Bagi Saya, Pesisir Utara Buleleng Bali Istimewa, Bukti Nyata Bhinneka Tunggal Ika

Bagi Saya, Pesisir Utara Buleleng Bali Istimewa, Bukti Nyata Bhinneka Tunggal Ika bule

Bagi Saya, Pesisir Utara Buleleng Bali Istimewa, Bukti Nyata Bhinneka Tunggal Ika (Unsplash.com)

Pesisir utara Buleleng Bali menyimpan keistimewaan yang belum tentu bisa kita temui di tempat lain. Di sini, warga beragama Islam berbaur harmonis dengan orang-orang Hindu. Bahkan ada juga vihara yang didirikan di sini bagi penganut agama Buddha.

Terus terang sebagai anak rumahan, saya nyaris nggak pernah main keluar jauh selain bareng keluarga atau teman. Saya lahir dan menghabiskan masa kecil hingga kelas 3 MI di Kota Denpasar sebelum akhirnya pindah ke Malang hingga lulus SMK. Dulu sebelum pindah ke Malang, kalau sedang libur sekolah, saya dan kedua kakak saya diajak ke kampung halaman orang tua kami, tepatnya ke Surabaya (tempat asal ibu saya) dan Buleleng (tempat asal ayah saya).

Kali ini, saya akan membicarakan soal daerah asal ayah saya yang letaknya di pesisir utara Buleleng Bali, tepatnya di Desa Seririt. Buat kalian yang belum tahu, Desa Seririt merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Seiririt, kecamatan paling utara dari Kabupaten Buleleng Bali yang berbatasan langsung dengan Laut Bali di sebelah utara dan Kabupaten Jembrana di sebelah selatan-barat daya.

Buat saya, daerah pesisir utara Buleleng Bali ini begitu istimewa. Sebab, daerah ini adalah bukti nyata Bhinneka Tunggal Ika yang selama ini kita pelajari di bangku sekolah.

Islam di wilayah pesisir utara Buleleng Bali

Seririt memiliki populasi minoritas Muslim yang cukup signifikan. Ada yang keturunan pelaut Bugis yang kemudian menetap di Bali, ada orang Bali asli dan memeluk agama Islam secara turun temurun, dan ada pendatang baru dari berbagai daerah, umumnya dari Jawa Timur. Ayah saya sendiri termasuk golongan pertama.

Sejarahnya begini. Pada pertengahan abad ke-17, ada sejumlah pelaut Bugis yang berlayar dari kampung halaman mereka ke sejumlah titik di Bali-Nusa Tenggara, salah satunya di Seririt. Tujuan utama mereka adalah berdagang, namun ada juga yang berdakwah menyebarkan agama Islam. Atas izin kerajaan setempat, mereka akhirnya membangun tempat tinggal sendiri dan hak mereka dijamin. Maka nggak usah heran kalau kini umat Islam hidup berdampingan dengan umat Hindu di Seririt. Tak jarang, lantunan azan masjid terdengar bersahutan dengan lantunan Puja Trisandya dari pura.

Tak hanya itu, umat Islam dan Hindu di pesisir utara Buleleng Bali ini juga punya tradisi makan bersama yang dinamakan mekelah. Tradisi mekelah awalnya dilakukan dengan hidangan nasi dan lauk-pauk yang digelar di atas daun pisang dan dimakan langsung dengan tangan. Namun seiring perkembangan zaman, daun pisang makin sulit dicari dan akhirnya tradisi mekelah sekarang memakai piring dan sendok garpu modern.

Tradisi mekelah menggunakan daun pisang (Dokumentasi Pribadi)

Saya sendiri pernah merasakan mekelah gaya modern ini bersama keluarga ayah dan kerabat mereka di Seririt. Ibu saya yang sempat merasakan mekelah dengan daun pisang ala zaman dulu.

Ada vihara di sini

Di Desa Banjar Tegeha, Kecamatan Banjar, yang berjarak sekitar 15-20 menit dari Seririt, ada sebuah vihara bernama Brahma Vihara Arama. Vihara yang masih masuk dalam wilayah pesisir utara Buleleng Bali ini merupakan vihara terbesar di Pulau Dewata dan didirikan pada tahun 1969.

Awalnya, vihara ini dibangun dengan luas yang tak seberapa karena hanya difungsikan sebagai tempat ibadah umat Buddha. Namun seiring berkembangnya penataan vihara, luasnya menjadi semakin bertambah. Barulah pada tahun 1973 vihara juga dibuka untuk wisata. Sejak itu, banyak wisatawan yang datang ke pesisir utara Buleleng menyempatkan diri mampir ke Brahma Vihara Arama. Bahkan pada tahun 1982, vihara ini pernah dikunjungi Dalai Lama XIV.

Walaupun sebagian besar arsitektur Brahma Vihara Arama didominasi arca Buddha, pohon bodhi, stupa (yang terinspirasi dari stupa Candi Borobudur), dan pagoda, pengaruh arsitektur Bali masih dapat terlihat di sini. Gerbang masuk vihara ini diapit dua gapura khas Bali. Sungguh perpaduan yang menyejukkan hati.

Walaupun saya terakhir kali berkunjung ke pesisir utara Buleleng tahun 2018 lalu, saya bisa memastikan bahwa daerah ini adalah perwujudan Bhinneka Tunggal Ika yang sebenar-benarnya, setidaknya bagi saya pribadi. Kalau kalian liburan ke Bali, sempatkanlah mampir ke daerah pesisir utara Buleleng ini. Jangan lupa berkunjung ke Desa Seririt dan Brahma Vihara Arama. Saya jamin, perasaan kalian bakal terasa hangat saat mengunjungi tempat ini.

Penulis: Taufan Atalarik
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Kalau Artis dan Bule Pindah ke Bali, Terus Orang Bali Mau Ngungsi ke Mana?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version