Beberapa hari yang lalu, Netflix merilis sekuel dari The Umbrella Academy yang ternyata mendapatkan respon positif dari kritikus di Rotten Tomatoes. Jika dibandingkan season pertamanya yang hanya mendapatkan 75%, sekuel The Umbrella Academy ini mendapatkan skor 91% dari 58 kritikus di situs Rotten Tomatoes.
Patut diakui memang di season ke dua ini cerita yang disuguhkan lebih emosional dan seru. Kita diajak untuk mengenal lebih dalam karakter-karakter yang ada di Umbrella Academy. Lewat pendalaman karakter yang porsinya pas dan cerita dengan twist yang mengejutkan, nggak salah bahwa sekuel series ini mendapatkan respon positif dari para kritikus dan bahkan lebih bagus dibanding season pertamanya.
Bagi yang belum tau, series ini merupakan adaptasi dari komik buatan kembaran Ivan Gunawan vokalis sekaligus dedengkot My Chemical Romance yaitu Gerard Way. Menceritakan sekelompok superhero yang diadopsi oleh bilyuner bernama Reginald Hargreeves, lalu menamakan kelompok ini dengan sebutan The Umbrella Academy. Ternyata musisi luar kalau nyari cuan bikin karya ya, nggak cuman bikin kontroversi dengan nyebar hoax doang terus dapet duit dari AdSense hehe.
Di akhir season pertama, Number Five (Aidan Gallagher) membawa keenam saudaranya melakukan time travel untuk menyelamatkan diri dari kiamat yang terjadi di tahun 2019. Pada season ke dua ini, mereka berhasil melakukan time travel dan mereka pun sama-sama terdampar di Dallas. Tapi tenang, time travel di series ini nggak njlimet kaya Dark kok.
Meski Number Five melakukan time travel secara bersama-sama dengan saudaranya di waktu yang sama, kedatangan mereka malah berbeda waktu. Karena terpisah-pisah secara waktu ini, mereka pun terpaksa harus melanjutkan kehidupan mereka di tahun 1960an. Yak, ketebak, itu waktu di mana sedang terjadi perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet.
Luther (Tom Hopper) menjadi preman dan street fighter yang menjadi bodyguard mafia. Allison (Emmy Raver-Lampman) menjadi aktivis kulit hitam. Pada tahun tersebut memang isu rasial di Amerika masih sangat keras. Klaus (Robert Sheehan) menjadi “Nabi” dan membuat kultus agama kaya Lia Eden tapi versi Hippies. Dan Vanya (Ellen Page) menjadi “pengasuh” anak berkebutuhan khusus dan jadi hilang ingatan—mungkin kebanyakan denger Rocket Rockers.
Setelah mereka mencoba bertahan hidup dengan caranya masing-masing, Number Five akhirnya muncul di tahun 1963. Ia membawa pesan bahwa dunia akan kiamat dikarenakan perang dunia ketiga antara Amerika dan Rusia di tahun yang sama.
Walaupun premis utamanya sama seperti season pertama, season ke dua ini menyuguhkan cerita yang lebih seger dan mengejutkan di tiap episodenya.
Selain itu, fokus yang coba diambil dari sekuel ini nggak cuman untuk menyelamatkan dunia aja. Season kedua juga berfokus dalam menumbuhkan rasa kekeluargaan di dalam tim Umbrella Academy. Dan itulah yang coba diusahakan oleh Number Five ketika mencoba menyatukan keluarganya untuk bisa selamat dari kiamat dan menghentikan pemicu terjadinya kiamat. Tapi, tentunya terdapat konflik lain yang menambah keseruan sekuel ini.
Seperti misalnya, konflik batin yang dialami setiap karakter yang enggan meninggalkan kehidupannya di tahun 1960an. Seperti Allison yang sudah menikah dan mengkhianati cinta Luther yang mengakibatkan Luther menjadi Emo Boy. Atau kehidupan cinta LGBT yang dialami Klaus dengan Dave dan Vanya dengan Sisy. Kehidupan cinta ini menambah deretan series Netflix yang menjadikan tokoh utamanya LGBT. Hal ini juga membuktikan bahwa Netflix emang mau ngangkat isu LGBT. Mereka nggak cuman menjadikan orientasi seksual biar riding the waves semata.
Deretan konflik di atas membuat sekuel Umbrella Academy ini patut ditonton. Soundtrack yang dipakai menambah nilai plus. Seakan-akan pemilihan soundtrack ini ada campur tangan Gerard Way langsung. Eh apa emang iya?
Buat yang mau nonton, saya saranin siapin aplikasi Shazam untuk mendeteksi lagu-lagu yang bakal muncul di sekuel ini. Karena emang seenak itu, sampe mau meninggal~
BACA JUGA Kamu Kila Cadel Itu Lucu? Sembalangan! dan tulisan Ananda Bintang lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.