Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Putusan Sidang Kode Etik Wakil Ketua KPK: Mengharap Rasa Malu dalam Drama yang Belum Berlalu

Suwatno oleh Suwatno
4 September 2021
A A
KPK penilapan duit bansos koruptor jaksa pinangki cinta laura pejabat boros buang-buang anggaran tersangka korupsi korupsi tidak bisa dibenarkan mojok

korupsi tidak bisa dibenarkan mojok

Share on FacebookShare on Twitter

KPK lama-lama turun pamor akibat kinerja yang menurun. Tapi, memangnya selama ini kerja mereka sudah cukup baik?

“Apa seh yang ndak wajar, Kin?” tanya Pardi datar. Solikin yang umak-umik mecucu menyeret layar gawai terkesiap. Ia tak sadar sejak tadi meracau, menggeleng sambil mendesiskan kata-kata semacam: nggak wajar ini, benar-benar aneh, sungguh absurd.

“Ini lho, Mas, keputusan sidang Dewan Pengawas KPK. Masak kasus seberat ini cuma diganjar hukuman potong 40 persen gaji selama setahun. Kan ndak wajar. Harusnya bisa lebih berat hukumannya, Mas!” jelas Solikin bersungut.

“Mbok jangan gampang heran, jangan kagetan gitu, Kin. Berat atau ringan, wajar atau tidak itu kan pasti sudah dipertimbangkan oleh mereka, jajaran Dewan Pengawas KPK itu.” Pardi terdengar bestari kali ini.

“Lagian biasanya kalau baca berita begini kamu langsung baca peraturannya, terus kamu bacakan buat kita-kita, Kin. Ya nggak, Cak?” Pardi tersenyum meminta afirmasi. “Hmmmm..” Cak Narto yang sedang khusyuk memandangi papan catur hanya melenguh.

Mendengar itu Solikin kembali membenamkan dirinya ke dalam dunia virtual. Kali ini terlihat lebih khusyuk. Alisnya tampak naik turun, dahinya mengernyit sesekali. Suasana teras warung Yu Marmi kembali sunyi.

“Tapi, makin ke sini institusi satu itu malah kelihatan menurun pamornya ya, Cak. Kelihatan lebih banyak dramanya ketimbang kinerja dan prestasinya.” Kanapi memecah keheningan, semacam tak sabar menunggu Cak Narto menggeser bidak.

“Ya kerja lah, Pi. Wong baru saja mereka OTT Bupati Probolinggo gitu, kok.” Tukas Pardi yang sedang asyik melukis batang kreteknya dengan ampas kopi.

Baca Juga:

Ironi Situbondo: Kotanya Sepi, Bupatinya Jadi Tersangka Korupsi

Yudisium Lebih Layak Dirayakan daripada Sempro, Sidang, dan Wisuda

“Ooo… kalau banyak nangkap koruptor berarti menurutmu mereka sudah bekerja dan berprestasi gitu, Di?” Cak Narto bertanya setengah beretorika. Jemarinya dengan tangkas memungut kuda putih. Kanapi tersudut.

“Ha jelas, wong namanya aja Komisi Pemberantasan Korupsi, Cak. Banyak nangkap ya berarti banyak kerja. Berprestasi memberantasss.” Kanapi menjawab mantap, memakan benteng Cak Narto.

“Kalau begitu ya tidak akan habis kasus korupsi di sini…” pion Cak Narto mendekat ke petak pertahanan Kanapi, “…karena menurutku, Ndes, harusnya kinerja KPK itu dinilai dari pencegahannya saja, jangan dari banyaknya penindakannya. Nyatanya semenjak berdiri sampai sekarang, dengan menggunakan paradigma pemberantasan, kasus korupsi makin banyak to? Ndak habis-habis diberantas.”

Cak Narto tersenyum simpul. Di kepalanya sudah ada skenario menaklukan Kanapi di pertandingan catur babak keempat malam ini.

“Kalau begitu namanya diganti aja, Cak. Komisi Pencegahan Korupsi. Ha diberantas nggak habis-habis je. Hehehe.” Benteng Kanapi diarahkan lurus, mengancam menteri Cak Narto.

Suasana kembali hening. Deru mesin truk pengangkut jerami yang melintas di jalanan desa terdengar ritmis.

Brak!!!

“Ketemu, Mas Di…” Solikin menggebrak dipan, bidak catur nyaris berjatuhan dari papan, “…ini kalau di peraturannya, Sanksi Berat bagi pejabat selevel pimpinan KPK gitu, selain dipotong 40% gaji pokoknya selama 12 bulan, orangnya juga harus diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK, Mas.”

“Lhaaa, kalau ini baru menarik, Kin…” Pardi menyela dengan girang, “…itu beneran bunyi pasalnya ‘diminta mengajukan pengunduran diri”, kan?”

“Iya, Mas” Solikin mencubit layar gawainya, membesarkan tulisan di sana, dan memampangnya di hadapan forum itu.

“Kalau gitu tinggal nunggu beliau itu mengundurkan diri tho, Kin? Semoga saja pengunduran diri beliau tidak lama-lama banget, ndak selama orang ini nggeser menterinya.” Kanapi mengangguk dengan mecucu ke arah Cak Narto yang terlihat tidak menghiraukan ejekan itu.

