Posting di Coffee Shop Terus Abis Itu Makan Promag, Jangan Menyakiti Diri demi Konten!

Barista Posting di Coffee Shop Terus Abis Itu Makan Promag, Jangan Menyakiti Diri demi Konten!

Barista Posting di Coffee Shop Terus Abis Itu Makan Promag, Jangan Menyakiti Diri demi Konten!

Duh enak ya dia banyak duit, tiap malam minggu sukanya ngopi-ngopi sekuy canteks di coffee shop di Instastory-nya. Apalah aku yang nongkrongnya cuma di mie ayam bakso Pak Bambang

Pasti dari kamu pernah ngomong begitu saat lihat postingan teman di Instagram story, yakaaan, ngaku! Tenang, aku juga begitu kok. Hehehe. Lihat semua teman jadi kaya di Instagram dan ingin jadi kayak gitu juga. Kayaknya emang nggak ada orang miskin di Instagram, semua kaya padahal mungkin kayanya hanya bersifat semu semata.

Yayaya, Instagram seolah menjadi patokan kekayaan seseorang padahal kita nggak tau apakah dia memang benar-benar kaya atau hanya eksis doang, Cyin! Tiap minggu datang ke coffee shop, dadan cantik kaya mau kondangan pake baju yang paling mahal, terus pergi sepagi mungkin biar dapat angle yang terbaik buat foto ala-ala. Foto pertama cekrek, jelek. Kedua cekrek, jelek lagi. Foto kesepuluh cekrek, eh masih jelek. Ah itumah emang orangnya yang jelek. Eh yang tidak fotogenic dan kamera face maksudnya.

Foto cewek yang terposting di Instagram adalah foto terbaiknya dari sekian banyak foto yang telah di take dengan berbagai macam angel dan gaya. Nah jadi bayangkan saat kamu melihat postingan seseorang tapi kamu masih menganggapnya jelek, itu adalah foto terbaik bagi dirinya. Memang begitulah khas cewek.

Terkadang ada orang yang rela setiap minggu datang ke coffee shop demi konten posting di Instagram. Agar bisa dilihat hitz, eksis dan kekinian, terus banyak yang like deh. Eh ada alasan lain, biar feednya rapi.

Tapi apakah sebenarnya dia kaya? Oh, belum tentu. Bisa jadi itu hanya sebuah pencitraan saja demi konten. Iya konten, konten Instagram dong tentunya. Ya tidak apa-apa jika ingin seperti itu, asal pulangnya nggak menderita karena harus konsumsi telur ceplok dan Promag sampai dapat gaji atau pemasukan bulan depan.

Sebenarnya tidak apa-apa, tapi jangan terus memaksakan keadaan agar bisa dianggap kaya hitz kekinian dan ala-ala di mata orang lain, tapi harus menyiksa diri sendiri setelahnya. Kaya di Instagram, tersiksa di real life, jangan itu berat. Biar rindunya Dilan aja cukup yang berat, gaya hidup jangan. Berlagak kaya demi haus akan pengakuan dan biar bikin iri followersnya, hoho jangan seperti itu, Ferguso.

Jika dilihat dari perkembangannya, fenomena seperti ini akan terus terjadi dan Instagram tetap akan menjadi salah satu tempat buat pencitraan. Eh tapi Instagram memang diciptakan untuk pamer sih, ya. Ya jadi sah-sah aja, asal jangan terlalu menyakiti diri karena sebuah gaya hidup.

Masyarakat kita tetapi terlalu terbawa akan penilaian pertama, iya ibarat cinta pada pandangan pertama. Apa yang diihat pertama kali apa yang masyarakat kita simpulkan. Sebagai contoh,

“Ih gila ya duitnya banyak, jadi bisa nongkrong terus,” atau “Wah enak ya jadi dia, jalan-jalan tiap minggu.” Eits ibarat sebuah pepatah: Jangan menilai buku dari covernya. Jangan menilai sesuatu yang hanya terlihat di luarnya saja, mungkin dia kaya di Instagram tapi kita tidak tau di real life-nya.

Dilihat dari pangsa pasar Instagram yang rata-rata anak muda, banyak yang akan mengikuti hal seperti ini. Menjadikan Instagram sebagai tempat pencitraan yang fana agar dirinya mendapat anggapan tertentu dari teman-temannya. Atau terlihat agar dia menjadi seseorang yang “wow”. Lalu apakah ini salah? Tidak, tidak salah. Namun bergayalah sesuai isi dompetmu agar tidak tersiksa dikemudian hari.

Tapi tunggu dulu, nggak semua pengguna Instagram seperti ini loh, ya. Ada pengguna Instagram yang menggunakan Instagram hanya untuk sekader menjadi viewers saja tanpa posting apa pun. Atau buat ngiktutin perkembangan film dan artis kesayangannya. Hoho jadi tak semua kemewahan yang kamu lihat di Instagram itu sebenernya memang benar “mewah” di real life-nya. Seperti yang dikatakan tadi, demi post konten, ke coffee shop mahal yang harga secangkir kopinya sama dengan satu lipstik Wardah itu, terus habis itu terpaksa makan nasi telur dan sedia Promag.

Dan buat kamu-kamu semua, jangan gampang iri dengan kehidupan yang dilihat di Instagram. Lalaa yeyeyeye, eh tapi Instagram memang diciptakan untuk pamer sih, ya. Jadi ya wajar aja banyak yang ingin pamer.

BACA JUGA Selamat Datang di Malang, Kota Sejuta Kedai Kopi atau tulisan Zahrina Oktaviana lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version