ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Pledoi Juliari Batubara dan Sakit Hati yang Terprediksi

Suwatno oleh Suwatno
13 Agustus 2021
A A
pledoi vonis juliari batubara menteri korupsi mojok

pledoi juliari batubara menteri korupsi mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Sejak mengemukanya berita tentang pledoi Mantan Mensos Juliari Batubara dalam sidang bansos Corona pada 9 Agustus 2021 lalu, yang meminta dirinya dibebaskan dari segala tuntutan kepada majelis hakim, Solikin jadi uring-uringan.

Maklum, mahasiswa yang sedang meledak-ledak semangatnya ini sudah lebih dari setahun tidak turun ke jalan berunjuk rasa.

Majelis di warung Yu Marmi bernuansa tegang malam ini. Kanapi dan Pardi yang membelokkan topik pembicaraan tak berkutik ketika dituduh “tidak peka sosial” oleh Solikin.

***

“Lha ini, akhirnya datang juga…” Kanapi menepuk paha girang, ketika motor butut Cak Narto berbelok ke arah warung Yu Marmi.

“…Kopi, Yu. Pahit…” Kanapi memesan untuk Cak Narto, “…Sampean duduk sini, Cak. Biar Solikin ndak ngomel-ngomel terus…hehehe.” Kanapi terkekeh menggeser posisi duduknya.

Kecut muka Solikin.

“Opo maneh sih, Kin?” Cak Narto mengatur duduk, bertanya sembari mengusap pelan punggung Solikin.

“Sampean ‘kan sudah baca berita tho, Cak? Ini yang dari kemarin aku khawatirkan akhirnya kejadian. Mau dibawa ke mana nasib bangsa ini, kalau para politisinya tidak punya rasa malu begini?” Solikin menggebu.

“Sik tha la, pelan-pelan. Satu-satu. Kekhawatiran apa? Kejadian gimana? Nasib bangsa mana?” Cak Narto menyesap kopi yang masih mengepul dari lepek.

“Mantan Mensos, Pak Juliari Batubara itu, Cak. Dia minta dibebaskan dari semua tuntutan. Padahal sudah terbukti dia korupsi duit bansos buat kita-kita ini.”

“Ooo… terus maksudmu khawatir itu tadi?”

“Iya itu. Kemarin waktu ada mantan jaksa yang dapat korting hukuman dari hakim, aku sudah khawatir hal itu akan jadi inspirasi buat koruptor lain meminta belas kasihan serupa, Cak. Dan benar saja sekarang, kan?” Solikin terengah menjelaskan.

Cak Narto, Pardi dan Kanapi beradu pandang, lantas tersenyum.

“Mbok ya kamu jangan terlalu mengkhawatirkan sesuatu di luar jangkauanmu, Kin. Nggak bagus itu buat imun.” Cak Narto menjeda, membakar kretek. “Kalau semua-mua kamu khawatirkan, ya bisa tambah nggrantes hidupmu, Kin.”

Solikin bergeming. Pardi dan Kanapi saling menyenggol paha. Tersenyum melihat air muka sang aktivis.

“Lagian, Kin. Terlepas dari semua kekonyolan, itu kan hak Pak Juliari Batubara sebagai warga negara, Kin.”

“Hak apa, Cak?”

“Hak membela diri, tho. Makanya namanya sidang pembelaan. Pledoi. Semua warga negara punya hak serupa di persidangan. Urusan diterima atau tidak, dikabulkan atau tidak, itu terserah majelis hakimnya, tho?”

Solikin tercenung.

“Gini, Kin. Daripada kamu mengkhawatirkan ini semua. Coba kamu liat sisi positifnya. Coba dilihat dari sudut pandang lain. Pak Mantan Menteri itu bisa saja menjadi pembuka pintu gerbang humanisme penegakan hukum di Indonesia, lho.” Cak Narto terkekeh pelan.

“Maksudnya, Cak?” Pardi penasaran.

“Lha, korting hukuman dengan dalih kemanusiaan buat mantan-jaksa-yang-juga-seorang-ibu kan sudah, tuh. Siapa tahu, kali ini pembelaan dari Pak Mantan Menteri bakal dikabulkan juga dengan jenis pertimbangan kemanusiaan yang lain. Pertimbangan nasib tumbuh kembang anak-anak tanpa kehadiran sosok ayah.”

“Tolong yang fokus, Cak. Terus maksud pembuka pintu gerbang tadi apa?” Solikin semakin resah.

