Real Madrid sudah juara La Liga, dan itu mungkin cukup untuk musim ini. Zinedine Zidane berkali-kali mengatakan betapa berartinya La Liga untuk dirinya, yang bisa diartikan bahwa handuk putih sudah dilempar. Kalau tidak cocok dengan istilah handuk, akan saya perhalus: Madrid tidak ngoyo untuk menjuarai Liga Champions.
Catatan El Real memang impresif. Kebobolan 25 gol dalam 38 pertandingan adalah rekor bagi Madrid yang terbiasa kebobolan lebih dari 40 gol dalam semusim. Catatan ini menunjukkan bahwa Madrid untuk musim ini memiliki pertahanan terbaik. Catatan itu memang impresif, tapi itu hanya satu dari beberapa hal yang bisa kita lihat dari Madrid untuk musim ini.
Real Madrid punya banyak masalah yang perlu dibenahi untuk musim depan. Masalah ini, saking gawatnya, bisa membuat kans mereka menjuarai piala apa pun menjadi kecil. Sebesar apapun tim, jika bebal, tak ada hasil positif yang bisa diraih. Lihat saja Barcelona, tidak ada contoh lain yang bisa merepresentasikan kebebalan secara paripurna.
Dalam tulisan ini, saya akan menyajikan beberapa masalah yang harus dibenahi oleh Real Madrid jika ingin tetap berada dalam langit yang tinggi.
Serangan yang lambat
Masa-masa prime BBC (Bale, Benzema, Cristiano), Real Madrid punya kecepatan serangan yang mengerikan. Bola yang didapat oleh Benzema dialirkan ke kaki Modric/Kroos, lalu diteruskan ke bek sayap. Bale dan Ronaldo akan mengisi ruang kosong yang ada. Bola dikirim, dan dengan kecepatan yang mereka miliki mereka akan beradu dengan bek. Sementara Benzema bisa mengisi tengah atau ruang kosong yang ditinggalkan Bale atau Ronaldo. Ronaldo yang berubah menjadi predator kotak penalti mempermudah kerja Madrid.
Semua didukung dengan kecepatan pemain dan pemahaman akan gerak masing-masing.
Musim ini, Madrid tidak menunjukkan itu sama sekali. Menyerang dengan cepat berarti meninggalkan lubang menganga di sisi pertahanan. Di sisi kanan, Madrid masih punya rasa aman. Fede Valverde dan Carvajal punya kecepatan dan stamina untuk menyerang dan kembali bertahan. Tapi di sisi kiri, beda cerita. Kroos bukan pemain yang mengejar bola, dia pengatur tempo. Sedangkan Marcelo selalu punya masalah dalam kembali bertahan setelah melakukan overlap. Praktis, Vinicius kerap dipasang di kiri karena dia punya kemampuan bertahan yang baik.
Masalahnya adalah, saat pemain depan mengisi lubang pertahanan, saat itu juga serangan harus ditahan untuk menunggu pemain naik ke pos masing-masing. Alhasil, serangan menjadi lambat. Sistem ini menjadikan pertahanan Madrid susah ditembus, tapi di saat yang sama mereka kesulitan untuk menembus pertahanan musuh.
Benzema menanggung beban terlalu banyak
Benzema adalah top skor untuk Madrid musim ini, itu tidak mengagetkan. Masalahnya adalah, top skor Madrid kedua adalah Sergio Ramos. Ya, Ramos adalah pencetak gol kedua terbanyak El Real. Permasalahannya sepele: winger Real Madrid bukanlah pencetak gol yang baik.
Kondisi tersebut diperparah dengan build-up serangan Madrid yang begitu bergantung pada Benzema dan winger yang memahami gerakan Benzema. Bale dan Ronaldo paham pergerakan Benzema dengan atau tanpa bola. Benzema tidak melulu menuju sisi kiri lapangan untuk menyambung serangan. Kroos/Modric punya opsi mengirim bola entah menuju Ronaldo atau Bale yang sudah mengambil posisi yang ditinggalkan Benzema. Musim ini, winger yang ada tidak melakukan tugasnya dengan baik.
Mengatasi ini, Zidane sering memainkan 4-4-2 diamond dengan memasang Vinicius sebagai second striker dan Isco sebagai attacking midfielder. Namun ketika build up serangan masih bergantung kepada Benzema, formasi tersebut terlihat seperti sia-sia. Kuat secara bertahan, memberi tekanan kepada musuh, namun potensi menyerang secara kreatif hilang.
TLDR: Semua tugas diberikan kepada Benzema. Lainnya? Nyontek.
Memutuskan masa depan Luka Jovic dan Marcelo
Musim ini, performa Marcelo menunjukkan bahwa dia adalah masalah. Silahkan baca semua analisis tentang Marcelo musim ini, semua akan memberikan jawaban yang sama. Masanya sudah habis, dan dia sudah harus legawa duduk di bangku cadangan. Bek yang harusnya jadi pelapisnya, Ferland Mendy, justru menjadi pemain yang amat penting untuk Madrid.
Mendy memberikan keamanan untuk sisi kiri Madrid, sesuatu yang hampir selama satu dekade ini memberi masalah untuk tim. Dia kuat dalam menyerang, mumpuni dalam 1v1, dan tembok tak tertembus saat bertahan. Perkara bertahan, dia memberikan apa yang Marcelo tak bisa beri.
Usia yang tak lagi muda harusnya dipertimbangkan oleh klub, apakah tetap mempertahankannya atau duduk bersama untuk memutuskan masa depannya. Sergio Reguillon, bek kiri Madrid yang dipinjamkan ke Sevilla menunjukkan hal yang Mendy berikan. Terlebih lagi, dia masih muda. Menunggu Marcelo pergi untuk memberikan ruang pada Reguillon adalah langkah yang buruk. Madrid, mau tak mau, harus segera memikirkan hal ini.
Luka Jovic adalah pemain muda yang digadang-gadang sebagai pembelian terjenius Madrid di musim panas yang lalu. Realitasnya, dia hanya bermain total 96 menit. Zidane mungkin boleh berkata dia tidak cocok dengan sistem. Namun pemain mana yang bisa beradaptasi dengan sistem dengan hanya bermain selama 96 menit?
Jovic masih muda, dan dia punya talenta. Real Madrid mau tidak mau harus melepaskan ketergantungan terhadap Benzema dan mulai memikirkan skema apa yang pantas untuk Jovic. Meminjamkannya bukanlah solusi. Dia sudah membuktikan betapa ganasnya dia di Eintracht Frankfurt, dia bisa membuktikan kalau dia akan ganas di Bernabeu jika dan hanya jika diberi kesempatan lebih banyak.
Real Madrid memanglah kuburan para bintang. Namun bukan berarti mereka bisa dengan pongahnya mengubur calon bintang mereka sendiri.
BACA JUGA Hanya untuk Dua Pertandingan Ini Saja, Real Madrid Jangan Ikut-ikutan Arsenal dan artikel Rizky Prasetya yang lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.