Pelit AC, pelit troli
Selanjutnya, ruang tunggu Bandara Sultan Hasanuddin sumuk (gerah), padahal ada AC-nya. Jujur saja, baru kali ini saya kepanasan di bandara. Padahal biasanya bandara berskala internasional itu dingin pol, lho. Kok Bandara Sultan Hasanuddin ini malah beda sendiri, bukannya menyalakan AC, mereka kayaknya menyalakan penghangat ruangan.
Selain pelit AC, bandara ini juga pelit troli. Menyandang gelar bandara internasional, Sultan Hasanuddin Airport memiliki luas 166.005 meter persegi dan memiliki jarak antar gate yang panjang/jauh. Lebih jauh dari jarak antar gate Bandara Juanda. Dengan area yang luas tersebut, bisa-bisanya jarang troli. Bahkan di ruang tunggu nggak ada troli kecil sama sekali.
Padahal keberadaan troli sangat dibutuhkan penumpang, lho. Sebab orang yang datang ke bandara untuk bepergian jarak jauh biasanya membawa banyak barang bawaan. Kalau bandaranya luas dan jarak antar gate panjang/jauh, penumpang tentu membutuhkan troli untuk menaruh tas dan barang bawaan supaya nggak gempor saat berjalan.
Siapa tahu otoritas Bandara Sultan Hasanuddin membaca artikel ini, tolong ruang tunggu diberi troli kecil dan area di dalam bandara disediakan banyak troli. Terutama di dekat conveyor (area pengambilan bagasi).
Transit desk kurang
Selanjutnya, pihak bandara perlu mempertimbangkan untuk memperbanyak transit desk. Sebagai bandara yang sering digunakan transit oleh banyak maskapai domestik, sudah pasti ada banyak penumpang yang transit setiap harinya dan akan ada ratusan orang yang datang ke transit desk.
Masalahnya, sudah tahu ramai, pihak Bandara Sultan Hasanuddin hanya menyediakan transit desk tiga biji, sehingga selalu terjadi antrean panjang di depan loket yang membuat kesan berada di bandara internasional hilang. Rasanya kayak berada di dalam pasar karena kemeriyek orang.
Lucunya lagi, saat ada penumpang yang memfoto panjangnya antrean di area transit desk hingga pintu masuk ruang tunggu, penumpang tersebut justru ditegur petugas bandara dan diminta menghapus fotonya. Petugas bandaranya kurang ramah, kalah ramah dengan satpam BCA.
Papan informasi malah bikin bingung
Hal menjengkelkan lainnya di Bandara Sultan Hasanuddin adalah papan informasi yang kurang informatif dan cenderung membingungkan. Awal tahun 2025, pengeras suara akan mengumumkan kalimat “penumpang transit harap lurus” setiap ada penumpang yang keluar dari garbarata. Jujur, suara tersebut mengganggu karena berulang-ulang dan sering.
Minggu kemarin, suara pengumuman tersebut memang sudah tidak ada. Saat saya turun dari pesawat dan keluar dari garbarata, ada penunjuk arah bagi penumpang yang transit. Jadi saya hanya perlu mengikuti papan informasi tersebut.
Namun, masalah lain muncul. Penunjuk arah keluar (bagi penumpang yang tidak transit) malah tidak terlihat. Akibatnya banyak orang yang ikut jalur transit dan baru sadar mereka keliru saat sudah di depan transit desk. Padahal bisa dibuat simple saja, setiap keluar dari garbarata dibuat saja papan informasi yang agak besar dan mudah terlihat (jalur kanan untuk transit, jalur kiri untuk keluar/pengambilan bagasi).
Desain Bandara Sultan Hasanuddin kurang umum
Selanjutnya, desain Bandara Sultan Hasanuddin kurang umum. Meski setiap bandara memiliki ciri khas masing-masing dan pasti berbeda satu sama lain, biasanya tetap saja desain gate-nya mirip. Prinsipnya gate bisa terlihat jelas, tapi tidak lebih besar dari pintu utama.
Nah, di Bandara Sultan Hasanuddin, hal ini beda sendiri. Gate-nya seperti gerbang utama alias besar banget. Mungkin mau membuat kesan mewah, tapi justru itu membingungkan penumpang.
Selain masalah desain, makanan di ruang tunggu bandara juga kurang beragam. Masa tidak ada coto dan konro yang notabene masakan khas Makassar? Malahan adanya bebek Madura dan soto Lamongan. Lha, ini bandara di Sulawesi Selatan atau Jawa Timur, sih?
Hal menjengkelkan terakhir adalah tidak ada transportasi umum di area bandara. Saya pikir Bandara Juanda sudah paling buruk karena tidak ada transportasi publik yang bisa langsung membawa penumpang dari area bandara ke pusat kota. Eh, ternyata ada yang lebih buruk lagi, ya Bandara Sultan Hasanuddin ini.
Kalau di Juanda masih ada bus bandara menuju Terminal Bungurasih, lalu pindah bus menuju pusat Kota Surabaya, di Bandara Sultan Hasanuddin tidak ada transportasi publik sama sekali. Mana banyak calo yang memaksa naik taksi dengan harga mahal. Semrawut banget.
Itulah hal-hal yang cukup menggangu saya selama transit di Bandara Sultan Hasanuddin. Meskipun saya menuliskan banyak kekecewaan, bukan berarti bandara ini jelek. Tapi kalau untuk ukuran bandara internasional, kualitas layanannya memang perlu ditingkatkan.
Di luar hal-hal yang saya tuliskan di atas, ada satu hal yang perlu saya apresiasi dari Bandara Sultan Hasanuddin, yakni toiletnya. Tahun lalu, toilet di bandara ini kotor sekali, tapi sekarang sudah bersih dan lebih rapi.
Penulis: Tiara Uci
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Bandara di Indonesia yang Lokasinya Kerap Disalahpahami Wisatawan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















