Pasukan Shin Tae-yong gagal berlatih karena Lapangan Madya “lupa” di-booking oleh PSSI. Kabar terbaru, PSSI mengabarkan bahwa itu adalah miskomunikasi. Dua kalimat di atas cocok sekali untuk kalimat pembuka, harusnya sih ditutup oleh opini pribadi saya. Baik, komentar saya hanya satu kalimat saja, memang sejak kapan PSSI tidak “miss” ketika melakukan kinerjanya mengatur sepak bola Indonesia?
Saya tidak bercanda. Kalau masalah booking lapangan saja sampai ada alasan miskomunikasi, lha bagaimana mau ada negara lain (yang levelnya atau rank FIFA lebih tinggi dari Timnas Indonesia) yang sudi uji tanding dengan kita? Sebenarnya tulisan ini bukan tulisan lucu-lucuan, tapi ada satu set-up yang layak dijadikan bahan sebelum punchline; PSSI sempat nawarin diri jadi tuan rumah Piala Dunia.
Videocall nomor satu, booking lapangan buat latihan belakangan. 😎 https://t.co/Gbw2kBRn9P
— Extra Time Indonesia (@idextratime) May 27, 2022
Harusnya PSSI itu mawas, bukan malah cari pembelaan. Lha wong ada Timnas yang nyewa lapangan buat latihan saja sudah aneh. Malu sama Mesut Ozil yang baru ngunyah gado-gado satu kali saja sudah paham bahwa yang dibutuhkan sepak bola negara ini adalah infrastruktur. Masalah profesionalisme, sekaliber pengurus sepak bola negara kalah sama pengurus klub lokalan seperti JDT—duh, tidak apple to apple juga sih.
Ayolah, ini adalah masalah yang amat basic. Belum membahas tentang keberlanjutan sepak bola usia dini, ajeg sistem kompetisi sepak bola perempuan, dan jadwal kompetisi. Ini adalah persoalan yang amat basic, masalah booking tempat latihan. Kalau PSSI tidak becus, biar diurus saja sama anak-anak kompleks yang doyan main futsal.
Mereka, anak-anak kompleks yang hobi main futsal, saya rasa lebih terorganisir ketimbang sebuah federasi yang sudah salah malah kebanyakan alasan. Kalau yang bertugas booking melakukan kesalahan, palingan ya konsekuensinya dijitak-jitakin satu tongkrongan. Tapi, probabilitas mereka miskomunikasi itu hampir nol persen—alias selalu terlaksana dan lancar jaya.
PSSI ketimbang studi banding ke federasi sepak bola Malaysia atau Thailand yang sudah jauh meninggalkan mereka, mendingan belajar dulu sama anak-anak kompleks yang hobi main futsal ini. Kalau tidak punya waktu (kecuali untuk kepentingan konten, tentunya) saya ringkas di sini saja deh.
Yang booking lapangan itu harus punya satu niat; yakni bikin bahagia yang main di lapangan. Anak-anak futsal ini, kalau punya niat datang ke lapangan, ya tujuannya hanya satu, yakni bahagia. Kalau sudah bahagia, maka akan tercipta rasa puas. Kalau sudah puas, maka akan lahir pikiran apakah permainan mereka oke atau belum.
Singkatnya, panitia yang booking lapangan harus becus dulu. Kalau tidak becus, ya bagaimana mau bikin anak-anak yang main bola bahagia?
Artinya, PSSI harus utamakan dulu pikirannya untuk sepak bola Indonesia. Jangan melulu bikin konten narsis si Ketum doang. Fokus yang terbagi, ya hasilnya miskomunikasi. Tujuan utama PSSI ada ya bikin prestasi. Kalau prestasi terlalu berat, mbok ya bikin pemain, pelatih, dan staff timnas bahagia dulu saja. Bukan malah nyalahin pelatih yang majuin jadwal. Kalau lapangan punya sendiri, dibangun pakai uang pribadi hasil denda sana-sini, ya hasilnya tidak begini.
Tapi, sekali lagi ya, ini serius sekelas Timnas Indonesia harus booking lapangan dulu buat latihan? Kalah dong sama SSB Imogiri yang bisa pakai lapangan desa secara gratis asal dirawat bersama.
Iya, saya tahu, ngomong doang itu gampang. Ngelakoni (apalagi tentang sepak bola Indonesia) itu sulit. Tapi ini sudah tahun ke berapa? Pergantian berapa kali ketua umum? Harus menunggu berapa kejadian dan kebodohan lagi?
Tapi, saya masih ada sedikit harap sama PSSI. Masih ada anggota mereka yang berpikiran lurus untuk sepak bola, walau sedikit jumlahnya. Masih ada di antara mereka yang berpikiran waras, walau tidak seberapa jumlahnya. Walau sedikit, yang penting masih ada. Walau tentu saja, yang sedikit akan tergerus oleh yang banyak. Yang waras, akan tertutup oleh yang menjadikan federasi ini sebagai kuda pacu politik dan cari cuan semata.
Iya, ngurus bal-balan Indonesia itu memang sulit. Tapi ya tidak gagal hanya karena ngurus booking lapangan buat latihan juga, sih. Kalau tidak niat kerja yang bener, ya sudah ganti dan rombak total saja. Istilah di desa saya, sih, “Ben tak urus ro cah-cah.” Mau? Kan, tidak. Ya, makanya kerja. Minimal kerja yang bener dulu.
Penulis: Gusti Aditya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Warga Jogja Jangan Mimpi Kaya kalau Separuh Gajinya untuk Ongkos Transpor