Perbedaan Mendasar Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Yogya, dan Jogja

Saking Ndesonya Soal Jogja, Saya Pernah Beli Pecel di Angkringan terminal mojok.co

Dalam sebuah diskusi sastra yang pernah saya ikuti, saya pernah mendengar almarhum Iman Budhi Santosa, penyair yang bersahaja itu, bersikukuh menyebut tempat ber-UMR terendah se-Indonesia itu dengan sebutan Yogya, bukan Jogja. Bagi beliau Yogya punya makna, dan Jogja tidak. Lantas DIY, Kota Yogyakarta, Yogya, dan Jogja itu bedanya apa?

Perihal nama ini tidak bisa dimungkiri bahwa Jogja lebih akrab di telinga banyak orang daripada Yogya, Kota Yogyakarta, atau Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Kata Jogja secara lisan mudah diucapkan, karena huruf J lebih membuat lidah tidak belibet daripada huruf Y. Pemerintah daerah pun membranding pariwisata yang ada di kawasan Yogyakarta dengan diberi embel-embel nama Jogja. Selain itu jargon Jogja istimewa begitu sering kita dengar dari lisan ke lisan, juga sering kita lihat dalam bentuk tulisan.

Setahu saya perihal penyebutan nama-nama yang berbeda di satu-satunya kerajaan di Indonesia yang masih diakui secara formal-administratif tersebut punya fungsi yang juga beda.

Pertama, Daerah Istimewa Yogyakarta yang sering disingkat D.I. Yogyakarta atau DIY. Nama tersebut berfungsi sebagai nama formal-administratif di sebuah provinsi sekaligus satu-satunya kerajaan di Indonesia yang diakui secara formal-administratif tersebut. Di dalamnya ada empat kabupaten dan satu kota madya. Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul, dan Kota Yogyakarta.

Nama DIY penting dipakai oleh warganya untuk kepengurusan berbagai hal yang bersifat formal-administratif yang biasanya diharuskan menuliskan alamat sampai tingkat provinsi. Seperti pembuatan KTP, KK, SIM, bahkan rekening bank.

Kedua, Kota Yogyakarta. Yogyakarta adalah nama kota madya di provinsi DIY. Kalau di peta terletak di tengah-tengah provinsi DIY. Nama tersebut hampir sama fungsinya dengan nama DIY. Berfungsi untuk kepengurusan formal-administratif yang biasanya diharuskan menuliskan alamat. Kalau yang ini khusus untuk warga yang berdomisili di Kota Yogyakarta, yang KTP-nya beralamat di Yogyakarta.

Ketiga, Yogya. Nama Yogya adalah sebutan singkat dari Yogyakarta, yang sebenarnya jarang dipakai walau bagian utama dari nama Yogyakarta yang berasal dari kata Yogya dan Karta. Kata “yogya” berasal dari kata “ayogya” atau “ayodhya” yang berarti kedamaian, dan kata “karta” mempunyai arti baik.

Keempat, Jogja. Sepemahaman saya, Jogja ini bisa berfungsi menjadi dua macam. Pertama, untuk menyebut secara mudah Kota Yogyakarta saja secara lisan. Kedua, untuk menyebut dengan mudah DIY secara keseluruhan secara lisan.

Untuk antarorang se-provinsi DIY, fungsi pertama yang dipakai. Sebab biasanya kalau berkenalan dengan orang yang lingkupnya se-provinsi saja, orang dari masing-masing daerah akan menyebutkan asalnya dari salah satu kabupaten, atau dari kota madya. Misalnya, orang Bantul memperkenalkan diri kalau dia asalnya dari Bantul. Begitu juga orang Sleman, Kulonprogo, dan Gunung Kidul.

Untuk orang-orang antarprovinsi DIY dengan orang-orang di luar provinsi DIY, memakai fungsi yang kedua. Entah itu orang Sleman, Bantul, Kulonprogo, Gunung Kidul seringkali jika berkenalan dengan orang Bandung atau Jakarta akan mengatakan bahwa mereka berasal dari Jogja. Dan itu juga berlaku sebaliknya. Orang-orang luar DIY yang sedang berada di salah satu daerah di provinsi DIY, entah di Bantul, Kulonprogo, Sleman atau Gunung Kidul, pasti akan menganggap bahwa dirinya sedang berada di Jogja.

Perihal orang Bantul, Kulonprogo, Sleman, dan Gunung Kidul yang memperkenalkan diri kepada orang di luar DIY dengan memberitahukan bahwa asalnya Jogja itu juga punya beberapa alasan. Pertama, alasan gengsi. Kendati UMR-nya terendah se-Indonesia nama Jogja saya kira masih terdengar cukup keren, terutama karena romantismenya sehingga orang tersebut merasa lebih bangga kalau dianggap sebagai orang Jogja. Walau mungkin asalnya dari pelosok desa, di lereng-lereng pegunungan yang ada di Bantul.

Kedua, alasan pragmatis. Menurut saya, alasan kedua ini masuk akal. Sebab kalau memperkenalkan diri dengan nama yang tidak cukup terkenal akan membuat seseorang menjelaskan secara panjang lebar. Misalnya, orang dari Desa Panjangrejo, Kabupaten Bantul memperkenalkan diri kepada orang Bandung, yang mungkin saja tidak familier dengan nama Bantul seperti ini, “Saya berasal dari Panjangrego.”

Apa reaksi orang Bandung tersebut? Tentu akan bertanya lebih jauh, “Di mana letak Panjangrejo?” Kalau dijawab, “Di daerah Bantul,” masih menimbulkan spekulasi. Kalau orang tersebut tahu Bantul tentu tak akan muncul pertanyaan tambahan. Kalau tidak tahu, akan muncul pertanyaan tambahan, “Di mana Bantul itu?”

Setelah pertanyaan itu, tak akan mungkin muncul pertanyaan lanjutan, karena pasti akan dijawab, “Di Jogja.” Kalau di awal sudah memberitahukan bahwa asalnya dari Jogja, orang tersebut tak akan bertanya secara detail karena sudah paham, kecuali orang tersebut pernah singgah di berbagai wilayah yang ada di Jogja.

Saya kira itulah beberapa perbedaan dari nama DIY, Kota Yogyakarta, Yogya, Jogja dalam penggunaannya. Semoga bisa ngasih pencerahan, ya.

BACA JUGA Nggak Usahlah Ndakik-Ndakik Bicarain Romantisasi Jogja dan tulisan Dani Ismantoko lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version