“Ya, gitu. Setelah ini, di masa depan, majelis hakim harus pula mempertimbangkan nasib istri para koruptor. Nasib istri simpanannya. Nasib supirnya. Nasib terapis langganannya. Dan nasib orang di sekitarnya. Maka dengan itu, pintu gerbang humanisme penegakan hukum telah terbuka.”

“…Dan itu akan sampai pada level selanjutnya. Nanti sebelum divonis, maling sendal juga boleh mengajukan pembelaan yang serupa. Gembong narkoba juga boleh. Bromocorah juga boleh. Siapa saja juga, boleh. Ini urusan kemanusiaan, jé. Harus adil, tho.” Cak Narto terpingkal.

“Wooo yo selak ra mungkin, Cak!” Kanapi mecucu.

“Lho, jangan salah. Di sini tidak ada yang tidak mungkin, Ndes.” Cak Narto menyeka air mata tawa. “Lagian, Ndes, terlepas adanya kemungkinan ‘positif’ itu tadi, sudah semestinya kita mendorong dikabulkannya pembelaan Pak Mantan Menteri itu.”

“Nggak usah bikin statemen aneh-aneh, Cak. Wong pembelaan absurd gitu kok didukung, lho.” Protes Solikin.

“Lha daripada kita masuk ke babak baru drama penegakan hukum. Babak marah-marah. Babak sakit hati. Kayak yang sudah-sudah!” Tukas Cak Narto berteka-teki. Solikin mengernyitkan dahi.

“Gini, lho. Apa kamu nggak tambah sakit hati kalau seandainya, beberapa tahun setelah di penjara, Mbak Najwa Shihab liputan ke rutan, bawa kamera, terus pas disorot kamar sel Pak Mantan Menteri itu ternyata lebih mewah ketimbang kamarmu, Kin? Ada AC-nya. Ada kulkasnya. Ada air pancuran panas-dingin juga. Hehehe.”

“Atau…” belum selesai rupanya khayalan Cak Narto, “…apa kamu ngga marah kalau nanti ada foto candid wajah bapak itu pakai rambut palsu ala kadarnya sedang nonton pertandingan tenis. Atau tertangkap CCTV bandara sedang plesir ke luar negeri, misalnya. Atau lebih jauh lagi, nanti beberapa tahun lagi, selepas keluar dari penjara ternyata dia diangkat jadi komisaris BUMN, misalnya.”

“Hayooo… apa nggak tambah sakit hati kamu. Tambah nggrantes, tho. Makanya harus kita dukung terkabulnya pembelaan beliau. Daripada kamu harus menanggung sakit hati yang sudah terprediksi begitu.” Cak Narto menggigit bibir. Menahan tawa.

“Oooo…aku ngerti, Cak. Maksud Sampean kalau mau edan nggak usah nanggung-nanggung gitu kan? Di-pol-kan sekalian gitu, tho?” Kanapi tergelak.

“Lha iya, tho. Untuk sampai pada anti-klimaks, sebuah lakon harus melewati fase klimaks dulu. Maka, ngga perlu kamu terlalu memusingkan semua drama ini. Biarkan segala ke-absurd-an ini terwujud paripurna. Biarkan kekonyolan-kekonyolan dipertontonkan di atas sana. Biarkan sirkus politik digelar di atas hamparan mayat rakyat. Nanti bangsa ini akan mencapai anti-klimaksnya sendiri.”

Kalimat Cak Narto meluncur begitu saja. Datar. Berkelindan dengan rasa marah dan keheranan. Ia menggeleng. Tersenyum, meski kecut.

***

Bulan purnama malam ini tertutup kabut. Di sudut pemakaman desa, burung hantu dan serangga malam bersahutan. Tak ada yang dapat menafsir dialog mereka.

Di dalam kandang, induk sapi menyuruh sang anak menutup mata, “Tidur lah, Nak. Tak perlu kau pikirkan. Besok masih ada bentuk ke-absurd-an yang lain.”

Segala keheranan, rasa marah dan kecewa tersimpan rapi di antara embun malam yang mengembang di daun pohon bambu.

BACA JUGA Mentertawakan Permohonan Bebas Juliari Batubara, si Paling Menderita dan tulisan Suwatno lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 September 2021 oleh

Tags: juliari batubarakolom cak nartokorupsi bansosmensosPojok Tubir Terminal
Suwatno

Suwatno

Penulis adalah bapak (muda) dengan tiga orang anak. Tinggal di Palangka Raya.

