Sepertinya nama seorang anak saat ini sangat dipengaruhi oleh zaman. Saat zaman ibu dan ayah saya dulu, kebanyakan orang hanya memiliki satu kata dalam namanya. Seperti Slamet, Sumirno, Susanto, dan lain sebagainya. Kalau ditanya nama lengkap atau nama panjang, ya tentu jawabannya hanya satu kata. Dengan kata lainnya, namanya hanya nama “pendek”.
Berbeda dengan zaman sekarang, nama seorang anak seakan menjadi ajang unjuk kreativitas para orang tua. Banyak sekali bayi-bayi yang lahir memiliki nama-nama unik. Mulai dari nama yang kebaratan-baratan, nama yang kearab-araban, hingga nama yang kejepang-jepangan.
Rasanya semakin susah nama anaknya, akan semakin terlihat kreatif pula para orang tuanya. Namun, sedihnya, saking susah dan panjangnya nama sang anak, kedua orang tua dan kerabat akan merasa kesusahan saat melafalkan maupun menuliskan ulang nama anaknya. Hal ini juga saya rasakan.
Terlahir dari kedua orang tua yang sangat njawani membuat saya memiliki nama yang tak kalah Jawa yaitu “Sri Pramiraswari Hayuning Ishtara”. Kenapa saya berkata demikian? Karena diantara teman-teman saya, hanya segelintir orang yang memiliki nama berawalan Sri. Bahkan di fakultas saya, satu angkatan hanya saya seorang yang memiliki nama awalan Sri.
Sebab memiliki nama panjang yang beneran panjang hingga tidak muat bila dituliskan di Instagram, saya lebih sering memperkenalkan diri kepada orang yang baru saya temui dengan nama panggilan sejak kecil yaitu, Arina.
Permasalahan lain yang datang adalah saat orang tersebut bertanya tentang nama lengkap, dan saya menjawabnya dengan nama lengkap saya, tentu dia akan berakhir dengan mengerutkan kening sembari bertanya, “Arina nya darimana?”
Bukan salah mereka juga jika bertanya diambil dari mana nama panggilan saya. Sebab jelas-jelas tidak ada unsur tersebut dalam nama lengkap saya. Hanya saja, terkadang saya merasa lelah jika harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlalu sering dilontarkan terkait nama lengkap saya.
Bayangkan, sejak TK dan mulai lancar menulis, saya selalu menulis nama saya secara singkat yaitu, Sri P.H.I. dan alasannya dulu sangat simpel, sebab saya tidak bisa mengeja nama saya secara benar. Jadi daripada salah, lebih baik saya singkat. Bahkan saat try out ujian nasional waktu saya SD, saya selalu menuliskan nama saya dengan singkatan tersebut. Saat itu alasannya sudah bukan karena tidak bisa mengeja, tetapi saya ingin menyingkat waktu dalam mengisi biodata. Lebih baik saya singkat nama saya dibanding waktu habis terbuang hanya untuk mengisi bulatan nama di lembar jawaban.
Sampai saat SMP, sebab terlalu sering menyingkat dengan nama Sri P.H.I. teman-teman saya sering berseloroh memanggil saya Sri 22/7. Ya, maksud mereka adalah Phi (3.14 atau 22/7). Saya sebenarnya tidak ingin dikaitkan dengan simbol matematika yang notabene saya benci. Akhirnya saya memutuskan menulis lengkap nama panjang saya tanpa disingkat lagi.
Nama panjang yang saya miliki ini juga kerap membuat saya waswas. Saat sekolah maupun kuliah, dosen akan cenderung memilih nama siswanya yang tergolong unik untuk disuruh maju dan mengerjakan soal dan menjawab pertanyaan. Saya selalu merasa nama saya lumayan panjang dan susah diucapkan. Hal ini tentu akan menarik hati guru dan dosen untuk menyebut nama saya.
Sering sekali kejadian seperti ini saya alami dan berakhir dengan guru maupun dosen yang bertanya tentang asal-usul nama saya yang terlihat eye catching. Terkadang ada juga pembahasan soal ketidaksinkronan antara nama lengkap dan nama panggilan saya.
Hal lain yang membuat saya waswas, namun belum terjadi adalah saat kelak saya menikah dan melangsungkan akad. Dengan suasana akad yang sakral dan penuh khidmat tentu akan membuat calon suami saya tegang. Saya khawatir kalau calon suami saya lidahnya akan keseleo saat mengucapkan nama saya saat ijab kabul. Nggak lucu kalau ijab kabulnya diulangi karena dianggap tidak sah, lha wong pengucapan namanya salah.
Jika kalian bertanya-tanya apakah saya pernah protes tentang nama saya kepada kedua orang tua, jawabannya adalah sering. Memiliki nama berawalan Sri di saat teman-teman saya bernama Jessica, Queensha, dan Kenzo tentu membuat saya minder. Nama saya terkesan ndeso bagi saya saat itu.
Tapi, kemudian kedua orang tua saya selalu meyakinkan bahwa nama saya itu mengandung makna yang tidak semua orang tahu dan miliki. Nama panjang berarti doa dari kedua orang tua saya juga panjang. Pun berisi harapan akan rezeki yang panjang.
Maka saya mulai mengerti, tidak ada nama yang terlalu kuno dan tidak ada nama yang terlalu modern. Semua nama itu sama-sama mengandung harapan dan doa dari kedua orang tua untuk anaknya.
BACA JUGA 6 Rekomendasi Nama Anak yang Nyentriknya Setara Nama Anak Elon Musk atau tulisan Sri Pramiraswari Hayuning Ishtara lainnya.