November lalu, saya baru sadar ternyata saya menonton dua film Marthino Lio yang berbeda. Waktu Kadet 1947 keluar, saya tidak tahu bahwa Marthino Lio akan menjadi salah satu pemeran utama di film tersebut. Keputusan menonton murni karena saya tertarik akan trailernya yang menggelegar. Latar cerita perang di Indonesia memang selalu menjadi daya tarik bagi saya tersendiri sejak trilogi Merah Putih.
Lalu ada Losmen Bu Broto. Dengan deretan aktor dan aktris papan atas, melewatkan film ini tentu menjadi sebuah dosa bagi saya yang ngaku-ngaku penikmat sinema Indonesia. Jadilah saya menonton Losmen Bu Broto beberapa minggu setelah penayangan perdananya. Lagi-lagi, ada Marthino Lio yang berperan sebagai Jarot, seniman ulung dari Yogyakarta yang juga kekasih Maudy Ayunda (Sri di dalam film).
Masuk ke bulan Desember, saya kembali dipertemukan oleh Marthino Lio di film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Di situ ia berperan sebagai karakter utama, Ajo Kawir. Bermain bersamanya adalah aktor kawakan Reza Rahadian dan aktris yang bermain sebagai Alya di Ada Apa Dengan Cinta, Ladya Cheryl.
Setelah saya pikir-pikir, ternyata Marthino Lio di masing-masing film memberikan sentuhan yang berbeda, tapi dengan rasa yang sama. Ia mampu mengeksekusi tiap peran dengan sempurna. Maka dari itu, saya tertarik untuk mengulas aksinya di ketiga film tersebut secara singkat. Catatan sedikit, ada satu film Marthino Lio yang saya tidak sempat tonton, yaitu Cita Bete. Mohon dimaafkan karena saya terlewat dan jam tayangnya pun sudah habis semua.
#1 Adji di Kadet 1947
Bambang Saptoadji atau nama pendeknya Adji, adalah seorang kadet yang sehari-harinya hanya ditugaskan untuk merakit pesawat bohongan guna mengelabui serangan Belanda. Impiannya untuk bisa menerbangkan pesawat tidak pernah kesampaian. Hingga akhirnya, ia nekat untuk kabur sebentar dari pangkalan udara Maguwo dan mencuri mesin dari pesawat Pangeran Diponegoro.
Apabila ia berhasil, Adji yakin bisa memindahkan mesin tersebut ke pesawat Pangeran Diponegoro 2 yang sudah lebih dulu terbengkalai di salah satu garasi pesawat. Adji dengan determinasinya yang tinggi merekrut rekan-rekannya untuk diam-diam pergi dari Maguwo dan melancarkan aksinya.
Adji di sini adalah orang yang sering membangkang. Ia kerap tidak menghiraukan imbauan temannya dan melakukan sesuka dia. Meski begitu, ia tetaplah seorang yang memiliki ambisi tinggi. Cita-citanya untuk bisa menjadi pilot Republik Indonesia ia raih dengan berbagai cara. Di berbagai adegan juga ditunjukkan bagaimana loyalitas Adji diuji. Ia beberapa kali disudutkan oleh pilihan yang bersinggungan dengan rekan-rekannya. Di tengah situasi tersebut, Adji tetap menunjukkan kesetiaannya terhadap kadet-kadet yang lain.
#2 Jarot di Losmen Bu Broto
Di film dengan latar keluarga ini, Marthino Lio menjadi seorang Jarot yang menjadi salah satu akar konflik dari keluarga Broto. Jarot terlibat hubungan terlarang dengan Sri, di mana Bu Broto dan anak pertamanya, Mbak Pur, tidak setuju jika Sri berpacaran dengan Jarot. Tapi apa boleh buat, Sri sudah lebih dahulu mengandung anak dari Jarot. Pertikaian antar anggota keluarga pun tak terhindarkan.
Jarot di sini sempat dikira kabur dan lepas tanggung jawab usai diberitahu kalau Sri mengandung anaknya. Namun, semua anggapan tersebut salah. Ia memilih untuk membersihkan pikirannya sejenak dengan mencari jejak ayahnya yang sudah lama hilang. Ia takut jika gegabah mengambil keputusan, dirinya akan menjadi seperti ayahnya yang meninggalkan Jarot saat masih kecil.
Jarot dan Adji memang secara sekilas berbanding terbalik. Yang satu ingin secara cepat dan tidak memikirkan konsekuensi apapun saat ingin mengambil mesin pesawat Pangeran Diponegoro, yang satunya memilih untuk memikirkan keputusan merawat sang anak secara matang dengan melipir sebentar. Tapi hal yang tidak jauh berbeda dari Jarot dan Adji adalah bagaimana mereka tetap berpegang teguh pada keputusannya. Tidak ada satu pun dari mereka yang lari dari tanggung jawab yang sudah mereka emban.
#3 Ajo Kawir di Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penampilan apik dari Marthino Lio kembali tersaji. Ajo Kawir adalah seorang lelaki yang burungnya tidak bisa bangun. Hobinya berantem, balapan, dan… berantem. Pernah suatu hari ia dibawa ke PSK untuk dibantu membangunkan burungnya, tapi tetap tidak bisa. Semuanya perlahan berubah ketika ia bertemu Iteung. Perempuan yang menerima Ajo Kawir apa adanya. Burungnya belum juga terbangun, tapi setidaknya mereka saling mencintai dan akhirnya sepakat untuk menikah.
Serupa dengan Adji dan Jarot, Ajo Kawir memiliki tujuan yang jelas: membangunkan burungnya. Ia pernah mengolesi burungnya dengan cabai. Hasilnya? Tidak ngaruh apa-apa. Ajo Kawir hanya meraung-raung kesakitan semaleman. Ia memiliki ambisi kuat untuk membangunkannya. Semua cara ia coba. Bertahun-tahun mencobanya, ia akhirnya mencoba untuk berdamai dengan situasi tersebut dan menerimanya dengan legowo. Tidak begitu legowo sih, karena tiap ada orang yang meledek burungnya pasti langsung ia hajar.
Determinasi menjadi satu kata yang menyatukan Adji, Jarot, dan Ajo Kawir. Masing2 karakter memiliki tekad yang kuat untuk mencapai sesuatu. Entah itu menerbangkan pesawat, mencari sebuah jawaban, atau membangunkan burung, Marthino Lio berhasil mengeksekusinya dengan sempurna. Mereka memang tidak sama dari nama perannya, tapi serupa dalam karakterisasinya.
Sumber Gambar: Akun Instagram Palari Films