Final Copa America yang seru memang telah usai dengan menghasilkan Argentina sebagai juaranya. Kisah yang tersisa dari final banyak berfokus pada wajah haru Lionel Messi yang akhirnya meraih juara bersama timnas. Usai sekali kandas di final Piala Dunia dan hattrick kegagalan di final Copa America, Messi yang kerap dikritik netizen karena gagal menularkan suksesnya bersama Barcelona ke timnas akhirnya dapat happy ending.
Ulasan soal prestasi Argentina pun meluas ke pemain lain yang penampilannya menonjol, mulai dari Di Maria si pencetak gol cantik, Rodrigo de Paul yang visi bermainnya luar biasa, hingga Emiliano Martinez yang aksi heroiknya menyelamatkan gawang berkali-kali. Menariknya, narasi pasca-final tambah gayeng karena nama yang disebut terakhir ini. Arsenal menjadi target bullying karena melepas Emiliano Martinez ke Aston Villa awal musim kemarin. Banyak netizen yang meyakini Arsenal telah melakukan kesalahan besar dengan menjual Martinez. Data-data seputar kepiawaian Martinez di bawah mistar pun diajukan. Pertanyaannya, benarkah Arsenal menyesal?
Mari kita lihat kiprah Emiliano Martinez di Arsenal terlebih dahulu. Dibeli sejak 2010, Martinez adalah cadangan abadi dari era Arsene Wenger hingga Mikel Arteta. Manuel Almunia, Wojciech Szczesny, Lukasz Fabianski, David Ospina, Petr Cech, dan Bernd Leno adalah nama-nama yang menempatkan Martinez ke bangku cadangan selama sepuluh tahun. Satu dekade tersebut diisi dengan kombinasi antara duduk di bench dan dipinjamkan ke sana-sini. Oxford United, Sheffield Wednesday, Rotherham, Wolverhampton, Getafe, dan Reading adalah nama-nama tim di mana ia “disekolahkan”. Dari keenam klub tadi tidak ada jumlah penampilan yang melebihi angka 18 caps, pertanda Martinez bukanlah andalan utama.
Jika ditanyakan perihal ingatan saat Emiliano Martinez berlaga pada suporter The Gunners, mungkin yang paling diingat adalah kala ia bertanding dalam laga versus Reading di ajang Piala Liga yang berakhir menang dengan skor 7-5.
Singkat cerita, Emiliano Martinez akhirnya menempati posisi kiper utama Arsenal di paruh kedua Liga Inggris musim 2019/ 2020 saat Bernd Leno diterjang striker Brighton, Neal Maupay. Setelahnya Martinez bermain cemerlang di setiap laga. Hasilnya cukup manis. Trofi Piala FA dan Community Shield sukses diraih. Jelang musim 2020/ 2021 ia dilego ke Aston Villa pasca permintaannya agar permanen sebagai kiper nomor satu tidak dikabulkan Arteta. Penampilannya di Aston Villa pun juga sama baiknya. Satu hal yang pada akhirnya membuka jalan menuju timnas Argentina. Melihat kesuksesan sang mantan, kubu Arsenal sepertinya sih nggak nyesel dengan keputusan klub setahun silam. Setidaknya ada tiga alasan yang dapat menjadi indikatornya.
Pertama, Arsenal yang gemar menjual cepat
Cukup banyak pemain yang dilepas Arsenal dan moncer di klub barunya seperti Van Bronckhorst, Ashley Cole, Samir Nasri, Gael Clichy, Cesc Fabregas, Robin Van Persie, dan Serge Gnabry. Dari seluruh nama yang dilepas memang ada yang membuahkan duit lumayan dan ada pula yang tak banyak. Proyek pembangunan Emirates Stadium memunculkan konsekuensi kebijakan membeli pemain murah dan menjual pemain bintang. Bahkan setelah stadion selesai dibangun, Arsenal masih kurang elegan dalam urusan jual beli pemain. Urusan ngoyak duit ini kian diutamakan saat Stan Kroenke menjadi pemilik klub. Soal harga tiket laga yang termasuk termahal se-Inggris seolah menjadi penegas citra klub. Akhir-akhir ini Arsenal memang bukan tim ulung untuk urusan cermat menjual pemain dengan harga tinggi, tapi tetap saja jika ada kesempatan untuk menguangkan pemain ya sikat saja, termasuk Emiliano Martinez. Jadi jika Martinez sukses di tim lain, Arsenal senang-senang saja karena subyek yang dijual terbukti bermutu tinggi dan kubu Gunners tidak “membohongi” tim lain.
