Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Romantisnya Jogja Kini Terbuat dari Rindu, Pulang, dan ‘KTP Mana, Bos?’

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
29 September 2020
A A
Romantisnya Jogja Kini Terbuat dari Rindu, Pulang, dan 'KTP Mana Bos?' terminal mojok.co

Romantisnya Jogja Kini Terbuat dari Rindu, Pulang, dan 'KTP Mana Bos?' terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Jogja, mendengar namanya saja akan muncul berbagai kisah dan makna. Romantisme (yang menurut saya berlebihan) selalu jadi buah bibir di seantero negeri. Setiap sudut Jogja penuh dengan kehangatan khas yang njawani. Dari suara kuda yang menarik andong, suara sapa aruh dalam bahasa Jawa yang lembut, dan suara sinis orang bertanya, “KTP mana, Bos?”

Nah, yang terakhir ini memang sedang jadi pergunjingan. Banyak yang mengaku pernah mendapat pertanyaan yang unik dan menyebalkan ini. Dalam Podcast Mas Puthut dengan Mas Paksi kemarin adalah salah satu bukti. Bukti bahwa pertanyaan tersebut bukanlah gawe-gawe saja. Pertanyaan masalah KTP memang ada, nyata, dan menyebalkan.

Pertanyaan masalah KTP adalah “cara halus” si pemberi pertanyaan untuk menunjukkan privilese dia sebagai warga lokal. Pertanyaan ini tidak pernah berdiri sendiri. Ia pasti berembel-embel ujaran (dan ancaman) untuk angkat kaki dari Jogja jika tidak suka dan nyaman.

Jika Anda butuh contoh, silakan buka artikel saya perihal kritik di Jogja. Lalu, perhatikan kolom komentar. Silakan Anda sensus sendiri berapa banyak orang yang bertanya KTP saya. Jika contoh ini masih kurang, silakan cek di berbagai unggahan media sosial yang sifatnya “menyerang” Jogja, terutama dalam grup Facebook yang terkenal dengan informasi aktual dan tim bully-nya itu.

Pertanyaan masalah KTP ini tidak berhenti di dunia maya. Jika Anda cukup jeli (dan selo) mendengarkan gunjingan di sekitar Jogja, pertanyaan ini juga biasa muncul. Salah satu pengalaman saya malah hanya beberapa meter dari rumah. Entah ada masalah apa antara tour guide dengan wisatawan, ada seseorang yang menyeletuk, “KTP endi, tho?”

Seperti yang tadi saya sampaikan, pertanyaan tentang KTP ini digunakan sebagai bentuk privilese. Mudahnya, jika Anda bukan orang Jogja (dibuktikan dari KTP), Anda tidak punya hak apa-apa di Jogja. Pokoknya, jika bukan KTP Jogja, silakan diam, jangan rewel, dan jangan banyak menuntut.

Akan tetapi, mungkin Anda mencoba berpikir positif. Mungkin pertanyaan itu adalah bentuk perhatian warga Jogja. Siapa tahu, yang tanya tadi memang mengingatkan di mana KTP Anda. Mungkin, mereka ingin meyakinkan KTP Anda tidak ketlingsut atau hilang. Maka dari itu, mereka bertanya, “KTP mana, Bos?”

Atau, mungkin yang bertanya tadi tidak bermaksud mengotak-ngotakkan masalah KTP. Siapa tahu, yang tanya adalah surveyor independen. Mungkin, mereka ingin memetakan orang dari daerah mana saja yang peduli dan membicarakan Jogja. Mungkin, cara mereka melakukan pendataan memang lewat media sosial.

Baca Juga:

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

Jika Anda berpikir seperti dua kemungkinan di atas, sebaiknya Anda baca artikel lain yang lebih menghibur.

Pertanyaan, “KTP mana, Bos?” jarang diberikan dengan cara yang kalem dan tidak ofensif. Kecuali jika urusannya birokrasi atau kredit motor. Pertanyaan ini diberikan untuk memberi kesan, “Siapa kamu?” Untuk menunjukkan bahwa orang yang ditanya tidak memiliki hak bersuara karena KTP-nya bukan KTP Jogja.

Meskipun datang dari orang Jogja, saya sebagai orang Jogja menganggap pertanyaan perihal KTP adalah pertanyaan paling menyebalkan. Lebih menyebalkan dari pertanyaan, “Gaji kamu berapa?” atau “Kapan nikah?” Alasan pertama saya cukup sederhana: tidak semua orang yang tinggal dan hidup di Jogja memiliki KTP Jogja.

Tentu kita paham, Jogja adalah kota pendidikan. Dan namanya kota pendidikan pasti menjadi jujugan muda-mudi seantero Indonesia. Nah, para mahasiswa ini kebanyakan KTP-nya masih daerah asal. Tentu banyak mahasiswa yang tidak berniat menetap di Jogja, sehingga untuk apa pindah KTP? Toh, membangun daerah asal lebih romantis dari Jogja, kok.

Selain mahasiswa, masih banyak ragam pendatang yang hidup di Jogja, belum lagi wisatawan. Semuanya merasakan keresahan yang sama dengan yang dirasakan warga asli: UMR yang didapatkan juga sama. Takut klitih juga sama. Bahkan jengah dengan pembangunan hotel dan apartemen juga sama. Meskipun hak politik yang diperoleh berbeda, tapi bukan berarti orang dengan KTP luar Jogja tidak boleh berpendapat mengkritik Jogja.

