Masih jelas di ingatan saya, bulan puasa lalu, saat pandemi masih berlangsung dan puasa masih tak boleh libur, di wilayah saya, Magelang, banyak video tentang penangkapan pencuri berseliweran di WA. Khususnya di grup WA bapak-bapak. Darah dan kekejaman tampak di video itu. Meski kebenarannya diragukan, ada hal baik yang timbul sebagai respons dari fenomena tersebut. Ronda adalah kegiatan yang kemudian sering diadakan.
Ronda digalakan lagi, pas banget waktunya. Saat itu bulan puasa, bisa sekalian menunggu sahur sambil menjaga lingkungan. Kebetulan juga saat itu banyak yang menganggur. Daripada gabut, mending meronda. Anak sekolah juga banyak yang ikut. Pokoknya saat itu ronda adalah kegiatan yang dapat antusiasme tinggi dan jadi ajang nongkrong anak sekampung.
Rasanya sudah bertahun-tahun ronda menghilang dari peradaban. Ronda itu baik, cuma nggak mudah saja. Ya kali kita mau begadang semalam suntuk. Mana harus dengerin becandaan bapak-bapak yang sering krik-krik. Saya sih mau saja menjaga keamanan lingkungan. Tapi, mbok ya yang rutin gitu. Jangan kumat-kumatan kayak gitu.
Fenomena seperti ini yang sering terjadi di masyarakat kita yang majemuk. Ronda adalah kegiatan yang muncul karena kumat-kumatan. Ya kayak sakit gigi dan panu. Yang paling sering terjadi adalah saat ada yang kemalingan. Pasti ronda bakalan jalan lagi. Hadeh, ya telat, kemalingannya udah kejadian.
Semoga di tempat Anda masih ada ronda ya, itu penting lho. Ronda adalah kegiatan yang bentuknya gotong royong yang sebenarnya asyik. Kapan lagi boleh nongkrong semalam suntuk? Di kampung saya, ronda itu bisa dikolaborasikan dengan karaoke dan main gitar sampai pagi. Coba kalau nggak sedang ronda, berani main gitar tengah malam pasti dilempar sandal.
Di kampung saya, ronda sudah berhenti sejak lebaran kemarin. Tapi beberapa hari ini banyak yang pengin ronda diadakan lagi. Tentu saja wacana muncul setelah salah satu toko elektronik disatroni maling. Tuh kan kumat lagi. Harusnya ronda diadakan dari kemarin-kemarin.
Saya dan beberapa orang sebetulnya masih ronda beberapa minggu setelah lebaran. Tapi, makin lama makin nggak ada orang dan saya memutuskan berhenti. Masa ronda sendirian? Lalu melihat kejadian kemalingan itu, saya jadi malu sendiri. Ada penyesalan yang tertanam. Harusnya saya tetap ronda, orangnya sedikit juga tak mengapa. Sayangnya, nasi sudah jadi aking, mau gimana lagi. Makanya saya minta maaf kepada korban yang kemalingan. Maaf seharusnya saya tetap eksis sebagai tukang ronda.
Ronda yang baik tentu harus rutin diadakan. Harus menjaga keamanan dan kenyamanan. Salah satu faktor yang bikin malas ronda adalah karena nggak semua orang mau berangkat dengan berbagai alasan. Lalu terjadilah perpecahan dan ketidakseimbangan.
“Besok kerja, Bos.”
“Lagi gak enak badan.”
“Bentar anak lagi rewel.”
“Sorry, Pak, ketiduran.”
Semua orang seakan hilang, nggak ada yang mau berangkat. Saya dapat info dari bapak-bapak yang rajin ronda sejak dahulu kala. Bahwasanya ronda sudah sering vakum sejak dulu. Bahkan sejak 80-an. Ya sama seperti sekarang, ronda memang kegiatan yang sepertinya ditakdirkan untuk kumat-kumatan.
Ronda memang kegiatan yang terkadang menyebalkan. Mulai dari bercandaan bapak-bapak yang bikin geregetan sampai rasa kantuk yang menyerang padahal pagi harus kerja. Belum lagi kalau sudah capek dan ngantuk, tapi nggak ada yang bawa makanan dan minuman.Â
Sejatinya ronda bukan hanya kegiatan untuk menjaga kita dari si maling. Ronda juga bertujuan menjaga kerukunan, ketentraman, keharmonisan, dan bentuk pengabdian kita untuk masyarakat. Hal-hal seperti itu yang banyak hilang dari kita sekarang. Ronda cuma salah satu jalan untuk kita menuju ke sana. Kalau ronda aja kumat-kumatan, jangan-jangan rukun kita juga cuma kadang-kadang.Â
BACA JUGA Kita Tidak Perlu Sok Dewasa di Depan Orang Tua dan tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.