Kalian punya mimpi berkarier di bidang penerbangan? Mungkin jadi pilot, staf bandara, atau air traffic controller? Saya sarankan untuk pikir ulang. Saat ini banyak sekali lulusan sekolah penerbangan yang menganggur. Kalau kalian bersikukuh ingin berkarier di bidang ini, pertimbangkan untuk bekerja di luar negeri saja.
Sudah 6 tahun saya bekerja di perusahaan penunjang penerbangan. Selama itu pula saya melihat industri penerbangan dalam negeri makin nggak jelas arahnya. Tadinya, saya yang berasal dari jurusan kuliah nonaviasi, melihat dunia penerbangan itu begitu keren. Tapi, sekarang saya melihatnya dengan miris.
Kondisi ini bikin karir di industri penerbangan dalam negeri jadi nggak menjanjikan lagi. Sementara, sekolah-sekolah khusus profesi penerbangan itu biayanya luar biasa mahal. Balik modalnya entah kapan, soalnya perusahaan penerbangan dalam negeri pada nggak siap menampung tenaga kerja baru. Jadi nggak worth it banget buat ambil jurusan di bidang penerbangan sekarang ini.
Sekolah bidang penerbangan nggak worth it karena ekosistemnya sedang sakit
Terlalu banyak masalah seputar bisnis penerbangan dalam negeri. Tulisan ini tidak bertujuan untuk mengupas itu satu persatu. Singkatnya saja, meski kalian melihat pesawat kembali terbang setelah pandemi, belum tentu penerbangan tersebut menguntungkan. Pendapatan bisa menutup biaya operasinya aja udah alhamdulillah.
Kondisi menyedihkan ini sulit pulih dalam waktu singkat. Soalnya, selain penyakitnya memang sudah kronis, keinginan hidup sehatnya pun belum tampak.
Tentu saja pelaku bisnis penerbangan, apalagi yang swasta, pengin supaya bisnisnya sehat. Tapi, persoalannya, penerbangan itu sangat tergantung dengan regulasi. Dan, kalian tau sendiri sistem regulasi di Konoha ini gimana …
Lowongan kerja penerbangan sedikit
Ekosistem yang nggak sehat ini bikin taraf operasional dari banyak maskapai begitu lesu. Hingga akhir 2024, jumlah pesawat yang berhenti beroperasi masih lebih banyak daripada pesawat baru beroperasi yang didaftarkan ke Kementerian Perhubungan. Jika armada berkurang, otomatis awak kapal dan daratnya bakal berkurang juga dong?
Memang belum ada berita PHK massal dari perusahaan penerbangan dalam negeri (dan semoga tidak akan ada). Tapi, mereka pun tidak mampu membuka lowongan kerja baru. Kalaupun ada yang buka, itu jarang-jarang sekali. Sementara pelamarnya membeludak.
Oke dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, minimnya lowongan kerja memang terjadi hampir di semua industri. Tapi, kalau berbicara loker bidang penerbangan, pasokan dan permintaan SDM-nya terlalu jomplang.
Perbandingan jumlah maskapai dalam negeri dengan flying school dan training center itu 2:1. Jadi itungan kasarnya, 1 maskapai cuma bisa menampung 2 lulusan tiap sekolah. Itu juga kalau tiap tahun buka lowongan, tapi nyatanya kan tidak begitu.
Bahkan, buat lulusan air traffic controller, di Indonesia cuma ada satu lembaga yang bisa menyerap keahlian mereka. Lagi-lagi, lembaga berupa BUMN ini pun jarang buka loker.
Dan ingat, lulusan sekolah penerbangan itu punya keahlian yang spesifik. Kalau pada akhirnya mau banting stir ke bidang lain, ilmunya bakal sulit terpakai. Sayang banget duit puluhan hingga ratusan juta yang dibayarkan ketika sekolah bidang penerbangan. Mending skip sekolah penerbangan dan masuk ke jurusan yang lebih fleksibel aja.
Saingan lulusan sekolah bidang penerbangan terlalu banyak, mulai dari angkatan senior hingga WNA
Satu hal lagi yang perlu dipertimbangkan. Sebagai lulusan sekolah penerbangan, saingan dalam mencari kerja bakal banyak banget. Kamu bukan cuma bersaing dengan sesama lulusan yang seangkatan saja, tapi dari angkatan senior juga.