Sering kali yang bertanya KTP merasa lebih paham seluk beluk Jogja. Apa benar? Menurut saya tidak juga. Jika mau tahu siapa yang paling hafal seluk-beluk Jogja, sudah pasti driver ojol dan kurir ekspedisi. Tidak hanya keresahannya, jalanan Jogja yang penuh jalan tikus pun mereka pasti hafal. Namun, mereka tidak pernah memakai privilese mereka untuk memproklamirkan diri sebagai golongan yang lebih paham Jogja.

Alasan kedua mengapa pertanyaan KTP ini menyebalkan ada pada tujuan pertanyaan ini diucapkan. Banyak yang ingin mempertahankan “romantisnya” Jogja dengan membahas KTP seseorang. Ada keinginan untuk menunjukkan bahwa orang asli Jogja baik-baik saja. Lantas, menganggap apa yang diresahkan orang lain tidak beralasan karena warga asli tidak pernah merasa resah. Tentu saja, sambil ditambah-tambahi, “Kami hidup tenang karena terayomi raja.”

Menurut saya, keresahan tidak bisa dipukul rata. Jika ada suatu hal yang meresahkan, bukan berarti harus disetujui oleh warga asli Jogja. Sebagai contoh adalah perkara pembangunan hotel dan apartemen. Saya pernah ditanyai masalah KTP ketika mengutarakan keresahan masalah pembangunan ini. Blio merasa pembangunan hotel tidak perlu diresahkan.

Ternyata blio yang bertanya ini, ia tinggal di daerah pinggiran kota yang tidak terdampak pembangunan. Ya pantas saja blio sok-sokan tegar dengan pembangunan yang mulai membahayakan air tanah Jogja ini. Ada banyak kasus sok-sokan menolak kritik, apalagi bicara masalah UMR dan kemacetan Jogja. Lucu juga, banyak yang tidak terima pada kritik UMR Jogja. Akan tetapi, yang tidak terima ternyata bergaji jauh di atas UMR.

Alasan terakhir saya adalah pada nuansa chauvinisme pertanyaan tersebut. Pertanyaan perkara KTP sering bertujuan untuk menekankan, “Jika tidak suka, silahkan minggat dari Jogja.” Nah, perkara minggat ini saya punya dua pertanyaan:

Pertama, jika yang tidak suka adalah warga Jogja sendiri, mengapa dia harus minggat? Mau ke mana dia minggat, jika dia lahir di Jogja dan seluruh handai taulan ada di Jogja? Hanya karena mengutarakan keresahan dan kritik, mengapa harus minggat? Padahal kritik yang diajukan atas dasar rasa cinta pada Jogja.

Kedua, apakah Jogja siap hidup tanpa pendatang? Jogja adalah kota pendidikan serta kota pariwisata. Hal ini berarti pendapatan Jogja berasal dari orang yang datang berkunjung, baik untuk belajar maupun berpariwisata. Jika pendatang diminta untuk minggat dari Jogja, lalu dari mana Jogja akan menutupi pendapatan yang diperoleh dari dunia pendidikan dan pariwisata? Jualan dongeng?

Apakah pertanyaan, “KTP mana, Bos?” layak untuk dipertahankan masyarakat Jogja? Apakah masyarakat Jogja enggan menerima kritik atau sekadar keresahan orang yang bukan warga Jogja, padahal orang tersebut hidup dan berkarya bersama warga Jogja? Sungguh, kini Jogja memang terbuat dari rindu, pulang, dan “KTP mana, Bos?”

BACA JUGA Benarkah Jogja Berhati Mantan? dan tulisan Prabu Yudianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 29 September 2020 oleh

Tags: JogjaKTP
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Jogja dan Masalah Banjir yang Tak Kunjung Usai: Diguyur Hujan Sekali, Banjirnya Berkali-kali

Jogja dan Masalah Banjir yang Tak Kunjung Usai: Diguyur Hujan Sekali, Banjirnya Berkali-kali

24 Mei 2025
Biaya Masuk SD Swasta BSD dan Jogja yang Fantastis (Unsplash)

Perbandingan Biaya Masuk SD Swasta BSD dan Jogja Bikin Orang Tua Nangis Darah karena Terlalu Fantastis untuk UMR Mengenaskan Khas Jogja

27 April 2024
Ranking Masjid dan Musala Mal di Jogja dari yang Paling Nyaman hingga yang Seadanya Banget MOJOK.CO

Ranking Masjid dan Musala Mal di Jogja dari yang Paling Nyaman hingga yang Seadanya Banget

5 Oktober 2024
Penderitaan yang Saya Rasakan Saat Pindah dari Jogja ke Semarang: Udah Panas, Makanannya Nggak Seenak di Jogja

Penderitaan yang Saya Rasakan Saat Pindah dari Jogja ke Semarang: Udah Panas, Makanannya Nggak Seenak di Jogja

6 Maret 2024
3 Alasan Orang Kota Jogja Lebih Suka Piknik ke Gunungkidul dibandingkan Kulon Progo

3 Alasan Orang Kota Jogja Lebih Suka Piknik ke Gunungkidul dibandingkan Kulon Progo

23 November 2024
Membedakan Olahan Kambing Khas Jogja dan Solo

Panduan Sederhana Membedakan Olahan Kambing Khas Jogja dan Solo

22 Mei 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Betapa Merananya Warga Gresik Melihat Truk Kontainer Lalu Lalang Masuk Jalanan Perkotaan

Gresik Utara, Tempat Orang-orang Bermental Baja dan Skill Berkendara di Atas Rata-rata, sebab Tiap Hari Harus Lawan Truk Segede Optimus!

30 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.