Sebaiknya Purwokerto belajar dari Jogja sebagai si paling kota pelajar: trotoar itu penting, bahkan jadi salah satu hal yang paling penting malah
Apa yang harusnya ada di kota pelajar, tapi tak dibicarakan banyak orang? Bukan, bukan burjoan atau kos las vegas, tapi, trotoar.
Trotoar jelas jadi salah satu hal paling esensial untuk kota pelajar sebab banyak mahasiswa yang merupakan pejalan kaki. Entah karena prinsip menjaga lingkungan atau memang tak punya opsi. Meski trotoar Jogja tak bisa dibilang memadai, tapi sebelum serbuan motor semasif ini, begitu banyak mahasiswa yang jalan kaki. Kalau tidak jalan kaki, ya pakai sepeda.
Tapi kenapa trotoar jadi esensial untuk kota pelajar? Simpelnya ya agar bisa mengakomodir semua orang. Sebuah kota tak bisa hanya berorientasi pada kendaraan pribadi, karena artinya hanya mengakomodir satu kepentingan saja. Sedangkan semua kepentingan harus bisa difasilitasi.
Dan hal ini jadi makin krusial untuk kota pelajar. Ya jelas lah, masak kota pelajar pembangunannya malah car oriented, yo ra mashok. Iya kan, Purwokerto?
Daftar Isi
Pantas menyandang predikat tersebuts
Purwokerto adalah salah satu kota yang lumayan pantas menyandang predikat kota pelajar. Kota ini selalu didatangi ribuan mahasiswa yang memilih untuk menuntut ilmu di Bumi Ngapak. Jangan kira hanya Jogja saja, Bos, yang jadi top of mind orang kuliah.
Tapi sayangnya, Purwokerto masih punya masalah dalam hal trotoar. hal yang harusnya tidak jadi masalah untuk kota pelajar. Sebenernya Jogja ya punya masalah dalam hal ini sih. tapi, setidaknya masih agak mendingan lah.
Maksud saya adalah, harusnya belajar dari Jogja si paling kota pelajar. Masalah yang terjadi di Jogja, harusnya jangan sampai terulang di Purwokerto.
Trotoar di Purwokerto yang penuh dengan pedagang kaki lima
Malam hari yang sejuk, saya mulai dengan memacu kendaraan di sepanjang Jalan Jenderal Soedirman. Jalan ini tengah menjadi perbincangan khalayak di jagat maya lantaran keberadaan bunga tabebuya yang merekah dengan indah. Bunga berwarna kuning ini berjejer di sepanjang Jalan Jenderal Soedirman mulai dari sisi paling timur.
Namun, keindahan bunga ini akan layu di malam hari. Hal ini lantaran pandangan mata kita akan teralihkan pada beberapa pedagang kaki lima yang membuka lapaknya di trotoar jalan. Bahkan, ada beberapa pedagang kaki lima yang menggunakan trotoar secara keseluruhan untuk membuka lapak tenda mereka. Akibatnya, para pejalan kaki yang melewati trotoar di area ini terpaksa harus menggunakan bahu jalan.
Apakah ini adalah kesalahan para PKL? Saya katakan dengan lantang, Tidak! Mereka hanya rakyat biasa yang mencari rupiah untuk menghidupi sanak keluarga mereka di rumah. Tanggung jawabnya jelas jatuh pada pundak pemerintah. Ya… memang kan?
Kalau memang Purwokerto mau memetik buah dari status kota pelajar, memang harus mumet. Itu Jogja emang nggak mumet?
Jalan tersibuk yang tak punya trotoar
Saya kembali memacu kendaraan melintasi Jalan Soedirman ke arah barat. Semakin mendekati pusat Alun-alun Purwokerto, saya semakin gelisah dan resah. Hal ini lantaran di area yang masih masuk dalam Jalan Jenderal Soedirman bagian tengah ini tidak memiliki trotoar sama sekali. Hanya ada ruko-ruko dan pertokoan megah yang tidak memiliki trotoar untuk pejalan kaki.
Bahkan, di beberapa titik saya melihat kondisi pinggir jalan yang becek. Sungguh aneh, beginikah kota pelajar?
 ***
Purwokerto memang bisa disebut kota pelajar. Tapi sayangnya, pembangunan kotanya masih belum bisa diakses banyak pihak. Dan agak lucu sebenarnya, harusnya kota pelajar justru punya perencanaan yang matang. Berat? Memang.
Predikat kota pelajar memang membebani. Itulah kenapa Jogja dikritik tiap waktu. Agar terkontrol, agar tidak keluar jalur. Dan inilah kritik saya terhadap Purwokerto, agar terkontrol, agar tidak keluar jalur, agar tidak terjerumus di lubang yang sama.
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Purwokerto, Tempat Tinggal Terbaik di Jawa Tengah