ArtikelTerkait

TNI AU oknum rasis penganiayaan mojok

TNI AU Minta Maaf Pake Kata Oknum buat Anggotanya yang Rasis itu Udah Paling Bener

29 Juli 2021

Dari Oppa Nassar hingga Slank: Kolaborasi Lain dari McD yang Pantas untuk Dinanti

11 Juni 2021
Harusnya yang Jadi Mensos si Gundul Saja

Si Gundul Harusnya Jadi Mensos Saja

5 Oktober 2021

Berhenti Menormalisasi Nyalahin Setan dan Sedang Khilaf Saat Melakukan Kejahatan

20 Juni 2021

Biar Nggak Bikin Ulah Lagi, Akun Perencana Keuangan Baiknya Di-unfollow Aja!

21 Juni 2021

Surat Balasan untuk Pembelaan dari Penulis Naskah ‘Suara Hati Istri: Zahra’

6 Juni 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
konspirasi logo kecap bango mojok

Men666erikan! Ternyata Logo Kecap Bango Berisi Ramalan Masa Depan!!!

pembaruan update iphone fitur baru ios 14 mojok.co

4 Karakter Orang yang Nggak Cocok Pakai iPhone

kakek gohan son goku dragon ball mojok

Tanpa Asuhan Kakek Gohan, Son Goku Tak Akan Jadi Pahlawan

Terpopuler Sepekan

Nasib Anak Seni di Sekolah Favorit Bagai Acar di Nasi Goreng: Ada, tapi Dilupakan dan Akan Selalu Diabaikan

Nasib Anak Seni di Sekolah Favorit Bagai Acar di Nasi Goreng: Ada, tapi Dilupakan dan Akan Selalu Diabaikan

13 Juni 2025
7 Hal Biasa tapi Pemkab Bangkalan Madura Nggak Bisa Kasih buat Warga, Bukti kalau Kabupaten Ini Nggak Punya Apa-apa

7 Hal Biasa tapi Pemkab Bangkalan Madura Nggak Bisa Kasih buat Warga, Bukti kalau Kabupaten Ini Nggak Punya Apa-apa

9 Juni 2025
Derita Lulusan Sistem Informasi di Jembrana Bali: Lowongan Kerja Sulit, Sekalinya Dapat Kerja Malah Disuruh Benerin CCTV

Derita Lulusan Sistem Informasi di Jembrana Bali: Lowongan Kerja Sulit, Sekalinya Dapat Kerja Malah Disuruh Benerin CCTV

10 Juni 2025
Derita Lulusan ISI Jogja, Lulus Tak Menjamin Langsung Bisa Menafkahi Diri karena Sarjana Seni Kurang Dibutuhkan Industri

Derita Lulusan ISI Jogja, Lulus Tak Menjamin Langsung Bisa Menafkahi Diri karena Sarjana Seni Kurang Dibutuhkan Industri

13 Juni 2025
Mahasiswa Fakultas Peternakan Unsoed Terdiskriminasi karena Dianggap Nggak Punya Masa Depan dan Bau  Mojok.co

Mahasiswa Fakultas Peternakan Unsoed Terdiskriminasi karena Dianggap Nggak Punya Masa Depan dan Bau 

14 Juni 2025
Perjalanan Panjang ke Kota Tidore Kepulauan Melelahkan, tapi Begitu Sampai Malah Betah. Hampir Tak Ada Tukang Parkir di Sana

Perjalanan Panjang ke Kota Tidore Kepulauan Melelahkan, tapi Begitu Sampai Malah Betah. Hampir Tak Ada Tukang Parkir di Sana

11 Juni 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=jS-m10azBto

DARI MOJOK

  • Orang Kebumen Pertama Kali Nginep di Jepang: Bingung Cara Pakai Toilet sampai Cebok Pakai Botol Air
  • Bukan Janji, Tapi Jalan : 100 Hari Pertama Masa Kepemimpinaan Wali Kota Solo
  • 14 Tahun Pakai Yamaha Xeon, Motor Butut yang Kuat Menerjang Jalanan Terjal Tasikmalaya ke Pantai Pangandaran
  • Pernah Ditolak Unair, Kini Jadi Mahasiswa Berprestasi di Kampus Nggak Favorit usai Bikin Bisnis yang Ramah Lingkungan
  • Pengalaman Pertama Orang Klaten Naik KRL Jogja-Solo, Sok-sokan Berujung Malu karena Tak Paham Kursi Prioritas dan Salah Turun Stasiun
  • Jadi Driver Gojek untuk Cari Duit Malah Tekor Terus Kena Order Fiktif, Hidup Tertolong Promo

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.