Apakah mahasiswa pendidikan setelah lulus kuliah akan langsung menjadi guru? Tentu tidak, mereka masih harus melalui PPG dan P3K. Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah jalan untuk mencetak tenaga pendidik lebih profesional dan berkompeten.
Kemendikbudristek telah menetapkan sejumlah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), baik negeri maupun swasta sebagai penyelenggara PPG. Kabarnya, semua sudah terakreditasi.
Nunuk Suryani, Dirjen GTK, menegaskan bahwa ada 401.600 fresh graduate terdaftar peserta PPG 2025. Mereka akan mendapatkan bekal keahlian mengajar sebelum terjun ke lapangan. Harapannya, akan lahir guru berkualitas.
Masalah di pemerataan lulusan PPG
Baru-baru ini, sorotan yang sedang membara adalah penempatan formasi dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Konon katanya, pemerintah telah menetapkan bahwa lulusan PPG berpeluang untuk mengisi formasi tersebut. Namun, apabila mengupasnya lebih jauh, kita bisa menemukan challenge pada pemerataan formasi.
Di ranah publik, semestinya banyak lulusan PPG yang mengajar di sekolah negeri. Tapi, realitanya tak selalu sama. Sebabnya karena keterbatasan kuota atau kebijakan daerah.
Akibatnya, terjadi “perang dingin” dengan guru honorer yang lebih dulu mengabdi bertahun lamanya. Selain itu, masih ada gejolak di balik panggung. Banyak yang mempertanyakan kualitas lulusan PPG.
Benarkah skill lulusan PPG lebih sempurna?
Intinya, lulusan PPG mendapat bekal pengalaman mengajar dan sertifikasi sebagai tanda kesiapan menjadi pendidik profesional. Namun, kenyataan tak seindah bayangan. Tantangan di lapangan sangat berbeda. Desas-desus menyebutkan bahwa lulusan PPG ini masih memerlukan pendampingan untuk menghadapi dinamika lapangan.
Mencetak guru berkualitas memang membutuhkan standardisasi yang intens. Khususnya dalam seleksi peserta dan penyelenggaraan.
Nah, saat ini, sarjana pendidikan berpeluang mengikuti PPG walaupun latar belakang mengajarnya tak sama. Oleh karena itu, seharusnya seleksi masuk harus lebih intens dengan menitikberatkan kompetensi dasar, bukan hanya asal perguruan tinggi atau akreditasi institusi.
Penyelenggara harus memiliki track record lulusan yang baik dalam kependidikan, bukan sekadar surat-menyuratnya saja. Namun, skala yang jelas untuk menilai rekam jejak penyelenggara masih belum sempurna. Akibatnya, sulit menentukan perguruan tinggi yang bergengsi. Hal ini menjadi challenge untuk meningkatkan kualitas lulusan PPG yang berkompeten.
Pemerintah perlu memetakan efektivitas lulusan dari berbagai penyelenggara PPG. Ini tujuannya untuk menentukan titik terang standar akreditasi. Pemerintah bisa melakukan pemetaan dengan melihat skor rata-rata lulusan pada perguruan tinggi. Gunanya untuk menentukan kelayakan penyelenggaraan. Ke depannya, output lulusan akan lebih berkualitas.
Selanjutnya adalah proses P3K
Masalahnya adalah, penempatan formasi P3K masih terasa berputar-putar. Hal itu terlihat dari lulusan PPG yang pergi menuju daerah terpencil.
Penempatannya sama sekali tak melihat kebutuhan setiap lulusan. Misalnya, terkait jarak dan kesanggupan, baik fisik maupun mental. Maka dari itu, perlunya pemerataan yang lebih adil dan berbasis kebutuhan daerah tetap disesuaikan kondisi para lulusan.
Pemerintah dapat menetapkan lulusan PPG yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil. Tidak terlupakan juga, pemerintah harus memberikan jalan keluar bagi yang tidak bersedia ditempatkan di daerah tersebut.
Solusinya, mungkin seperti mengikuti program pengabdian bertahap, kemitraan dengan sekolah swasta, atau kontrak di sekolah negeri. Tersedianya jalan pintas ini akan membantu lulusan PPG lebih berkontribusi sesuai passion dan kompetensinya. Evaluasi juga perlu rutin supaya sertifikat pendidik tak sekadar lembaran hiasan, melainkan cerminan nyata dari kualitas mengajar.
Sekadar mengoleksi sertifikat
Oleh karena itu, untuk merealisasikan Indonesia emas, tenaga pendidik harus berkualitas dan berkompeten. Intinya sih bukan yang ecek-ecek.
Guru, dengan skill hebat, akan melahirkan pemimpin yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan global. Makanya, pemerintah harus memperkuat lulusan PPG. Lebih baik lagi kalau kehidupan mereka sejahtera.
Pemerintah perlu memastikan bahwa PPG tidak hanya mencetak guru bersertifikat. Namun, pemerintah wajib membentuk guru yang benar-benar berkompeten dan siap mengajar, bukan sekadar mengoleksi sertifikat tanpa kemampuan nyata di lapangan.
Penulis: Nurrohmah Hidayatun
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Nasib Sarjana PPG yang Katanya Nggak Pintar-pintar Amat Saat Mengajar
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















