Bayar bubur ayam 10 ribu ngakunya pakai QRIS, tapi ujung-ujung nipu apa nggak kurang ajar?
Perilaku manusia zaman sekarang yang ingin serba efisien dan mudah memicu masifnya budaya “cashless society” (masyarakat non-tunai) dalam tiap transaksi ekonomi. Pembayaran tunai dianggap ribet dan menyusahkan konsumen. Selain itu, membawa uang cash dalam jumlah banyak juga berbahaya dari segi keamanan. Yah, intinya males bawa uang banyak-banyak di dompet. Sudah nggak zaman lagi punya dompet tebal, kan?
Perilaku malesan ini kemudian disambut oleh penyedia jasa layanan pembayaran dengan menawarkan fitur cashless kepada masyarakat. Fitur e-wallet dan pembayaran via mobile banking atau digital banking adalah sedikit fitur cashless dari berbagai penyedia jasa layanan yang muncul dan memudahkan masyarakat. Biasanya transaksi pembayaran melalui fitur tersebut dilakukan dengan scan barcode dari masing-masing layanan pembayaran.
Tapi persoalannya, setiap penyedia jasa layanan punya sistem dan barcode masing-masing, sementara masyarakat (konsumen dan produsen) nggak mungkin dong harus punya semua jenis e-wallet dan mobile banking? Paling-paling yang divariasikan adalah kepemilikan e-wallet.
Kendala inilah yang membuat Bank Indonesia (BI) bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) akhirnya berinisiatif menyatukan sistem pembayaran non-tunai melalui fitur yang namanya Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS (dibaca KRIS bukan KYURIS apalagi KYUBI). QRIS diperkenalkan pada tahun 2019 dan mulai diimplementasikan pada tahun 2020. Jadi ibaratnya, kalau dulu masing-masing penyedia layanan punya pintu masuk sendiri-sendiri, sekarang cukup satu pintu menggunakan QRIS ini.
Selain untuk efisiensi pembayaran, QRIS juga diharapkan dapat menciptakan ekosistem pembayaran yang terjaga keamanannya. Setidaknya setiap transaksi, bahkan di toko kelontong Madura sekalipun, bisa dipantau dan terdeteksi oleh BI.
Daftar Isi
Oknum nakal yang mengakali sistem
Seiring berjalannya waktu, keberadaan QRIS mulai familier bagi masyarakat. Banyak merchant yang akhirnya memasang QRIS untuk memudahkan pembayaran. Tapi namanya sebuah sistem, tetap saja ada acara untuk ngakalin si QRIS ini, apalagi di negara macam Indonesia yang jadi gudangnya oknum-oknum cerdik nggak bertanggungjawab.
Dalam penggunaannya, QRIS nggak lepas dari penyalahgunaan untuk modus penipuan. Hingga kini, banyak masyarakat yang mengalami kerugian dengan modus yang beragam.
Modus penipuan QRIS ini marak terjadi dan merugikan para produsen atau pemilik merchant, terutama para pedagang kecil yang menjual makanan dan minuman. Dari kacamata produsen, setidaknya ada dua jenis modus penipuan yang marak menggunakan QRIS.
Baca halaman selanjutnya: Berbagai modus penipuan QRIS…
Berbagai modus penipuan QRIS
Modus pertama, merchant dikelabui oleh konsumen dengan menggunakan screenshot hasil pembayaran QRIS yang dimanipulasi. Setelah berbelanja, pelaku menunjukan screenshot pembayarannya yang biasanya tertulis “transaksi berhasil” melalui hp. Padahal screenshot itu sebelumnya sudah disiapkan dan diedit sesuai nominal belanja yang dilakukan.
Modus seperti ini tampak sepele, tapi nyatanya sangat efektif. Terlebih ketika kondisi toko si pedagang sedang ramai sehingga hanya dilihat sekilas tanpa memastikan apakah pembayaran benar-benar masuk atau nggak.
