Hari ini kita nggak akan membahas mi ayam yang berdomisili di tengah Kota Yogyakarta hingga selatan sana. Lupakan sejenak Mie Ayam Tumini dan kawan-kawannya. Sebagai warga Sleman, saya merasa para penjual mi ayam di daerah utara kurang mendapatkan testimoni yang sepadan. Oleh karena itu, sembari menanti nasib PSS Sleman yang sedang gonjang-ganjing, saya berikan pertimbangan beberapa kedai mi ayam di Sleman sebagai referensi mampir mangan.
Mi Ayam Mbak Suli
Saya sebenarnya nggak setuju, sih, kalau salah satu ciri-ciri warung mi ayam enak di Jogja harus buka di malam hari. Itu soal selera dan suasana hati saja, Bung. Meskipun demikian, mi ayam yang bisa kita temukan di Google Maps dengan keyword “Mie Ayam Wonogiri Bu Suli” ini memang buka sore hingga tengah malam. Dan tentu saja enak!
Ancer-ancernya gampang, di depan Pasar Kolombo. Sudah gitu saja. Gerobak mi ayamnya berwarna biru dengan baliho kain putih bertuliskan “MBAK SULI”. Dulu sebelum pandemi, saya kerap ke sini sehabis namplek badminton Selasa malam. Biasanya mi ayam Mbak Suli buka sampai pukul 00.00 kalau belum habis tentunya.
Mi ayam yang satu ini masuk kategori mi ayam asin, mulai dari kuah hingga bumbu potongan ayamnya. Kalau porsinya kurang, kalian bisa tambah ceker bercita rasa manis disertai tekstur empuk yang bakal langsung ambrol meleleh di mulut. Harganya? Sebelum pandemi, sih, masih di bawah Rp10 ribu, sekarang harusnya juga sama.
Mi Ayam Pak Aris
Saya lebih nggak setuju lagi kalau Mas Kuncoro bilang ciri-ciri warung mi ayam yang enak itu “hanya menjual mi ayam”, lha mbok sinio mampir ke Mi Ayam Pak Aris. Warung mi ayam satu ini bukanya siang, jual bakso juga. Kalau setelah kamu coba terus komentar nggak enak, saya berani bayarin!
Lokasi mi ayam Pak Aris nggak susah-susah amat. Masuk ke Jalan Kaliurang timur sebelum lampu merah Ngasem. Lurus terus sampai di kanan jalan ada MAN 2 Sleman, di seberangnya ada KUA Ngaglik. Kiri jalan setelahnya pasti ramai motor-motor pelanggan setia mi ayam Pak Aris.
Kekurangan mi ayam ini apa? Sederhana, ada tukang parkirnya! Kelebihannya, sih, banyak. Menu mi ayam di sini sudah include pangsit goreng, potongan dagingnya banyak dan besar, dan tentu saja nggak ada tulang-tulangnya. Harganya juga masih di bawah nominal sepuluh ribuan.
Mi ayam Pak Aris ini masuk kategori mi ayam manis. Bumbu ayamnya manis kayak mi ayam Sari Rasa Jatiayu, tapi nggak pakai bumbu kental khas Jatiayu, Karangmojo, Gunungkidul. Selain bakso, kamu juga bisa memesan bakso goreng dan tentu saja ceker di warung mi ayam yang satu ini.
Lebih dari itu, kamu bisa merasakan sensasi berbeda menyantap mi ayam dengan sandingan es dawet sebagai pelepas dahaganya. Pas banget panas-panas siang hari, sambil menunggu antrean pesanan mi ayam yang panjang dan tak kunjung datang, es dawet jadi hidangan pembuka yang ringan.
Kalau mau jujur, sebenarnya banyak mi ayam enak di kawasan Sleman. Rasanya saya perlu sebut satu-satu yang masuk honorable mention.
Mi Ayam Pak Bambung
Ada Mi Ayam Pak Bambung yang terkenal dengan menu hotplate ala-ala steak itu. Lalu di sepanjang lokasi kuliner malam kanan kiri trotoar Jalan Persatuan UGM ada Mi Ayam Seger Sumyah. Naik sedikit di pojokan Asrama Kinanti UGM ada Mi Ayam Palembang Afui yang nggak perlu diragukan lagi.
Mie Sapi Banteng
Jauh ke atas sampai Jalan Damai ada Mie Sapi Banteng, yang tentu saja ada menu mi ayamnya selain pangsit rebus dan kwetiau yang justru lebih laku. Depan gang yang sama, lewat sedikit gapura Jaban, ada Mi Ayam Pak Tulus Wonogiri. Di dekat Pasar Gentan ada Mi Ayam Tagar dengan menu mi ikan yang bisa jadi pilihan berbeda. Terakhir, kalau mau naik lagi sampai UII ada juga Mi Ayam Semangat yang tiap kali bayar, penjualnya kasih motivasi awkward dengan kata “semangat”.
Semua kedai mi ayam tadi sudah pernah saya sambangi dan cicipi. Jadi, mulai hari ini, buat kalian yang kuliah dan kerja di kawasan Sleman, nggak perlu lagi sering-sering ke Jalan Imogiri atau Giwangan hanya demi kehabisan pesanan mi ayam.
Percaya sama saya, Sleman juga punya mi ayam yang nggak kalah segalanya dari daerah selatan sana. Kamu cuma belum ngeh saja. Hidup kan memang begitu. Hidayah seringnya datang belakangan, nunggu viral di Instagram atau channel YouTube kulineran.