Setelah beberapa kali mengalami penundaan, Morbius akhirnya resmi tayang juga di layar bioskop kesayangan kita. Sejak proyek ini pertama kali diumumkan oleh Sony Pictures, saya sejujurnya cukup menaruh ekspektasi tinggi terhadap film yang dibintangi oleh Jared Leto ini. Lantas, apakah ekspektasi saya tersebut dibayar dengan rasa puas, atau justru berakhir nahas?
Sebelum memasuki babak review, ada baiknya bila saya ceritakan terlebih dahulu sinopsis singkat dari film ini. Jadi, Morbius menceritakan tentang perjalanan hidup dari Dr. Michael Morbius (Jared Leto) sejak ia masih menjadi seorang pemuda yang “penyakitan” hingga bertransformasi menjadi seorang vampir yang selalu haus akan darah.
Ketika masih berusia belia, ia berteman dengan Loxios “Milo” Crown (Matt Smith), seorang anak laki-laki yang berasal dari keluarga kaya raya tetapi juga sama “penyakitan”-nya dengan Morbius. Penyakit yang mereka derita ternyata begitu langka dan membuat mereka kesulitan untuk sekadar berjalan, apalagi melakukan aktivitas-aktivitas lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, Morbius berjanji kepada sahabatnya itu untuk mencari obat yang bisa menyembuhkan mereka.
Nahasnya, obat penyembuh yang Morbius ciptakan terbuat dari campuran DNA manusia dan kelelawar. Alhasil, ketika ia melakukan percobaan langsung kepada dirinya sendiri, ia pun langsung berubah menjadi sosok yang menyeramkan dan tak segan membunuh manusia asalkan keinginannya untuk mengisap darah bisa tercapai. Apa yang terjadi selanjutnya? Nonton filmnya aja deh.
Secara garis besar, film ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan yang langsung saya rasakan. Kelebihan utama yang menjadi “nyawa” dari film ini adalah akting Jared Leto dan Matt Smith yang menurut saya sangat menjiwai peran mereka masing-masing. Leto berhasil membawakan sosok Michael Morbius yang selalu lemah, letih, lesu, dengan sangat meyakinkan.
Melalui caranya berjalan saja, saya sudah langsung tahu bahwa pria itu memiliki masalah kesehatan yang teramat mengkhawatirkan di dalam dirinya. Kemudian, ketika memasuki babak pertengahan, di mana Leto harus memerankan Morbius yang sangar dan menyeramkan, ia lagi-lagi berhasil membuat saya terpukau dan benar-benar menunjukkan dua sosok kepribadian yang berbeda. Tak heran jika pria yang ternyata sudah berusia 50 tahun tersebut pernah meraih penghargaan Academy Awards untuk nominasi Aktor Pendukung Terbaik pada 2014 lalu. Bakatnya dalam bermain seni peran memang sangatlah luar biasa, sama seperti tingkat ketampanannya.
Untuk Matt Smith, meski tak benar-benar sebagus Leto, tetapi ia juga berhasil memerankan sosok Milo dengan porsi yang pas. Emosinya tatkala menyatakan diri sebagai seseorang yang merasa “dianaktirikan” cukuplah menguras hati dan berhasil menarik simpati saya. Kisah persahabatannya dengan sang tokoh utama juga cukup tergambarkan dengan baik, meski durasi adegan yang memperlihatkan kedekatan mereka sebagai dua orang sahabat sebenarnya tak begitu lama. Namun, saya cukup bisa merasakan chemistry yang terjalin di antara kedua tokoh tersebut.
Jika itu adalah kelebihannya, lantas apakah kekurangan dari film yang disutradarai oleh Daniel Espinosa ini? Menurut saya, Morbius tidak begitu mempunyai naskah yang kuat dan alur cerita yang cenderung biasa saja. Petualangan Morbius sebagai sang vampir menakutkan tidak diperlihatkan begitu banyak, sehingga penonton belum mampu dibuat sepenuhnya jatuh cinta dengan karakter tersebut. Begitu juga kisah romansa yang tercipta di antara Morbius dengan sang asisten, Martine Bancroft (Adria Arjona), yang sayangnya tidak begitu melekat di hati dan pikiran saya. Romantisme yang beberapa kali mereka tunjukkan belum mampu membuat saya merasakan keintiman mereka seutuhnya, apalagi merasa dekat dengan keduanya. Singkatnya, jangan coba-coba membandingkan Morbius dengan The Batman dari segi konflik penceritaan, karena Anda akan mendapatkan hasil yang sangat kontras.
Terakhir, yang menurut saya paling mengecewakan, adalah bagian final act dari film ini yang seketika membuat saya berujar: “Hah? Begitu doang?” secara spontan. Sejak awal, saya memang tidak mengharapkan adegan pertarungan yang akan seheboh Avengers: Endgame ataupun Spider-Man: No Way Home. Akan tetapi, saya pun tak menyangka bahwa adegan berkelahi di bagian menjelang akhir film akan seremeh itu. Dan yang saya maksud dengan “remeh” di sini adalah perasaan ketika Anda menonton sebuah film dan mendapati sang penjahat utama berhasil ditangani dengan begitu mudahnya oleh sang protagonis.
Ketika hal itu terjadi di film ini, saya seketika merasa sangat kecewa dan menyayangkan potensi besar yang sesungguhnya dimiliki oleh karakter seperti Morbius. Mulanya, saya membayangkan akan ada sekuens aksi yang begitu intens; yang melibatkan pertarungan superhero berjenis vampir yang belakangan tampaknya sudah jarang ditampilkan di film-film Hollywood. Saya menginginkan adanya pertarungan yang berhasil membuat penonton sama sekali tak berkedip.
Saya bahkan sempat beberapa kali menoleh ke kiri-kanan dan mendapati banyak penonton lain yang mungkin sama kecewanya dan menunjukkan ekspresi terpengarah yang sangat natural. Ternyata, yang kecewa dengan bagian penutup dari film ini bukan hanya saya.
Kesimpulan dari review ini adalah Morbius tetap menjadi sebuah film yang mengasyikkan untuk ditonton di akhir pekan bersama pacar maupun orang-orang terdekat. Namun, jika kalian mengharapkan sebuah film superhero yang begitu masterpiece seperti The Dark Knight ataupun Captain America: The Winter Soldier, saya rasa kalian akan kecewa. Namun, jika kalian menginginkan sebuah film pahlawan super yang menghibur dan cenderung ringan, Morbius dapat menjadi jawabannya.
Oh, ya, ada satu lagi hal menarik dari film ini, yaitu kehadiran seorang tokoh dari semesta Spider-Man yang sudah cukup familier bagi pencinta film-film Marvel Cinematic Universe. Tokoh itu muncul di bagian credit scene dari film ini, jadi pastikan Anda tidak cepat-cepat bergegas keluar dari ruangan bioskop begitu filmnya usai. Saya jamin, Anda akan terkejut dan tak sabar menantikan kelanjutan kisah Morbius dan Si Manusia Laba-laba yang tampaknya akan semakin “gelap” ke depannya.
Sumber Gambar: Akun Instagram @morbiusmovie
Penulis: Bintang Ramadhana Andyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA The Batman: Film Superhero kok Begini?