Kedua, banyak kisah di seputar kiper
Kiper adalah sektor yang sensitif di Arsenal. Ada beberapa hal mengherankan jika membahas pos yang dulu ditempati sosok tangguh di diri David Seaman dan Jens Lehmann. Prioritas pemilihan kiper kerap dipertanyakan publik. Misalnya adalah kasak-kusuk dipilihnya Cech di starting eleven final Liga Eropa dan bukannya Leno yang sedang tampil cemerlang. Ketika performa Leno sedikit menurun pasca cedera, hengkangnya Martinez sontak membuat banyak orang bingung.
Jangan lupa juga tentang pembelian Alex Runarsson. Entah apa yang ada di benak manajemen klub hingga kiper yang persentase saves dan cleansheet-nya di Liga Prancis minim bisa-bisanya kok dibeli. Pihak klub baru melek saat memainkan Runarsson di laga resmi dan blunder fatal si kiper sekaligus membuktikan blunder klub. Pos kiper kedua kemudian diisi oleh kiper pinjaman dari Brighton, Matthew Ryan. Penampilannya saat di Arsenal cukup oke, nilai pasarnya murah, dan Brighton rela melepasnya. Menariknya, Arsenal justru tidak membelinya. Di sisi lain, kabar pembelian Andre Onana dari Ajax juga berhenti. Padahal Arsenal di sini punya posisi tawar yang tinggi karena si kiper sedang menjalani skorsing panjang dan Ajax pun ora nggondheli dia.
Melihat rumor yang beredar malah bikin tambah heran. Gosip pembelian Aaron Ramsdale yang timnya musim kemarin ancur-ancuran di liga dan Norberto Neto yang sekian musim terakhir awet di bangku cadangan cukup sebagai contohnya. Yang terbaru, blunder fatal kiper muda Arthur Okonkwo di laga melawan Hibernian seharusnya membuka mata Arsenal betapa pentingnya sektor kiper yang diisi figur tangguh. Donnarumma, Schmeichel, dan Sommer adalah contoh valid di Euro kemarin. Tapi, berhubung klub sudah percaya banget dengan Leno, menjual Martinez bukanlah keputusan yang berat.
Ketiga, hasrat meraih prestasi yang kurang besar
Semua tim tentu ingin meraih gelar setiap musimnya. Antusiasme dalam berkompetisi, daya saing tim yang tinggi, dan hasrat untuk meraih kemenangan menjadi modal dalam meraih prestasi. Hal ini kurang terlihat di Arsenal dalam sedekade terakhir. Wajarnya tim seharusnya memperkuat dirinya sendiri, bukannya memperkuat tim lain.
Faktanya penjualan Van Persie ke Manchester United justru memperkuat rival langsung di liga. Samir Nasri pun pernah mengatakan hal serupa. Opini tentang telah dibelinya Aubameyang, Pepe, Willian, Lacazette, dan Xhaka tidak lantas menjadi bahan bantahan hal di atas mengingat prestasi tim di Liga Inggris yang kian menurun dari tahun ke tahun. Jadi, ketika Martinez ingin pergi ya wajar saja lha wong Arsenal kurang menunjukkan kesungguhan diri di bursa calon juara. Dia mungkin berpikir kok dari awal zaman dia merantau sampai sekarang klub ini gini-gini aja ya. Arsenal mungkin tepat sebagai tempat terbaik dalam hal mengorbitkan pemain muda, namun untuk urusan bersaing meraih trofi juara liga ya tunggu dulu.
Berpijak dari fenomena tersebut, nanti jika ada lagi pemain hebat yang hengkang jangan kaget yaa…
BACA JUGA Arsenal dan Cerita Transfer: Antara Kekesalan dan Usaha Membeli Diri Sendiri dan tulisan Christianto Dedy Setyawan lainnya.