Ada kenalan saya pilot ab-initio (pilot yang baru lulus pendidikan) yang bapaknya juga seorang pilot. Pas banget, maskapai tempat bapaknya bekerja baru saja berhenti beroperasi. Alhasil sepasang bapak-anak itu sama-sama membutuhkan loker pilot. Siapakah yang keterima duluan? Tentu bapaknya dong karena punya keunggulan jam terbang.
Pilot yang sudah punya jam terbang tinggi dan lisensi banyak pesawat memang lebih diminati sama maskapai. Soalnya biaya internal training mereka jadi bisa dihemat. Makanya, walaupun ab-initio dalam negeri membeludak, banyak maskapai malah mempekerjakan pilot WNA yang sudah punya lisensi pesawat sesuai kebutuhan mereka.
Kondisinya tidak jauh berbeda dengan profesi lain di bidang penerbangan. Kalau pilot saingan tambahannya adalah WNA, profesi di bidang penerbangan lain saingannya bisa dari jurusan non-aviasi. Teman saya misalnya, dia diterima jadi teknisi pesawat di perusahaan Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) besar. Padahal, latar belakang pendidikannya adalah fisika murni.
Berhasil masuk industri belum tentu sejahtera
Sudah jadi anggapan umum kalau kerja di industri penerbangan itu kayak prestisius banget. Penerbangan terkesan eksklusif. Seakan-akan tidak bisa ditekuni sembarang orang karena high-tech (meski pesawat kita jadul-jadul), high-rules, high-risk dan pastinya high-cost.
Seringkali, kesan ini yang bikin orang kepingin masuk untuk berkarir di dalamnya. Dengan harapan ganjarannya juga akan high-paid.
Harapan itu nggak salah sih. Jenis pekerjaan spesialis kan memang sudah semestinya digaji tinggi. Tapi, sayangnya, harapan itu sulit dicapai kalau bergantung pada industri penerbangan dalam negeri di masa-masa sekarang.
Saya kasih contoh cerita kenalan saya yang anaknya seorang pilot helikopter. Nominal gaji anaknya sebagai pilot helikopter memang besar. Tapi, karena maskapai yang mempekerjakannya sedang ngos-ngosan, kadang gaji itu tertahan selama berbulan-bulan.
Lalu ada lagi cerita lainnya dari seorang helicopter landing officer. Dulu, gaji yang bisa dibawa pulang dengan profesi itu lumayan banget karena ada tunjangan dinas ke luar pulau. Kalau sekarang, pesawatnya jarang terbang, jadi boro-boro ada dinas ke luar pulau. Tunjangan dinas nggak ada, tinggal tersisa gaji pokok yang besarannya nggak terlalu jauh dari UMR Jakarta.
Mau sekolah bidang penerbangan mesti siap nganggur lama atau siap kerja di luar negeri
Setelah membaca hal-hal di atas kalian masih ngotot mau sekolah di bidang penerbangan? Siap-siap saja menanggung 2 kemungkinan ini. Pertama, kalau cuma mengandalkan kerja di dalam negeri, kalian mesti siap menganggur lama. Opsi kedua yang lebih bagus, kalian cari kerja di luar negeri.
Aturan penerbangan itu prinsipnya sama sedunia, jadi semua lulusan profesi penerbangan dari Indonesia mestinya bisa diterima di negara manapun. Saya nggak bilang pasti lebih mudah ya. Perlu usaha juga dalam mendapatkannya. Tapi rasanya ganjarannya bakal lebih worth it.
Banyak negara yang masih butuh impor tenaga kerja penerbangan. Sayang sekali kalau dilewatkan. Kamu bisa menyasar ke negara-negara yang belum punya banyak tenaga ahli lokal tapi punya (modal) bisnis penerbangan yang oke. Contohnya Qatar dan UAE. Atau ke negara yang memang serius dalam mengembangkan industri penerbangannya, seperti Vietnam.
Semua opsi ini mesti kalian ketahui dengan jelas sebelum masuk ke dunia penerbangan. Apalagi mengingat kondisi penerbangan dalam negeri kita yang sekarang ini lagi nggak jelas. Jadi jangan masuk ke dunia penerbangan dengan mental cuma siap bahas rute ke luar negeri aja. Kalian juga mesti punya mental buat siap cari kerja di luar negeri.
Penulis: Karina Londy
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Penjaga Warung Madura Membeberkan 5 Hal Sepele yang Menentukan Kesuksesan Warung.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