Para pedagang sering kecolongan karena notifikasi melalui pembayaran QRIS juga terkadang nggak langsung muncul. Dalam banyak kasus, notifikasinya muncul beberapa menit kemudian. Parahnya lagi jika si pedagang nggak memegang sendiri rekening untuk pembayaran sehingga nggak bisa langsung mengecek transaksi masuk.
Modus ini juga biasanya dilakukan oleh oknum konsumen dengan memanipulasi nominal yang dibayarkan. Misalnya, total belanjanya Rp50 ribu, tapi hanya dikirimkan Rp10 ribu. Nominalnya kemudian diubah dengan diedit sesuai nominal pembelian kemudian ditujukan kepada pedagang. Sialnya, kebanyakan pedagang langsung percaya begitu saja begitu mendengar notifikasi pembayaran masuk tanpa mengecek ulang sudah benar atau belum.
Modus kedua, merchant dikelabui dengan dimanipulasi barcode QRIS miliknya. Banyak kasus para pemilik merchant nggak sadar kalau barcode yang tertempel untuk pembayaran ternyata nggak mengarah ke rekeningnya, melainkan ke rekening entah siapa nggak diketahui. Ini seperti kasus manipulasi barcode kotak amal di Masjid Istiqlal yang sempat ramai pada tahun 2023 lalu. Kondisi seperti ini terjadi karena pemilik merchant malas melakukan pengecekan secara berkala untuk barcode QRIS-nya.
Fenomena gatheli gini memang marak terjadi karena kelemahan dari QRIS itu sendiri. Dan tentu saja, korbannya biasanya adalah pedagang kecil yang belum fasih dengan keberadaan QRIS. Sudah pendapatan mereka kecil, masih kena tipu juga.
Antisipasi yang bisa dilakukan para pedagang supaya terhindar dari penipuan QRIS
Pertama, setiap kali konsumen melakukan pembayaran, perhatikan apakah konsumen benar-benar memindai barcodenya atau sekadar menyalakan fitur kamera di hpnya. Modus penipuan bisa dilakukan dengan cara berpura-pura memindai dengan fitur kamera atau Google Lens.
Kedua, pada saat memasukan nominal tagihan, minta konsumen menunjukkan nominalnya sebelum dikirimkan. Ini untuk memastikan apakah konsumen memang benar-benar membuka mobile banking-nya dan membayar belanjaannya sesuai dengan tagihan.
Ketiga, apabila kedua tindakan sebelumnya nggak sempat dilakukan, ketika konsumen menunjukkan bukti transaksinya melalui QRIS, pastikan apakah itu hanya gambar tangkapan layar atau diperlihatkan dari mobile banking-nya langsung. Caranya bisa sentuh sedikit layar layar hp konsumen. Apabila bentuknya screenshot, sebaiknya minta konsumen menunjukkan riwayat pembayarannya terlebih dahulu.
Keempat, jangan mager untuk memastikan apakah pembayaran sudah masuk ke rekening sendiri. Kalau rekeningnya dipegang oleh pemilik merchant, konfirmasi langsung kepada pemilik. Kan apes kalau misalnya ada transaksi pembelian tapi uangnya nggak ada. Bisa-bisa pengelola yang harus ganti rugi.
Kelima, pastikan barcode QRIS yang terpasang memang mengarah ke rekening atau e-wallet toko secara berkala.
Keenam, sebisa mungkin memiliki aplikasi merchant atau e-wallet dari acquirer lebih dari satu, misalnya OVO, Gopay, atau ShopeePay. Aplikasi tersebut bisa membuat kita melihat transaksi pembayaran real time saat itu juga, berbeda dengan QRIS yang terkadang ada sedikit delay.
Namanya penipuan, mau sistemnya secanggih apa pun, pasti ada saja celah untuk melakukannya. Sebagai warga yang baik, kita harus saling mengingatkan satu sama lain agar lebih waspada terhadap gerak-gerik mencurigakan orang-orang yang gatheli. Suuzan ke orang itu kadang ada baiknya biar hidup nggak apes-apes banget.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Bertobatlah Wahai Kalian yang Mengucapkan QRIS Jadi Kyuris!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.