Berbagai Fasilitas dan Kemudahan di Purwokerto Membuat Saya Sebagai Orang Purbalingga Cemburu

Purwokerto Membuat Orang Purbalingga Cemburu dan Iri Hati (Unsplash) kemacetan

Purwokerto Membuat Orang Purbalingga Cemburu dan Iri Hati (Unsplash)

Beberapa hari yang lalu seorang teman datang kepada saya. Wajahnya muram dan kusut seperti seonggok baju yang belum disetrika. Saya mulai menerawang kalimat apa yang akan meluncur dari wajah yang sudah memerah itu. Setelah merebahkan diri di kasur, dia berkata, “Seandainya Purbalingga punya stasiun kayak Purwokerto, sudah pasti aku nggak bakal antar-jemput doi terlalu jauh.” 

Mungkin dia sedang mengalami titik jenuh dalam sebuah hubungan. Sehingga, hal-hal yang biasanya bukan masalah, berubah menjadi masalah. Misalnya, dia kesal karena harus mengantar dan menjemput Purbalingga-Purwokerto setiap bulan untuk menjemput kekasihnya. Keluh kesahnya berawal dari fasilitas yang tidak tersedia di kabupaten tempatnya tinggal, yaitu Kabupaten Purbalingga.

Kadang, sebagai warga Purbalingga, saya cemburu terhadap ibu kota Kabupaten Banyumas itu. Lantas, apa yang membuat kami merasa cemburu kepada Purwokerto yang terkadang mengerucut menjadi rasa iri?

Pilihan bioskop di Purwokerto 

Kota yang dijuluki sebagai penghasil mendoan itu memiliki dua bioskop sekaligus, yaitu Rajawali Cinema dan CGV. Saya sendiri pernah menjajal dua bioskop tersebut. 

Ketika awal bulan, saya sering menonton di CGV karena letaknya berada di dalam Rita Supermall. Seusai menonton, saya biasanya menyempatkan diri mampir ke Gramedia atau sekadar jajan di RSM. 

Kadang juga teman-teman mengajak saya untuk menonton film di Rajawali Cinema saat sedang tersedia promo buy 1 get 1. Sementara itu, di Purbalingga, hanya ada satu bioskop, yaitu NSC  (New Star Cineplex). Sudah bioskop cuma satu, film yang ditayangkan sangat sedikit.

Purwokerto mempunyai banyak kampus, baik negeri maupun swasta

Tahukah kamu kalau Purwokerto menyediakan cukup banyak pilihan kampus? Iya, mereka punya tiga perguruan tinggi negeri. Mulai dari Unsoed, UIN Saizu, hingga Poltekkes. 

Selain negeri, mereka juga punya kampus swasta, dan banyak pula. Kampus swasta yang saya maksud adalah UMP, UHB, Amikom, Telkom, Unwiku, hingga UNU. Kondisinya sangat berbeda di Purbalingga. Di tempat saya, hanya ada satu kampus, Universitas Perwira Purbalingga (Unperba). 

Unperba sendiri baru berdiri pada 2019. Usianya masih sangat belia. Buat kalian yang belum tahu, Unsoed dan UIN Saizu juga membuka cabang di Purbalingga. Tapi sayang, cuma cabang saja, bukan kampus pusat.

Baca halaman selanjutnya….

Warga Purbalingga yang jadi repot kalau mau bepergian naik kereta api.

Keberadaan stasiun yang merepotkan warga Purbalingga

Nah, inilah yang dikeluhkan teman saya, yaitu soal stasiun. Dulu, Purbalingga memiliki sebuah stasiun yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Kandang Gampang. Namun, kereta api jurusan Purwokerto-Wonosobo malah sudah tidak beroperasi sejak 1978. 

Hal ini yang membuat stasiun di kabupaten yang terkenal dengan knalpotnya ini hanya menyisakan sebuah kenangan belaka. Kami, sebagai warga Purbalingga, mau nggak mau harus ke Purwokerto dulu jika hendak bepergian dengan kereta api. Sangat merepotkan!

Moda transportasi

Untuk moda transportasi, Purwokerto memiliki dua pilihan, yaitu Trans Banyumas dan Trans Jateng. Trans Banyumas sendiri beroperasi di Purwokerto, Baturraden, dan Ajibarang. Sementara itu, Trans Jateng melayani rute Purwokerto-Purbalingga. 

Purbalingga? Kami hanya bisa menikmati layanan Trans Jateng saja. Rutenya saja malah tidak merambah semua sudut Purbalingga. Paling mentok hanya sampai Kecamatan Bukateja Saja.

Fasilitas publik dan ruang terbuka

Purwokerto berevolusi sedemikian cepatnya dari tahun ke tahun. Pemugaran di berbagai lini sudah terlaksana. Pembangunan kawasan Jalan Bung Karno yang terdiri dari jembatan, Madhang Maning Park, dan Menara Teratai sudah terealisasi. Sementara itu, proses pembangunan masjid agung dan islamic center masih dalam proses pembangunan. Alun-alun pun selalu ramai oleh pengunjung dan penjual di segala sisi.

Mari kita bandingkan dengan Purbalingga, kota ini memang punya alun-alun di pusat kota. Namun, saat ini sepi karena pemerintah melarang PKL jualan di sana. Kami juga punya islamic center, kok. Bahkan lebih dulu daripada Purwokerto. Sayangnya, islamic center kami dikorupsi sama bupati yang sekarang dan sudah duduk di kementerian sosial itu, loh! Dasar problematik!

Bidang F&B Purwokerto jauh lebih maju

Saya masih ingat betul saat McD membuka cabangnya di Purwokerto pada Mei 2023. Adik sepupu saya memaksa saya untuk mengantarnya berburu burger di restoran asal Amerika itu. Padahal, antrenya itu panjang banget persis kaya ngantre dana bansos yang salah alokasi itu. Selain itu, setiap pergi ke Purwokerto, adik saya merengek untuk dibelikan Mie Gacoan. Hal ini karena Mie Gacoan nggak ada cabangnya di Purbalingga.

Itulah kecemburuan saya kepada Purwokerto. Sebuah rasa cemburu yang sebetulnya kini sudah berubah menjadi iri. Semoga Purbalingga lekas berbenah dan semakin maju sehingga kami tidak iri lagi dengan tetangga.

Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Masalah Purwokerto: Terminal Bulupitu yang Berpotensi Menyusahkan Mahasiswa dan Warga

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version