Membayangkan Purwokerto Tanpa Unsoed: Ternyata Nggak Ngenes-Ngenes Amat

Membayangkan Purwokerto Tanpa Unsoed: Ternyata Nggak Ngenes-Ngenes Amat

Membayangkan Purwokerto Tanpa Unsoed: Ternyata Nggak Ngenes-Ngenes Amat (unsplash.com)

Jika diminta untuk menyebutkan satu nama perguruan tinggi yang ada di Purwokerto, pikiran kita pasti tertuju pada Universitas Jendral Soedirman, alias Unsoed. Dibanding kampus lain yang ada di Kota Satria, Unsoed memang jadi kampus yang paling populer. Terbukti, Unsoed masuk dalam 20 besar PTN dengan peminat terbanyak saat UTBK-SNBT tahun 2024.

Tak banyak yang tahu jika dulunya Unsoed bernama Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP). Sesuai namanya, sekolah tinggi negeri yang berdiri sejak tahun 1963 ini hanya berfokus pada ilmu pertanian. Barulah pada tahun 1968, STIP berubah nama menjadi Universitas Jenderal Soedirman dan mulai membuka berbagai fakultas lain selain pertanian. Dan ternyata, rame.

Orang Puwokerto asli pasti merasakan betul betapa berbedanya Purwokerto sebelum dan sesudah ada Unsoed. Kalau kata Mas Santos Wahjoe, Purwokerto saat ini sudah kehilangan wajahnya sebagai kota tua yang eksotis gara-gara semakin banyak pendatang.

Ah, saya jadi tertarik untuk membayangkan Purwokerto tanpa Unsoed. Kira-kira bakalan seperti apa, ya?

Java Heritage dan Aston mikir dua kali mau buka di Purwokerto

Tidak bisa dimungkiri, Unsoed memiliki pesona yang dapat menggerakkan para pemilik modal untuk berinvestasi. Bayangkan saja, tiap tahun ada ribuan mahasiswa yang datang dari berbagai penjuru Indonesia untuk kuliah di Unsoed. Alhasil, Purwokerto jadi semakin dinamis dan penuh energi.

Bayangkan kalau nggak ada Unsoed. Saya yakin hotel sekelas Java Heritage dan Aston bakal mikir dua kali mau buka cabang di Purwokerto. Yang mau nginep di sana siapa? Nyi Roro Kidul?

Akan tetapi karena ada Unsoed, Java Heritage dan Aston berani buka cabang di Purwokerto. Dan perhitungan mereka nggak sia-sia. Kedua hotel ini kemudian menjadi langganan para mahasiswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan, seperti acara seminar nasional, konser musik, hingga wisuda.

Baca halaman selanjutnya: GOR Soesoe bakal jadi GOR biasa…

GOR Soesoe bakal jadi GOR yang biasa-biasa saja

Selain GOR Satria, Purwokerto juga punya gelanggang olahraga lain, yaitu GOR Soesoe. Nama Soesoe berasal dari nama seorang tokoh nasional bernama Soesilo Soedarman.

Andai tidak ada Unsoed di Purwokerto, GOR Soesoe tidak akan pernah mengukir sejarah sebagai GOR yang memiliki lintasan helikopter. GOR Soesoe hanya akan seperti gelanggang olahraga pada umumnya yang biasa-biasa saja.

Jadi ceritanya, rektor Unsoed terdahulu, yaitu Prof. Rubiyanto, mengundang Gubernur Jawa Tengah yang saat itu masih dijabat oleh Mardiyanto, untuk datang melihat langsung pembangunan GOR. Berhubung Pak Gubernur datang dengan menggunakan helikopter, maka dibuatlah landasan helikopter di GOR Soesoe.

Nah, gara-gara ditinjau gubernur itu pula, pembangunan GOR Soesoe jadi mendapat tambahan suntikan dana. Akhirnya, tambah keren lah GOR tersebut. Salah satu daya tarik GOR Soesoe Purwokerto adalah lintasan lari sudah berbahan karet sintetis. Padahal, saat itu, sangat jarang ada GOR yang sudah menggunakan karet sintetis karena biaya perawatannya terbilang mahal.

Warga lokal bingung mau usaha apa

Saya juga membayangkan andai tidak ada Unsoed di Purwokerto, warga lokal mungkin bingung mau buka usaha apa. Bagaimanapun Unsoed telah memberikan kontribusi besar untuk ekonomi lokal, mulai dari sewa kos-kosan, peluang kerja untuk para dosen dan staf, hingga bisnis-bisnis kecil yang mendapat keuntungan dari keberadaan mahasiswa.

Bayangkan kalau nggak ada Unsoed. Tak mungkin rasanya kita lihat plang bertuliskan “Terima Kos-kosan” di tiap belokan. Tak mungkin pula kita lihat toko-toko baju ini laris manis diserbu oleh mahasiswa Unsoed. Purwokerto bakalan sepi. Seolah, waktu berjalan lebih pelan, tanpa suara motor ataupun langkah kaki mahasiswa yang terburu-buru ke kampus atau cari kuliner.

Dengan kata lain, roda ekonomi di Purwokerto tidak akan berputar. Lha wong ada Unsoed saja, Kabupaten Banyumas menyandang predikat sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi kedua di Jawa Tengah, kok. Data pada tahun 2024 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Banyumas sebesar 11%, satu tingkat di bawah Brebes.

Lha kalau nggak ada Unsoed? Apa ya nggak makin-makin?

Purwokerto bebas macet karena orang goblok berkurang

Meskipun Purwokerto tampak tak berdaya tanpa Unsoed, sebenarnya nggak ngenes-ngenes amat, sih. Ada hal positif yang terjadi andai tak pernah ada tempat bernama Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto, yakni bebas macet.

Jadi begini. Kebanyakan jalan kampus Purwokerto itu sempit. Nggak siku lah dengan pertumbuhan mahasiswanya yang terus meningkat. Sudah sempit, kondisinya nggak bagus-bagus amat, banyak polisi tidurnya pula. Maka, nikmat mana lagi yang kau dustakan?

Kondisi di jalanan makin parah dengan banyaknya mahasiswa yang kalau njajan nggak lupa bawa duit, tapi lupa bawa otak. Mentang-mentang perut lapar, parkir motor langsung di depan gerobak abang pedagang. Antara menghindari kang parkir atau memang males turun, memang beda tipis, sih. Yang jelas, kebiasaan asal ngetem tersebut membuat jalan yang sempit jadi makin sempit. Endingnya? Macet. Mana panas beut lagi kalau siang.

Itulah 4 hal yang terjadi andai tidak pernah ada Unsoed di Purwokerto. Menurut kalian mending ada Unsoed atau nggak ada, nih?

Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Purwokerto Adalah Daerah Paling Aneh karena Bukan Kota, Kurang Pas Disebut Kabupaten, Apalagi Menjadi Kecamatan. Maunya Apa, sih?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version