Kalau saya bilang Surabaya itu surganya kuliner, saya yakin banyak orang akan mengamini hal ini. Tahu tek, tahu campur, lontong balap, lontong mie, lontong kupang, serta rawon dan rujak cingur yang terkenal itu, adalah daftar makanan terkenal yang menghiasi kepala Anda pada tengah malam. Tapi, masih banyak lagi makanan enak underrated yang jarang dibahas, salah satunya, pecel semanggi.
Kalian baru denger pecel semanggi? Nah, dah betul kalian mampir di artikel ini.
Jawa Timur memang pusatnya pecel. Dari ujung timur hingga ujung barat, kehadiran pecel dengan berbagai macam versi banyak ditemukan. Namun, sebagai salah satu keluarga dunia pecel, pecel semanggi seakan dianaktirikan, bahkan di Surabaya sendiri. Saya rasa, memang sudah saatnya kita memberi panggung kepada pecel ini untuk tetap eksis di dunia kuliner.
Pecel semanggi membuktikan kalau Surabaya masih punya kuliner tradisional
Selama ini, rawon dan rujak cingur saya akui sangat mendominasi dunia kuliner Surabaya. Namun, seakan terlupa, ada satu pahlawan kuliner yang mungkin selama ini belum mendapat tempat yang layak, yaitu Pecel semanggi.
Makanan ini terbuat dari daun semanggi, dibalut dengan bumbu kacang yang dicampur dengan ketela rambat, yang bikin kuliner ini memiliki keunikan tersendiri. Apalagi jika disajikan dengan kerupuk uli (kerupuk nasi), seakan menjadi sajian yang lengkap untuk menunggu giliran tampil di layar kuliner kota Surabaya. Dalam balutan bumbu dan penyajian yang tak biasa itu, pecel semanggi berhasil membuktikan bahwa Surabaya tidak hanya punya sejarah heroik. Tetapi, juga punya kuliner tradisional yang patut diperhitungkan.
Menurut saya, kehadiran pecel ini juga sebagai simbol bahwa Surabaya yang identik dengan kota metropolitan itu memiliki kuliner tradisional yang terkadang luput dari sorotan.
Makanan legendaris yang terancam punah
Akan tetapi, di balik pesona dan kelezatan pecel semanggi, ada getir yang terpercik di lidah. Meskipun menjadi kuliner legendaris, pecel ini ternyata terancam punah. Penjual pecel semanggi memang masih sering dijumpai di sekitaran Taman Bungkul, Surabaya. Akan tetapi, pecel ini memang belum memiliki kedai layaknya kuliner pecel-pecel pada umumnya. Bahkan, terakhir kali saya menikmati pecel ini, saya menemukan kalau para penjualnya mayoritas adalah para lansia, lengkap dengan wakul dan plastik berisi krupuk uli.
Pecel semanggi seolah-olah terpinggirkan, tak terkena sorotan lampu terang Surabaya. Padahal dari segi rasa, jelas bisa diadu dan nggak kalah. Jadi saya nggak bisa paham, kenapa kuliner ini hancur digempur makanan lain.
Bagi kalian yang ingin main ke Surabaya, monggo coba pecel semanggi. Biar kalian tahu, bahwa Kota Pahlawan nggak hanya tentang rawon dan rujak cingur, tapi masih ada kuliner underrated yang bikin kalian bakal balik lagi.
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 8 Tempat Makan di Kota Surabaya yang Buka Dini Hari