“Kalau aku jadi Bu Wakil Ketua itu, Kin…” Cak Narto menggeser menterinya satu petak, mengancam raja Kanapi, “…aku ya milih ndak mau mengundurkan diri. Wong diminta je. Itu kan semacam ‘diharap’ atau ‘diimbau’, masih memberikan peluang yang bersangkutan untuk tidak nuruti permintaan itu.” Ia terkekeh.

“Woooo, ya itu namanya rai gedheg, Cak, alias ra ndue isin, alias muka tebal, alias nggapleki!!” seperti tersulut, Pardi berkomentar lantang dari balik punggung Kanapi.

“Skakmat…” raja Kanapi dihimpit oleh kuda, benteng dan menteri Cak Narto, Ia lantas berdiri menarik pinggang, “…emangnya ada orang-orang di atas sana yang punya rasa malu, nDes? Lha wong pakek rompi tersangka saja masih dadah-dadah sambil ngumbar senyum begitu?. Sekarang aparat pemberantasnya malah bikin ulah begitu.”

“Rasa malu adalah barang langka bagi politisi kita, nDes!”

“Kalau langka berarti harus dilindungi dong, Cak?” Tukas Pardi.

“Iya…kayak raimu itu, langka, harus dilindungi!!”

Seisi teras terbahak, tapi Solikin kembali menggunting suasana riang itu.

“Tapi, Cak, vonisnya ini tetap tidak wajar, untuk tidak menyebut ndak adil, ya…” Solikin melemparkan korek ke arah Cak Narto yang tolah-toleh mencari, “…karena kalau untuk pelanggaran kode etik yang levelnya seberat itu, dengan hukuman sesepele ini, di masa depan kemungkinan kasus serupa akan terulang lagi sangat besar, Cak. Sebab, hukumannya tidak membuat jera para pelakunya. Dan itu mengkhawatirkan bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia, Cak.”

“Lha terus kamu mau apa kalau sudah diputuskan hukumannya seperti itu, Kin? Kita ini bisa apa, sih? Paling banter ngomel-ngomel begini, to?” tiba-tiba Cak Narto sudah berada di atas motornya.

“Kita bisa apa, Kin?” Cak Narto menyelipkan rokok di sudut bibir, menggenjot tuas starter. Mesin motor meraung. “Menggugat di pengadilan? Jelas ndak mungkin. Nulis opini di media? yaaa paling jadi angin lalu. Bikin mural kritik? Mau kamu diburu aparat?”

Solikin tercekat.

“Sudah lah, Kin. Ndak usah khawatir. Dramanya kan belum selesai. Tunggu saja. Paling bentar lagi kegaduhan semacam ini akan diganti dengan riak-riak berita receh lainnya. Dan lambat laun kita akan lupa.” Cak Narto memacu motornya dengan kretek masih terselip di sudut bibir.

Suasana malam kembali syahdu. Tapi tiba-tiba, “Woooo, Bedhesss… korekku dikantongi lagi sama Cak Narto”. Solikin memaki pelan.

***

Mendung berarak di jingga mega. Warnanya berpadu antara temaram rembulan dan pendar cahaya aneh yang sulit dijelaskan. Entah dari arah mana, lamat terdengar John Mayer melantunkan “Waiting On the World to Change”.

Me and all my friends

We’re all misunderstood

They say we stand for nothing and

There’s no way we ever could

Now we see everything that’s going wrong

With the world and those who lead it

We just feel like we don’t have the means

To rise above and beat it

So we keep waiting (waiting)

Waiting on the world to change

We keep on waiting (waiting)

Waiting on the world to change

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 3 September 2021 oleh

Tags: dewan pengawaskeadilankode etikkpkpotong gajisidang
Suwatno

Suwatno

Penulis adalah bapak (muda) dengan tiga orang anak. Tinggal di Palangka Raya.

ArtikelTerkait

Polisi Bilang Harun Masiku Tidak Ada di Tongkrongannya: Sudah Coba WA, Pak?

Polisi Bilang Harun Masiku Tidak Ada di Tongkrongannya: Sudah Coba WA, Pak?

14 Februari 2020
Sarjana Hukum Pasti Hafal Pasal? Sungguh Kesesatan Ekspektasi yang Nyata terminal mojok.co

Terdakwa Kasus Novel Baswedan Aja Malu Cuma Dituntut 1 Tahun Penjara 

15 Juni 2020
gaji dosen mahasiswa semester tua asisten dosen

Asisten Dosen: Tugas (Terlihat) Elit, Sidang Sulit

23 Agustus 2023
Situbondo, Tempat Tinggal Terbaik dan Kota Sederhana yang Saking Sederhananya, Nggak Ada Apa-apa di Sini

Ironi Situbondo: Kotanya Sepi, Bupatinya Jadi Tersangka Korupsi

9 September 2024
7 Kota dan Provinsi di Indonesia yang Selalu Apes Dapat Pemimpin Korup Terjerat KPK

7 Kota dan Provinsi di Indonesia yang Selalu Apes Dapat Pemimpin Korup Terjerat KPK

28 November 2023
Yudisium Lebih Layak Dirayakan daripada Sempro, Sidang, dan Wisuda Mojok.co

Yudisium Lebih Layak Dirayakan daripada Sempro, Sidang, dan Wisuda

1 Desember 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

29 November 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.