Desa Penundan, Surga Dunia bagi Sopir Truk dan Bus yang Melewati Jalan Alas Roban

Desa Penundan, Surga Dunia bagi Sopir Truk dan Bus yang Melewati Jalan Alas Roban Mojok.co

Desa Penundan, Surga Dunia bagi Sopir Truk dan Bus yang Melewati Jalan Alas Roban (unsplash.com)

Di kalangan sopir bus dan truk yang mengaspal di Jalur Pantura, nama Desa Penundan tidaklah asing. Desa yang berada di pinggir Jalan Alas Roban, Banyuputih, Batang sekilas seperti desa pada umumnya. Namun, di balik itu, Penundan menyimpan daya tarik tersendiri. Terutama bagi para sopir yang ingin melepas lelah dan hasrat setelah berhari-hari mengaspal. Ya, Desa Penundan terkenal sebagai titik lokalisasi di Jalan Alas Roban. 

Saya masih ingat, pada 2010-an, supir truk keluar masuk pada sebuah gang yang mengarah ke dalam Desa Penundan adalah pemandangan yang biasa. Dari luar mungkin terlihat biasa saja, tapi sebenarnya mereka sedang melakukan transaksi tersembunyi, memuaskan kebutuhan biologis mereka. Bentuk transaksi “esek-esek” yang dilakukan biasanya terjadi di balik bilik-bilik rumah karaoke, café, atau warung kopi yang ada di dalamnya. 

Sebelum dihujat, saya tekankan, tidak semua sopir truk atau bus mampir ke kawasan lokalisasi ini ya. Terlepas menggunakan jasa di lokalisasi tersebut atau tidak, para sopir sudah tahu kawasan tersebut adalah lokalisasi.  

Saat siang hari masuk ke Penundan, suasananya seperti sebuah desa yang biasa. Penuh dengan interaksi sosial yang wajar antar sesama warga sekitar. Terlihat anak-anak kecil berlalu-lalang, Ibu-ibu ngobrol di depan teras, atau bapak-bapak yang memikul cangkul dari ladang. Semua terlihat biasa saja. 

Akan tetapi, ketika malam hari tiba, pemukiman terlihat lebih menyala. Beberapa rumah terlihat memancarkan lampu-lampu yang remang. Selain itu, terlihat beberapa orang berpakaian sedikit terbuka di depan kafe, warung kopi, atau karaoke. Mereka sangat ramah, menyapa siapa saja yang lalu-lalang di hadapan mereka. Khususnya mereka yang dianggap asing dan bukan penduduk sekitar.

Desa Penundan kena stigma dan jadi bahan guyonan

Saat saya SMA, nama Penundan sering jadi bahan guyonan dan disematkan kepada seseorang yang bandel, mesum, dan berantakan. Mereka yang punya ciri-ciri seperti itu akan disebut pelanggan setia Penundan. Fenomena demikian seolah mengisyaratkan bahwa sebagai sebuah Desa, Penunda kehilangan identitas sebagai pemukiman pedesaan pada umumnya, yang melekat padanya adalah kawasan prostitusi. Padahal, pemukiman Penundan ini begitu luas dan hanya sebagian kecil saja yang terkenal jadi lokasi remang-remang dengan transaksi yang begituan.

Uniknya, para PSK yang ada di Penundan mayoritas adalah pendatang. Mereka datang dari berbagai daerah kemudian tinggal di Penundan. Ada di antara mereka menikah dengan warga setempat sebagai syarat mendapat status kependudukan. Hal itu membuat pernikahan mereka terkesan transaksional. Seorang informan bercerita, ketika menjelang malam, beberapa di antara PSK ini diantar oleh suaminya untuk bekerja. Bukan karena dipaksa suami, mereka bekerja karena kemauan sendiri, dan suaminya hanyalah mitra untuk status kependudukan mereka. Potret itu memang terlihat ironis. Tapi, ya itulah yang terjadi akibat relasi pernikahan yang transaksional.

Keberadaan dari praktik prostitusi di Penundan sendiri disikapi dengan permisif oleh warga sekitar. Meski merasa terganggu, tapi mereka tak punya kewenangan untuk melarang secara paksa praktik tersebut. Justru bagi mereka, lokalisasi yang terkoordinir di dalam pemukiman jauh lebih baik ketimbang para PSK tersebut harus menjajakan diri mereka di pinggiran jalan. Hal tersebut bagi mereka jadi pemandangan yang kurang elok. Bagi mereka, tidak masalah bila praktik tersebut dijalankan asal aturan-aturan desa tidak dilanggar.

Persoalan sosial yang rumit

Pada dasarnya secara regulasi, Pemkab Batang tidak membiarkan praktik seperti ini berlangsung begitu saja. Melalui Perda 6/2011 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Batang, Pemkab ingin menertibkan segala praktik prostitusi yang hingga kini masih eksis secara terselubung. Persoalan yang kemudian timbul adalah solusi pekerjaan bagi mereka yang berstatus PSK tadi. 

Status sebagai pekerja amoral kadung melekat sehingga membuat mereka sulit diterima di dunia industri. Tapi setahu saya, belakangan, beberapa pabrik di Batang bersedia menyerap tenaga kerja yang berhenti dari pekerjaan sebelumnya sebagai PSK. 

Terlepas dari konsekuensi sosial seperti stigma buruk dari masyarakat dan dampaknya terhadap penyakit kelamin, keberadaan praktik prostitusi ini di sisi lain memberikan stabilitas ekonomi bagi warga sekitar. Mereka yang datang di dalamnya membuat perputaran uang di sektor informal makin lancar. Beberapa warga lokal yang punya warung makan, warung kopi, atau pedagang kaki lima kecipratan perputaran uang dari transaksi terselubung di dalamnya.

Selain itu, Penundan adalah lokasi yang memberikan kesempatan untuk para supir truk dan bus mengambil jeda, menghilangkan penat, dan menjernihkan pikiran setelah berjam-jam berada di jalanan. Kebutuhan biologis adalah dasar bagi setiap umat manusia, perkara cara memenuhinya yang mungkin dianggap salah, tentu itu jadi tanggung jawab dari individu masing-masing.

Penundan, memberikan gambaran bahwa apapun di dunia ini selalu bisa dilihat dari berbagai sisi. Bagi sebagian supir truk dan bus, Penundan adalah surga penghilang penat. Sementara, orang luar yang merasa suci, mungkin menganggap daerah ini adalah pemukiman kotor yang penuh dosa. Bagi mereka yang terlibat di bisnis itu, Penundan hanyalah tempat kerja. 

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA 5 Fakta Tentang Sarkem Jogja yang Tidak Banyak Orang Tahu

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version