Ada banyak masalah di perempatan Sukorejo Situbondo…
Situbondo adalah kota yang mendapat julukan Kota Santri. Itu kepanjangan dari Sehat, Aman Nyaman, Tentram, Rapi, dan Indah. Mungkin julukan itulah yang membuat kota ini jarang kelihatan punya masalah.
Akan tetapi siapa sangka kota yang jarang muncul di media ini juga punya masalah. Seperti kota-kota tidak maju pada umumnya, persoalan jalan di Situbondo juga mengalami kebuntuan solusi. Padahal jalan umum adalah fasilitas yang keamanan dan kenyamanannya harus diperhatikan betul.
Seperti di perempatan Sukorejo Situbondo misalnya. Perempatan yang berdekatan dengan salah satu pesantren terbesar di Jawa Timur ini punya seabrek masalah sendiri. Sayangnya, hingga sekarang belum ada yang berinisiatif untuk menyelesaikannya.
Perempatan Sukorejo Situbondo ramai, namun tidak ada lampu lalu lintas
Saya bukan orang yang mendalami soal jalanan. Akan tetapi setiap ada persimpangan yang potensi keramaiannya tinggi, saya pasti menjumpai lampu lalu lintas. Kita semua pasti tahu bahwa lampu lalu lintas itu instrumen untuk mengatur tata tertib di persimpangan.
Dalam Permenhub Nomor 49 Tahun 2014 tercatat bahwa alat pemberi isyarat lalu lintas dengan lampu 3 warna dipasang pada persimpangan dan ruas jalan. Karena jika tidak seperti itu, bisa dipastikan jalanan bakal menjadi semrawut.
Buktinya saja perempatan Sukorejo yang ada di Situbondo ini. Setiap hari pengendara ramai lalu-lalang dari berbagai arah, namun nggak ada satu pun lampu lalu lintas yang menjadi pentunjuk. Saya tahu karena setiap malam saya nyambangi Pesantren Sukorejo yang mesti melewati perempatan itu.
Pejalan kaki yang mau menang sendiri menjadikan masalah semakin rumit
Selain ramai pengendara motor, perempatan Sukorejo Situbondo juga dipenuhi oleh pejalan kaki. Ini karena banyak yang ingin menuju Pesantren Sukorejo untuk menjenguk keluarga atau berwisata religi. Bahkan banyak juga santri yang sering lalu-lalang di perempatan ini.
Kalau pejalan kakinya mau mengerti sih sepertinya masih aman-aman saja. Masalahnya, banyak pejalan kaki yang mau menang sendiri. Tiba-tiba saja berjalan di bagian yang seharusnya jadi jalan kendaraan.
Sebetulnya ini juga menjadi koreksi buat pemerintah. Memang ada trotoar untuk pejalan kaki di sekitar Jalan Sukorejo. Sayangnya, kapasitas trotoar dan pemakainya timpang sebelah. Trotoar yang cuma seukuran satu meter mana cukup memuat pejalan kaki yang membeludak itu? Jadilah para pejalan kaki memilih melanggar peraturan dengan turun ke jalan raya.
Sering menimbulkan masalah menjadikan perempatan Sukorejo dijuluki “perempatan maut” di Situbondo
Bahaya yang ditimbulkan dari tak adanya rambu lalu lintas di sana bukan main. Beberapa kali saya diteriaki oleh pengendara motor yang nyelonong lewat karena hampir terserempet. Saya jadi berpikir, sebenarnya ini yang salah siapa? Pengendara yang nggak sabar nunggu penyeberang jalan, atau penyeberang jalan yang nggak sabar nunggu pengendara lewat?
Ini bukan cuma saya yang mengalami. Beberapa orang yang lewat saya lihat juga pernah sampai terserempet sepeda motor yang ngebut. Motor sudah klakson, dan penyeberang sudah mengangkat isyarat tangan. Tetapi karena sama-sama egois, ya, keserempet jadinya.
Maka tak usah heran apabila perempatan Sukorejo ini dapat julukan “perempatan maut” di Situbondo. Mirisnya, ini nggak cuma terjadi sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Itulah ribetnya kalau nggak ada lampu lalu lintas. Semua pengguna jalan merasa berhak buat menguasai jalanan. Padahal jalanan juga termasuk fasilitas umum yang berhak dipakai oleh siapa saja, bukan hanya pihak tertentu.
Pemerintah Situbondo jangan nunggu masyarakat angkat bicara dulu baru bergerak
Kebiasaan menunggu keluhan dari masyarakat sebaiknya tidak menjadi tradisi di kota mana pun. Termasuk dalam persoalan perempatan Sukorejo di Situbondo ini. Pemerintah mestinya memastikan bahwa fasilitas umum terjaga keamanannya, agar masyarakat juga nyaman beraktivitas.
Kalau digubris sih masih mending. Lha, kalau keluhan masyarakat sudah nggak didengar, siapa dong yang bertanggung jawab atas fasilitas-fasilitas umum ini? Masalahnya, persoalan perempatan Sukorejo sudah merupakan kasus yang sudah lama sekali terjadi.
Sebagai pengguna fasilitas umum, saya sangat berharap perempatan Sukorejo Situbondo segera mendapat penanganan dari pihak pemerintah. Ini semua demi keselamatan pengguna jalan. Kalau nggak bisa masang lampu lalu lintas, minimal ada penjaga yang mengatur jalannya persimpangan. Tapi jangan sampe jadi kayak tukang parkir ya, jaga dikit udah minta uang!
Penulis: Ahmad Dani Fauzan
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Baluran Sering Dikira Punya Banyuwangi, Bukti Situbondo Gagal Memanfaatkan Potensi Daerah.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
