Kebetulan sore kemarin saya sedang ada rezeki berlebih. Saya lalu memutuskan untuk membeli pizza yang tengah memasang gimik promo Beli 1 Gratis 1. Gerai pizza yang saya tuju itu lumayan punya nama di Indonesia.
Bermodalkan uang Rp200 ribu, dengan yakin saya memasuki gerai pizza itu. Saya berjalan pasti menuju meja pemesanan dan memesan menu yang hanya berlaku 3 hari (sebelum, saat, dan setelah HUT RI ke-78), yaitu menu Buy 1 Get 1.
Mbak-mbak pegawai gerai tersebut kemudian meminta nomor HP dan nama saya untuk menebus pizza nanti. Setelah itu saya membayar dengan harga yang cukup miring daripada harga sekotak pizza medium yang biasa mereka jual. Dalam hati saya merasa sedikit bangga dan tentu saja berekspektasi bahwa dengan harga lebih murah, saya bisa mendapatkan dua kotak sekaligus. Yeay, lebih hemat.
Tapi sampai sini saya ingatkan, harap konsumen lain cukup bijak untuk menurunkan ekspektasi kalian. Pokoknya jangan kayak saya.
Setelah mengurus pembayaran, saya berjalan keluar gerai karena tempat menunggu khusus take away memang berada di luar gerai. Kurang lebih 20 menit kemudian, nama saya dipanggil untuk menebus pizza promo yang saya beli.
Kecewa ketika membuka kotak pizza
Saya pun pulang ke rumah dengan perasaan yang sebenarnya biasa aja. Tapi tak bisa dimungkiri, ada setitik ekspektasi dan perasaan puas lantaran saya berhasil mendapatkan dua kotak pizza sekaligus dengan harga yang lebih murah dibandingkan hari-hari biasanya. Lagi-lagi ekspektasi saya masih cukup tinggi dan itu salah. Sebaiknya jangan berekspektasi apa-apa karena bisa bikin kecewa.
Sampai di rumah, saya dan keluarga saya buru-buru membuka kotak pizza yang telah saya beli. Pertama-tama, kami membuka kotak pizza yang reguler terlebih dulu. Kebetulan saya pesan yang topping-nya keju.
Begitu menggigit sepotong pizza, rasanya enak sekali. Rotinya padat, penuh, dan tentu saja lembut. Topping pun cukup, nggak berlebihan, nggak kurang juga. Semua terasa pas dan fresh. Perasaan saya saat itu benar-benar puas.
Selanjutnya saya mengecek isi kotak kedua, yaitu pizza promo alias gratisannya. Untuk gratisannya, saya pesan yang topping-nya daging. Dari penampakannya sih tampak lezat dan menggoda. Saya merasa semua oke-oke aja sampai ibu saya mengomentari kalau roti pizza gratisan ini nampak agak tipis ketimbang yang sebelumnya kami makan.
Lantaran penasaran, saya pun mengambil sepotong pizza gratis bertopping daging itu. Ketika saya pegang, memang terasa agak keras dan rotinya lebih tipis. Dari sana ekspektasi saya perlahan turun.
Saya pun menggigit sepotong kecil. Sebenarnya nggak ada masalah sama sekali, tapi seperti saya katakan, saat dipegang saja sudah terasa teksturnya yang agak keras. Alhasil rotinya terasa agak sedikit melawan di mulut saya dan bikin saya pegal mengunyah satu potong kecil pizza itu.
Jangan terlalu ngarep
Setelah mencicipi pizza yang promo, saya dan ibu saya menyimpulkan bahwa gerai tersebut menggunakan adonan yang berbeda untuk membuat pizza gratisannya. Makanya ketika sudah matang, rotinya terasa berbeda: lebih keras dan tipis.
Saya paham, namanya usaha, pasti akan memperhitungkan untung dan rugi. Coba bayangkan kalau selama 3 hari berturut-turut (masa promo) mereka memberikan pizza dengan adonan yang selalu baru dan fresh, apa nggak rugi? Adonan roti stok mereka yang lama juga bakal mubazir dan akan mengakibatkan bengkaknya biaya produksi, kan?
Makanya untuk mengakali masalah tersebut mungkin salah satunya dengan cara menggunakan stok adonan roti yang lama. Sebab, selain memanfaatkan momen HUT RI untuk menaikkan penjualan, gerai pizza juga bisa menghemat biaya produksi dan menaikkan keuntungan. Sebuah win win solution. Pembeli merasa senang dengan gimik promosi, sementara penjual merasa diuntungkan.
Yah, walaupun saya yakin nggak semua makanan promo mengecewakan. Justru sebagai konsumen, saya diingatkan untuk nggak terlalu berekspektasi tinggi. Supaya kesenangan saat menemukan gimik promo di hari-hari spesial nggak berkurang. Kalau kata Bang David GadgetIn, sih, “Kalau udah dikasih barang murah tapi masih protes namanya nggak tau diri!”
Penulis: Delia Anjali
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mencicipi Pizza Napoli Asli, Apa Bedanya dengan Pizza di Indonesia?