, saya cukup terheran-heran. Pasalnya, saya masih mendapati banyak dari penumpang perahu tradisional bahkan speedboat yang tidak mengenakan life jacket

Mengapa bisa begitu? Mungkinkah mereka tak mendengar kejadian yang terjadi di Kedungombo telah merenggut 9 nyawa pada pertengahan 2021 silam? Tragedi itu terjadi karena muatan melebihi kapasitas sehingga perahu terbalik, ditambah penumpang yang tak mengenakan pelampung.

Singkat cerita, di hari berikutnya, saya mengobrol dengan sebagian orang dari rombongan yang datang bersama saya ke Bendungan Rowo Jombor Klaten kemarin. Pada kesempatan itu, saya juga menyinggung soal tidak adanya baju pelampung yang membuat saya enggan naik perahu. Kami pun saling bertukar pendapat. 

Tampaknya kami memiliki pandangan yang berbeda ketika saya mengemukakan pendapat tentang pentingnya baju pelampung sebagai standar keselamatan. Intinya, mereka yang naik perahu tanpa menghiraukan peralatan keselamatan pun menyadari bahwa pelampung itu penting, tapi tidak sampai mengurungkan niat seperti saya. 

Kudu sadar risiko

Membudayakan pelampung sebagai standar keselamatan ketika beraktivitas di atas air masih sulit tercapai jika setiap individu tidak berusaha menyadari risiko. Bahkan, tanpa memandang seseorang mampu atau tidaknya berenang. Hal ini karena bisa berenang pun masih ada risiko mengalami kaki kram di dalam air dan terseret arus. 

Sekelas tim SAR yang pasti sudah pandai berenang saja masih pakai pelampung saat bertugas, bukan? Begitu juga dengan pengemudi perahu yang tidak mewajibkan penumpang memakai baju pelampung. Apabila sudah sedia pelampung namun penumpang menolak karena alasan kenyamanan pun sebagai pengemudi harus tegas dengan tidak mengizinkan penumpang naik. 

Sudah sepantasnya pemilik usaha memiliki manajemen risiko serta senantiasa menjalankan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja di setiap operasionalnya. Ini semua demi keselamatan bersama, bukan. 

Cukuplah tragedi Kedungombo sebagai pelajaran. Sebuah pengingat yang sangat mahal harganya bagi Bendungan Rowo Jombor Klaten. Akhirnya, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan kembali terjadi, mau tidak mau, aturan yang telah ada tetap harus ditegakkan dan diawasi oleh pemilik regulasi dan pengelola pariwisata sebagai tonggak pertama. 

Tidak bisa hanya mengandalkan masyarakat sampai kesadarannya meningkat sendiri. Jika begitu, mungkin saja sudah terlambat. Semoga semua pihak, termasuk wisatawan, dapat selalu mengindahkan aturan keselamatan. Saya berharap dengan gencarnya promosi pariwisata pada kawasan berisiko selalu dibarengi dengan kesiapan pada standar keamanannya. Jadi, ke depannya, pengunjung tidak perlu merasa khawatir ketika pelesir ke Bendungan Rowo Jombor Klaten.

Penulis: Arum FR

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Polanharjo, Kecamatan Ternyaman untuk Ditinggali di Kabupaten Klaten

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version