Bagiku, kata “Puncak”, “liburan”, dan “macet” seharusnya digabung jadi satu kata saja: “horor”. Tidak ada kata yang tepat selain “horor” untuk menggambarkan situasi macet di Puncak Bogor pada saat liburan panjang.
Di momen libur panjang ini, memoriku kembali ke beberapa tahun silam, saat aku merasakan langsung pengalaman traumatis itu. Sampai detik ini, aku masih tak paham kenapa orang-orang masih saja pergi ke Puncak saat momen liburan seperti ini. Entah apa yang mereka cari di sana.
Kilas balik momen horor di Puncak Bogor
Hari itu, kami sekeluarga memutuskan pergi ke Puncak saat libur lebaran. Semenjak orang tua Ayah di kampung sudah tiada, kami sangat jarang mudik ke kampung Ayah di Aceh. Pilihannya, kalau tidak goler-goleran di ruang tamu, ya paling pergi ke tempat wisata sekitaran Jakarta, salah satunya Puncak.
Saat berangkat, kami melihat banyak mobil dan motor plat B yang mulai menginvasi kawasan pegunungan yang terletak di Kabupaten Bogor ini. Tetapi, kemacetan saat itu masih bisa terkendali. Situasi sudah jauh berbeda saat kami akan kembali ke Jakarta setelah dua malam menginap di salah satu villa yang terdapat di sana. Kali ini, ribuan wisatawan yang harus kembali kerja di hari Senin, menyerbu jalanan yang tak seberapa besar itu dalam waktu yang bersamaan.
Buat kalian yang belum pernah merasakan momen “horor” ini, saya akan memberikan sedikit gambaran seperti apa pengalaman mengerikan di sore itu.
Jalanan yang dibangun di masa Daendels ini hanya cukup untuk satu jalur. Kalian bisa bayangkan, bagaimana sesaknya jalanan Puncak itu saat dipenuhi oleh ribuan mobil dan motor yang memaksa turun. Orang-orang mulai keluar dari kendaraannya. Ada yang membakar rokok sambil menyeruput kopi, mengencingi pohon, sampai menyeduh Pop Mie.
Terdengar suara tangisan balita dari dalam beberapa mobil. Warung-warung di pinggir jalan dipenuhi orang-orang yang berdesakan mau BAB. Beberapa orang yang sudah tak tahan dengan situasi ini mulai memencet klakson mereka.
Bunyi klakson yang mulai bersahut-sahutan ini cukup membuat beberapa orang naik pitam. “Sabar woi, liat ini jalanan macet!” ucap salah seorang pria dari balik kaca mobilnya. Bunyi klakson itu tidak sedikitpun mengubah situasi, justru hanya makin memperparah.
Situasi seperti ini terus bertahan sampai 10 jam ke depan. Perjalanan dari Puncak Bogor ke Jakarta Timur yang biasanya kami tempuh selama satu jam setengah, malam itu harus kami tempuh selama 12 jam.
Orang tak juga kapok
Momen itu sungguh membuat keluargaku kapok dan bersumpah tak akan lagi pergi ke Puncak Bogor saat momen libur panjang. Niat hati menghibur diri, kami malah menambah beban stress untuk dibawa balik ke Jakarta.
Apa lagi, Ayah harus kembali bekerja dan mengarungi macetnya Jakarta pada esok harinya. Aku sungguh tak bisa membayangkan rasanya jadi Ayah. Sudah menghabiskan uang jutaan rupiah untuk mengajak kami semua berlibur, ia masih harus menanggung rasa capek akibat menyetir selama 12 jam.
Momen macet-macetan di Puncak ini Bogor sebenarnya bukan momen yang unik bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Aku yakin, hampir seluruh warga Jakarta dan sekitarnya pernah merasakan langsung atau setidaknya mendengar cerita tentang betapa mengerikannya macet saat momen liburan di Puncak.
Yang aku tak habis pikir adalah, mengapa ribuan orang itu masih saja memilih Puncak sebagai top of mind-nya untuk berlibur saat momen liburan tiba. Padahal, masih banyak opsi tempat wisata lainnya di sekitar Jakarta yang bisa dipilih.
Sama saja, tiap tahunnya
Bahkan, beberapa orang di sekitarku mengaku menyukai momen macet-macetan di Puncak. Katanya, letak keseruan berlibur di Puncak justru adalah macet-macetannya. Logika macam apa itu?
Memang, sih, pergi ke Puncak saat liburan itu pilihan bagi setiap orang. Tapi yang jelas, bagiku pilihan itu sudah hilang sejak lama dari diriku. Aku lebih memilih berdiam diri di rumah, atau menulis artikel ini, untuk memberitahu kalian semua betapa tidak serunya pergi ke Puncak Bogor saat momen libur panjang.
Pada momen libur panjang kali ini, saya kok yakin banget berita kemacetan di Puncak Bogor akan jadi trending topic di media sosial mana pun. Dan saya yakin banget akan bertanya hal yang sama, sudah tahu macet gila, kenapa masih pada nekat ke Puncak, sih?
Penulis: Muhammad Naufal Majid
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Puncak Bogor: Tempat Healing yang Bisa Bikin Kamu Sinting
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.