Instagram seperti tak pernah kehabisan ide untuk membuat inovasi yang menghebohkan atau setidaknya cukup untuk menjadi bahan obrolan seru di tongkrongan. Setelah rupa-rupa fitur yang “mengadaptasi” dari media sosial lain seperti reels, sekarang pengguna Instagram harus bersiap menyambut fitur baru berupa keberadaan notifikasi screenshot instastory. Dan di sinilah tampaknya pertemanan akan menghadapi ujian, terutama yang sirkel pertemanannya tampak baik di depan, tapi cepu di belakang.
Kalau kita termasuk golongan yang rajin memantau timeline di media sosial, mestinya kita sudah tidak asing dengan maraknya praktik penyebarluasan informasi tanpa izin atau bahasa anak sekarang bilangnya cepu. Belum lama ini, seorang public figure sempat ramai jadi perbincangan karena foto dan videonya yang sedang bermesraan tersebar luas, padahal ia mengunggah foto dan video tersebut hanya untuk orang-orang yang ia tandai sebagai teman dekat (close friend) di Instagram. Saat pembahasan tentang artis X yang “dicepuin” sama teman dekatnya tersebut ramai, banyak warganet yang jadi khawatir kalau keamanan dan kenyamanan mereka terancam layaknya yang terjadi pada artis X ini. Bahkan orang-orang yang kita pilih sebagai close friend pun ternyata belum tentu mau ikut menjaga hal-hal yang ingin kita rahasiakan dari khalayak ramai. Begitu kira-kira hikmah yang diambil warganet dari kejadian yang menimpa artis X ini.
Lalu tak lama berselang, entah ada korelasi langsung atau tidak, Instagram seperti berupaya merespons keresahan penggunanya dengan menambahkan fitur notifikasi screenshot instastory ini. Dengan keberadaan fitur ini, harapannya kita jadi bisa tahu siapa aja followers atau teman-teman kita yang punya bakat cepu. Kalau selama ini kita sering nongkrong sampai larut malam dan hanya mengunggah momen tersebut di Instastory untuk close friend, tapi tiba-tiba besoknya kita ditodong orang tua menggunakan bukti screenshot-an story, fitur ini mungkin akan menjadi alat bantu untuk kita melacak siapa pelaku cepu tersebut.
Hal ini mungkin juga dapat dijadikan dasar untuk menilai seperti apa teman-teman yang kita anggap “dekat” itu. Apakah sedekat kulit dan pembuluh darah di mana ketika satu terluka yang lain ikut merasakan. Atau justru sedekat mak lambe turah dengan para asisten artis, di mana rahasia kita adalah aset berharga yang ia anggap menarik untuk dibocorkan.
Meski demikian, setiap pembatasan yang diberlakukan secara sistematis, pasti tetap akan memiliki celahnya. Dalam hal ini, fitur notifikasi screenshot story mungkin adalah inovasi Instagram untuk melindungi para penggunanya dari bahaya pelaku cepu. Akan tetapi, hal ini juga akan jadi angin segar bagi para pengembang aplikasi story-saver yang sudah menjamur di playstore/appstore. Karena banyak orang yang tidak bisa lagi secara langsung mendapatkan foto/video dari Instastory, maka jalan lain bagi mereka bukanlah berhenti menjadi pelaku cepu, tapi cari cara lain.
Cara lain ini adalah ladang bisnis untuk pengembang aplikasi story-saver tersebut, di mana mereka menyediakan fitur untuk menyimpan instastory seseorang secara langsung tanpa perlu merekam/mengambil tangkapan layar. Jika tidak diantisipasi oleh Instagram, aplikasi story-saver ini akan menggagalkan misi mulia Instagram untuk melindungi penggunanya. Atau mungkin Instagram sengaja membiarkannya karena juga turut menikmati keuntungan dari para aplikasi story-saver tersebut? Entahlah.
Yang jelas, dengan munculnya gebrakan baru dari instagram ini kita sebagai pengguna media sosial seperti diingatkan untuk tidak percaya kepada siapa pun termasuk orang-orang yang kita labeli sebagai close friend sekalipun.
Mungkin saja mereka close friend bagi kita, tapi diam-diam kita dianggap sebagai aset pertukaran gosip. Kalau sudah dibantu alakadarnya semaksimal mungkin oleh Instagram dengan fitur notifikasi screenshoot tapi kita masih dicepuin juga, mungkin sudah waktunya kita berpikir ulang tentang tujuan pertemanan dan posisi kita dalam sirkel saling cepu tersebut.
Atau bisa juga kita jadikan hal tersebut sebagai sebuah tanda dari Tuhan untuk membuat kita bermuhasabah (berhitung-hitung), kira-kira mana yang perlu dipublikasikan (dalam hal ini untuk keperluan Instastory) dan mana yang mungkin lebih baik jika kita menikmatinya sendiri, diam-diam, tanpa sibuk menjadikannya konten supaya lebih menghayati momennya.