Daftar Isi
Merampok Kerajaan demi rakyat
Dalam sebuah film ketoprak berjudul “Gamawijaya,” digambarkan jelas tentang awal perlawanan sang pemuda dari Ambal ini. Semua diawali dari penarikan upeti yang lebih tinggi untuk Kasultanan Yogyakarta. Demi mendukung peningkatan upeti atau pajak ini, maka muncul berbagai peratutan baru. Salah satunya ketika daerah Urut Sewu diminta oleh Kraton Jogja dan kumpeni.
Rencananya, area ini akan diubah menjadi daerah perkebunan Tom oleh Adipati Ambal. Sehingga membuat rakyat Urut tidak bisa lagi leluasa bercocok tanam. Tentu peraturan baru ini menyengsarakan rakyat. Termasuk Puja Gamawijaya dan teman-temannya.
Mendengar kabar ini, Gamawijaya murka. Mimpi hidup bahagia sepulang Perang Jawa berubah menjadi angkara murka. Apalagi melihat sanak saudara dan rakyat Kadipaten Ambal makin tersiksa. Maka ia menjawab penindasan oleh Kasultanan Yogyakarta dengan perlawanan.
Mungkin keterlibatan dalam Perang Jawa yang jadi modal awal perlawanan Gamawijaya. Ia menggunakan teknik gerilya dan fokus menyerang ketika malam. Sasaran utamanya adalah pembawa upeti yang berasal dari area barat, seperti Cilacap atau Purworejo. Kebetulan, Urut Sewu memang menjadi jalur pengiriman upeti ini.
Kesaktian Puja Gamawijaya menggetarkan Kraton Jogja
Balada perlawanan Puja Gamawijaya berkobar di pesisir selatan Jawa. Ia bersama rekan-rekannya menguasai area Urut Sewu setiap malam. Kesaktian Gamawijaya juga menjadi buah bibir. Konon ia mampu menghabisi satu rombongan dengan tangan kosong. Pukulannya disebuh sekeras besi baja. Begitu pula tubuhnya yang konon kebal senjata tajam.
Bahkan ada yang menyebut Gamawijaya tidak bisa dibunuh. Konon kepalanya kembali menyambung ke badan setelah ditebas. Mungkin kita sekarang mengenal kesaktian ini sebagai Ajian Rawarontek. Masih banyak lagi kisah tentang kesaktian Gamawijaya, entah benar atau tidak. Yang pasti, Gamawijaya membuat gerah Kraton Jogja dan Kumpeni.
Perlawanan Gamawijaya mulai mengacaukan arus upeti masuk ke Kraton Jogja. Tentu saja, pihak kumpeni ikut panas. Uang pajak yang ikut mereka nikmati direbut perampok sakti. Di wilayah Urut Sewu, Gamawijaya tidak lantas berfoya-foya. Ia membagi-bagikan hasil rampokan pada warga sekitar. Kepedulian Gamawijaya inilah yang kini dikenang dalam bisik-bisik pelan warga eks-kadipaten Ambal.
Sayembara yang melahirkan Kadipaten Ambal
Untuk menghabisi “Robin Hood” dari Urut Sewu, Kraton Jogja dan Belanda mengadakan sayembara. Bagi siapa saja yang bisa menghabisi Gamawijaya dan kelompoknya akan diangkat sebagai penguasa di daerah tersebut. Namun tidak ada yang berani mengikuti sayembara ini. Terutama karena legenda kesaktian Gamawijaya kadung tersebar di seantero Kasultanan Yogyakarta.
Akhirnya Raden Mangunprawira berani mengikuti sayembara ini. Ia adalah putra selir dari Sri Sultan HB III. Demi mengalahkan Gamawijaya, Raden Mangunprawira mencari bala bantuan. Akhirnya dia menemui Lurah Sijeruk yang bernama Wargantaka. Kebetulan, ia adalah saudara seperguruan Gamawijaya di bawah asuhan Ki Gamawikangka.
Wargantaka memerintahkan putranya untuk ikut membantu mengalahkan Gamawijaya. Sembari memberi rahasia besar: kelemahan Gamawijaya. Si perampok agung ini hanya bisa dibunuh jika tengkuknya dipukul dengan buah pepaya. Ada juga yang menyebut bahwa Gamawijaya hanya bisa dibunuh jika selendang yang menutup kakinya dibuka. Entah mana yang benar.
Kepala Puja Gamawijaya dipenggal dan dijadikan bahan tontonan
Akhirnya konflik berdarah terjadi. Pasukan Mangunprawira bertempur melawan komplotan Gamawijaya di Urut Sewu. Singkat cerita, Gamawijaya berhasil dipojokkan dan dibunuh. Sebagai perlambang sekaligus ancaman, kepala Gamawijaya dipenggal. Kemudian dengan sadis dipertontonkan di Pasar Bocor. Kepala sang perampok agung menjadi tontonan dan pengingat untuk jangan sekali-sekali melawan pemerintahan Kasultanan Yogyakarta.
Sebagai hadiah, Radeng Mangunprawira diangkat sebagai Adipati atas daerah Ambal di Urut Sewu. Ia mendapat gelar Adipati Purbonegoro. Namun Kadipaten Ambal tidak bertahan lama. Setelah Adipati Purbonegoro wafat, anak keturunannya tidak diperbolehkan meneruskan pemerintahan Kadipaten Ambal.
Kisah Gamawijaya akhirnya lenyap perlahan. Tidak ada pusara untuk dikenang, atau babad khusus tentang hidupnya. Yang tersisa hanya bekas lokasi pertempuran dan kisah yang dituturkan secara perlahan. Kisah yang membakar hati setiap mendengar penindasan dan perebutan lahan oleh penguasa yang lalim. Sadhumuk bathuk, sanyari bumi! Mukti utawa mati!
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Raden Trunojoyo, Penakluk Mataram dari Sampang Madura yang Mati Dibantai Amangkurat II