Sebagai manusia yang pernah SD, saya tentu mengenal reboisasi alias penanaman kembali. Intinya, sejak dahulu yang namanya kembali ke alam, sudah kita dengar dari banyak sumber, termasuk sekolah. Jauh sebelum pandemi, keluarga saya termasuk suka menanam pohon dan merawat tanaman hias. Mulai dari era gelombang cinta sampai janda bolong, kami sudah punya duluan, bahkan sebelum jadi barang mahal. Sudah barang tentu tanaman dan pot saya sering dicuri, kadang sisa potnya, kadang hanya tinggal tanamannya, kadang tak bersisa.
Lucunya, kami tahu siapa saja yang ngambil, orang-orang dekat saja karena memang kelihatan dari kaca rumah yang kelihatan gelap dari luar, apalagi saat malam. Pernah juga saya tanam buah dalam pot, eh ada yang ngambil pohon itu, tapi lumayan masih sisa potnya. Usut punya usut, pohon itu kini berpindah ke belakang rumah seorang tetangga dan sudah besar dan berbuah. Alhamdulillah.
Tentu selain tanaman dalam pot, saya juga punya pohon besar di depan rumah, pernah punya tepatnya. Halaman rumah saya memang tak luas, tapi lumayan, lah. Sebuah pohon rambutan, jambu air, dan belimbing. Belimbing ditebang saat saya berumur 5 tahun, penebangan jambu air saat saya umur 8 tahun, dan yang tercinta pohon rambutan tepat saat saya 16 tahun. Sedih memang, terutama pohon rambutan itu, pohon kesayangan yang ditanam kakek saya. Namun, memang itu pilihan terbaik karena menanam pohon di rumah itu banyak masalahnya.
Saat pohon belimbing ditebang, itu semua terjadi karena pondasi rumah yang rusak. Lantaran akar pohon yang terus tumbuh sampai menembus ke dalam rumah, hingga membuat lantai rumah retak. Kasus akar ini yang paling sering jadi masalah. Pohon jambu air itu juga ditebang karena akarnya membuat pondasi rumah retak. Begitu juga pohon rambutan. Lantaran terlalu sayang, pohon ini hidup paling lama, sekaligus menyebabkan lebih banyak masalah. Masalah tak hanya untuk pondasi rumah saya, tapi juga pondasi pagar tembok yang memisahkan rumah saya dengan tetangga yang hampir roboh terdorong akar.
Masalah yang lain adalah anak-anak tetangga. Entah sudah berapa kali ada anak yang jatuh dari pohon. Yang aneh, pohon saya yang disalahkan. Bukan hanya anak yang jatuh, genteng milik rumah saya beserta genteng tetangga sering pecah. Tentu karena anak-anak yang juga teman saya ini mbiying. Keluarga saya tak pernah menjual buah di pohon kami, semua dinikmati sendiri, para tetangga, sekaligus anak-anak boleh mengambil sesuka hati. Akan tetapi, dasar namanya anak-anak, sudah disediakan galah bambu masih saja nekat manjat dan pakai teknik ngelempar batu. Oleh karena itulah, pohon di rumah saya ditebang semua daripada makin banyak masalah.
Maka, saat saya masih SMK dulu, saya nekat menanam pohon rambutan di samping rumah, tentu langsung ditentang oleh orang tua saya. Namun, saya tetap ngotot dan pada akhirnya benih pohon itu malah dicabut oleh tetangga yang tengah membangun rumah. Pohon kecil yang lucu itu dianggap mengganggu pekerja saat mengaduk semen. Namun, tak sampai di situ, sebuah pohon yang biasa disebut resede oleh orang daerah kami, ikutan ditebang. Padahal pohon itu sudah 20 tahun lebih umurnya. Yang menebang bukan kami, tetangga lagi. Rumah itu dibangun mepet dengan batas tanah, sehingga dia tak punya jalan keluar atau masuk selain pintu depan. Alhasil, dia pinjam jalan samping rumah untuk mengangkut semen dan bahan bangunan lain saat akan dibawa ke belakang rumahnya.
Tak hanya berhenti di situ, pipa saluran air untuk rumahnya dipasang di samping tembok rumah baru itu. Kebetulan ada pohon markisa dan beberapa jenis tanaman hias berdekatan dengan temboknya. Maka, pohon itu semua dicabut dan dibuang dan kemudian digunakan untuk jalan pipa. Padahal itu masih masuk bagian tanah saya. Sedih, Coy.
Selain masalah pembangunan, masalah bakar-bakar sampah juga termasuk. Selokan depan rumah, saya beri tanaman agar indah dan segar kelihatanya. Namun, para tetangga buang sampahnya di situ. Kalau sampah sudah penuh, wus dibakar, dong! Alhasil tanaman saya mati semua kena panas api.
Soal menanam pohon saya tak pernah menyerah. Saya ingin punya pohon lagi. Maka, belakang rumah kini jadi sasaran. Lantaran punya pengalaman buruk perihal pohon berkayu, saya akhirnya memutuskan menanam labu siam, pohon pepaya, dan pisang. Berhasil, tak ada gangguan, maupun masalah. Akar mereka pendek dan buahnya kurang digemari. Bahkan saat panen dan saya mencoba bagikan ke tetangga tak ada yang mau karena mereka juga punya pohon jenis itu di rumahnya.
Jadi, permasalahan menanam pohon ini ada dua saja. Hal ini bisa terjadi karena jenis pohon dan juga jenis tetangganya. Saya harap Anda yang mau menanam pohon, harus bisa membaca lingkungan dan melakukan klasifikasi tetangga yang baik dan benar. Pasalnya, tetangga yang paling menentukan kelangsungan pohon dan tanaman di rumah Anda. Kiranya benar apa kata orang bijak, “Benih apa pun yang kamu tanam, jika tetanggamu koyo Lord Voldemort, niscaya tak akan bisa kamu panen.”
BACA JUGA Bocoran 5 Tanaman Hias Paling Banyak Diburu Belakangan Ini dan tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.